Pengaruh Gaya
Kepemimpinan (Perempuan) Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Pegawai
Disusun oleh ;
NAMA
NIM
UPBJJ UT PURWOKERTO
S1 ILMU PEMERINTAHAN
EMAIL
Abstrak
Pada
sebuah organisasi perusahaan atau pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam
pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan, dipengaruhi oleh kepemimpinan dan
didukung oleh kapasitas organisasi yang memadai. Kepemimpinan dapat
dikatakatakan sebagai cara dari seorang pemimpin dalam mengarahkan, mendorong
dan mengatur seluruh unsur-unsur didalam kelompok atau organisasi untuk
mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan kinerja
pegawai yang maksimal. Karyawan dan pemimpin mempunyai kontribusi yang sangat
besar terhadap perusahaan, karena tanpa keduanya perusahaan atau pemerintahan
tidak akan berjalan. Oleh karenanya pemimpin haruslah orang yanng bisa
menempatkan perannya sebagai kepala semua bidang sehingga dapat mengatur para
karyawan agar bekerja dengan baik dan juga bisa memotivasi karyawannya terlepas
pimpinan tersebut Perempuan ataupun laki-laki.
Kata
Kunci : Kepemimpinan, Perempuan, Kinerja, Kepuasan Karyawan.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perilaku individu manusia merupakan cikal bakal
perilaku yang ditunjukkan oleh individu di dalam lingkungan masyarakat atau lingkungan
organisasi ketika ia tidak berinteraksi dengan lingkungan secara luas.
Sedangkan perilaku secara kolektif merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh
manusia ketika ia berada di dalam lingkungan masayarakat atau organisasi, satu
sama lain saling memerlukan interaksi, sehingga terjadi komunikasi dua arah
yang memiliki persepsi yang sama.
Fakta membuktikan bahwa perilaku manusia dalam kondisi
apa pun, cenderung mementingkan keinginan dan kebutuhannya sendiri. Dalam
kondisi seperti ini, manusia perlu diarahkan oleh orang yang dianggap mampu
membimbing dan mengarahkan perilaku-perilaku individu ke dalam perilaku
lingkungan secara kolektif. Posisi orang yang mampu mengarahkan
perilaku-perilaku tersebut dapat berstatus sebagai pemimpin yang berada di
dalam lingkungan organisasi yang sudah dibentuk untuk tujuan tertentu dan
dibatasi oleh waktu, maupun pemimpin yang pada umumnya terbentuk dan diakui
oleh masyarakat di dalam lingkungan masyarakat tanpa terbatasi oleh waktu
berlakunya kepemimpinan itu.
Dengan demikian, kepemimpinan merupakan modal dasar
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengarahkan perilaku orang lain untuk
tujuan tertentu. Pada sebuah organisasi pemerintahan, sumber daya manusia terdiri dari
pemimpin dan pegawai. Untuk mewujudkan sikap kerja pegawai yang baik,
diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin suatu
organisasi pemerintah, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat termasuk gaya kepemimpinan Perempuan. Peranan seorang pemimpin
penting untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan termasuk organisasi
pemerintahan terutama berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai dalam
melaksanakan pekerjaannya. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang
pengaruh gaya kepemimpinan Perempuan dengan menarik judul “Pengaruh
Gaya Kepemimpinan (Perempuan) Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Pegawai”.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam karya ilmiah ini penulis ingin menjelaskan
beberapa hal diantaranya ;
1) Apa itu
kepemimpinan dan gaya kepemimpinan ?
2) Seberapa
efektif kepemimpinan Perempuan ?
3) Apa
pengarung gaya kepemimpinan Perempuan terhadap kemajuan suatu organisasi atau pemerintahan
?
C.
Tujuan
Penulisan
1)
Untuk mengetahui arti kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan.
2)
Untuk mengetahui kapasitas perempuan sebagai pemimpin
dalam sebuah pemerintahan.
3) Untuk
mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan perempuan terhadap kemajuan suatu
organisasi atau pemerintahan.
D.
Manfaat
Penulisan
1) Bagi
penulis, untuk menambah wawasan tentang ilmu kepemimpinan.
2) Bagi
Pemerintah, sebagai referensi dalam pemberdayaan perempuan.
3) Bagi
Masyarakat, untuk memberikan wawasan tentang kesetaraan gender dalam karir
pekerjaan itu penting.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kepemimpinan dan gaya kepemimpinan
Definisi
kepemimpinan banyak dikemukakan para ahli sesuai dengan hasil penelitian
mereka. Beberapa definisi kepemimpinan yang ada dapat disebutkan sebagai
berikut ;
a) Kepemimpinan
adalah perilaku individu ketika ia mengarahkan kegiatan suatu kelompok menuju
pencapaian tujuan bersama (Hemphill dan Coons, 1985).
b) Kepemimpinan
sebagai usaha untuk mempengaruhi orang-orang dalam usaha mencapai tujuan
(Koontz dan O,Donnel, 1996).
c) Kepemimpinan
adalah interaksi antar individu dan bila seseorang memberikan informasi dengan
cara tertentu, sehingga yang lain akan mengerti bahwa hasil kerjanya akan lebih
baik bila ia berperilaku seperti yang diusulkan atau yang diinginkan (Jacob,
1990).
d) Kepemimpinan
adalah tipe tertentu dari hubungan kekuasaan. Anggota kelompok mempunyai hak
untuk memberi perintah ke anggota kelompok yang lain untuk berpola perilaku
tertentu sesuai dengan aktivitasnya sebagai anggota kelompok (Janda, 1980).
e) Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan dalam kelompok yang terorganisir
untuk mencapai tujuan (Rauch dan Behling, 1994).
f) Kepemimpinan
adalah pengaruh interpersonal, pada situasi tertentu dan bersifat memerintah
dan memberi petunjuk melelui proses komunikasi untuk mencapai tujuan yang
spesifik (Tannenbaum, Weschler, dan Massarik, 1991).
Gaya
kepemimpinan
Cara atau gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para penulis berbeda,
tetapi makna dan hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, keputusan
kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar dapat mencapai tujuan
organisasi yang maksimal. Menurut Malayu S.P.Hasibuan (2005:170) gaya
kepemimpinan ada tiga yaitu :
1)
Kepemimpinan
Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaaan atau wewenang, sebagian besar
mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem
sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan hanya ditetapkan
sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran,
ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah pimpinan
ialah ”bawahan adalah untuk pemimpin/atasan”. Bawahan hanya bertugas sebagai
pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya
orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan
dilakukan dengan memberikan instruksi perintah, ancaman hukuman, serta
pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya
untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan
dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem menajemen tertutup (closed
management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.
Pengkaderan kurang mandapat perhatiannya.
2)
Kepemimpinan
Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila kepemimpinannya dilakukan dengan
cara persuasif, menciptakan kerja sama serasi, menumbuhkan loyalitas, dan
partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki
perusahaan. Falsafah pemimpin ialah ”pemimpin (dia) adalah untuk bawahan”.
Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan
pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap
dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran dan ide yang diberikan
bawahannya. Pemimpin menganut sistem menajemen terbuka (openmanagement) dan
desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong
kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan selalu
membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
3)
Kepemimpinan
Delegatif
Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang
kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil
keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan
pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan
mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Pada prinsipnya
pemimpin bersikap, menyerahkan, dan mengatakan kepada bawahan ”inilah pekerjaan
yang harus Saudara kerjakan, saya tidak peduli, terserah Saudara bagaimana
mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini
pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan
dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri
mereka sendiri dalam menyelasaikan pekerjaan tersebut. Bawahan dituntut
memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan melakukan
sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan.
Tipe-tipe
Kepemimpinan
Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan
menjadi lima tipe utama yaitu sebagai berikut :
1)
Tipe pemimpin
otokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak.
Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut :
a)
Menganggap bahwa
organisasi adalah milik pribadi
b)
Mengidentikkan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
c)
Menganggap bahwa
bawahan adalah sebagai alat semata-mata.
d)
Tidak mau
menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap
dialah yang paling benar.
e)
Selalu
bergantung pada kekuasaan formal.
f)
Dalam
menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang mengandung
unsur paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat
yang dimiliki oleh tipe pimpinan otokratis tersebut di atas dapat diketahui
bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak
dapat dipakai dalam organisasi modern.
2)
Tipe
kepemimpinan militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang
pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi
militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe
militeristis. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a)
Dalam
menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan
digunakan sebagai alat utama.
b)
Dalam
menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya.
c)
Senang kepada
formalitas yang berlebihan.
d)
Menuntut
disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan.
e)
Tidak mau
menerima kritik dari bawahan.
f)
Menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat
yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin
seperti ini bukan merupakan pemimpin yang ideal.
3)
Tipe pemimpin
fathernalistis
Tipe kepemimpinan fathernalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat
fathernal atau kebapakan. Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan
dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang
dilakukan sifat terlalu sentimentil. Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin
paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut:
a)
Menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b)
Bersikap terlalu
melindungi bawahan.
c)
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu
jarang dan pelimpahan wewenang.
d)
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk mengembangkan inisyatif daya
kreasi.
e)
Sering menganggap
dirinya maha tau.
Harus diakui
bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan. Akan
tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar negatifnya pemimpin faternalistis kurang
menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
4)
Tipe
kepemimpinan karismatis
Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menemukan sebab-sebab
mengapa seorang pemimin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin
seperti ini mampunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai
pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka
menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab
kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa
pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers),
perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan
sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.
5)
Tipe
Kepemimpinan Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis
dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe
kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan
kepentingan individu. Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah
sebagai berikut:
a)
Dalam proses
menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah mahluk yang termulia di dunia.
b)
Selalu berusaha
menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi.
c)
Senang menerima
saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
d)
Mentolerir
bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar
jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif
dan prakarsa dari bawahan.
e)
Lebih menitik
beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
f)
Selalu berusaha
untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
g)
Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Dari sifat-sifat
yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa tidak mudah
untuk menjadi pemimpin demokratis.
B. Efektifitas
Kepemimpinan Perempuan
Tampaknya perbedaan antara pria dan
wanita bukan saja mempengaruhi suasana di dalam rumah, namun juga iklim relasi
di luar rumah. Ternyata cara kepemimpinan wanita di tempat pekerjaan mereka
berlainan dengan gaya kepemimpinan pria. Judy B. Rosener, seorang dosen di
Universitas California, Irvine melaporkan hasil penemuannya pada Harvard
Business Review, November-December 1990. Misalnya, pria cenderung memandang
pekerjaannya dari sudut transaksi, yakni transaksi antara dia dengan
bawahannya. Gaya ini disebut transaksi sebab yang terjadi adalah pertukaran
imbalan dengan jasa yang telah diberikan atau penetapan sanksi bagi kinerja
yang kurang memuaskan. Sebaliknya, para manajer wanita lebih suka menggunakan
pendekatan partisipasi di mana para bawahan didorong untuk memberikan
sumbangsih demi kepentingan organisasi. Dampak dari gaya kepemimpinan ini
positif karena membuka kesempatan bagi pekerja untuk berkarya lebih kreatif
serta mempertebal rasa kepemilikan mereka. Di samping itu, para pekerja akan
merasakan penghargaan yang tinggi dan hal ini sangat berkhasiat memperkuat
citra diri mereka. Sudah tentu, citra diri yang sehat berpotensi mengoptimalkan
semangat kerja dan kesetiaan pada perusahaan.
Dalam hal kuasa, pria pun cenderung menggunakan kuasa yang
berasal dari otoritas formalnya atau dari posisinya di dalam organisasi
tersebut. Tidak demikian halnya dengan wanita sebab mereka lebih siap membagi
kuasa dan informasi yang dimilikinya. Pada umumnya kuasa dalam suatu struktur
organisasi berkaitan dengan berapa banyak informasi yang dimiliki oleh
seseorang. Semakin tinggi posisinya-dalam strata kepemimpinan, semakin banyak
informasi yang diketahuinya (dan yang tidak diketahui oleh orang lain). Semakin
rendah jabatannya, semakin sedikit informasi yang dimilikinya. Ternyata para
manajer wanita tidak terlalu berkeberatan membagi informasi dengan bawahannya
dan hal ini memperlihatkan bahwa mereka tidak terlalu mengasosiasikan kuasa
jabatan dengan informasi. Para manajer wanita tampaknya berupaya untuk tidak
terlalu menonjolkan otoritas mereka agar tidak merendahkan bawahan mereka.
Para responden wanita dalam penelitian Rosener ini
mengatakan bahwa bagi mereka gaya kepemimpinan ini timbul dari diri mereka
secara alamiah yakni bersumber dari naluri sosial mereka. Kesimpulan studi
Rosener sekali lagi meneguhkan pengamatan-pengamatan sebelumnya tentang
perbedaan antara pria dan wanita. Berlainan dengan pria yang mengaitkan citra
diri mereka dengan karya dan prestasi, wanita cenderung mengasosiasikan citra
diri mereka dengan relasi atau hubungan pribadi. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan kaum wanita yang bersifat interaktif merupakan
kepanjangan dari naluri interaksi atau relasi yang sudah mengakar'dalam
kepribadian mereka. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, gaya kepemimpinan
seperti ini sudah tentu berpotensi menciptakan iklim kebersamaan. Namun saya
juga dapat membayangkan dampak negatifnya, yakni gaya kepemimpinan interaktif
bisa menjadi ajang konflik pribadi yang serius. Saya kira ini adalah salah satu
risikonya. Pendekatan pribadi yang sukses membuahkan iklim kekeluargaan yang
sehat; sebaliknya, pendekatan pribadi yang gagal bisa melahirkan iklim permusuhan
yang dalam.
Tidak ada satu sistem yang sempurna di dunia ini. Baik gaya
transaksi maupun gaya interaksi berpotensi positif dan juga negatif. Gaya
adalah sarana; yang penting ialah hati yang menjiwai gaya. Saya teringat Firman
Tuhan kita yang memberikan model atau gaya kepemimpinan sejati, yakni barang
siapa ingin menjadi pemimpin, hendaklah ia menjadi pelayan atau hamba. Suatu
konsep yang radikal dan asing bagi telinga kita. Dengan kata lain, hati yang
melayani akan menyempurnakan gaya transaksi ataupun gaya interaksi-dan hati
yang melayani tidak terbatas pada hati wanita saja.
Kepemimpinan oleh perempuan juga merupakan suatu modal
sosial. Kapital dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe: (1) personal atau
human capital dan (2) social capital. Human capital terdiri dari sumber daya
yang dimiliki oleh individu, siapa yang menggunakan dan mengatur dengan
kebebebasan dan tanpa berhubungan dengan penggantian. Social capital terdiri
dari sumber daya yang tertanam dari satu jaringan atau asosiasi. Satu implikasi
dari penggunaan social capital adalah diasumsikan sebagai kewajiban untuk
saling timbal balik atau adanya penggantian (Lin, 2004).
Modal sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang
sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa
sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan, dan diinvestasikan. Sumberdaya yang
digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Unsur pokok modal sosial
diantaranya: (1) partisipasi dalam suatu jaringan yaitu modal sosial tidak
dibangun hanya oleh suatu individu, melainkan akan terletak pada kecenderungan
yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting
dari nilai-niali yang melekat. Modal sosial akan tergantung pada kapasitas yang
ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun jaringannya (Hasbullah, 2006).
Berikutnya (2) resiprocity yaitu modal sosial
senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu
dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Seseorang atau banyak
orang dari suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa
mengharapkan imbalan seketika; (3) trust yaitu suatu bentuk keinginan untuk
mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan
yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan
senantiasa bertindak dalam sautu pola tindakan yang saling mendukung, paling
tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Robert D
Putnam 1993, 1995, dan 2002 dalam Hasbullah, 2006).
Berikutnya (4) norma sosial akan sangat berperan dalam
mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma adalah
sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat
pada suatu entitas sosial tertentu; (5) nilai-nilai adalah sesuatu ide yang
telah turun-temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok
masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras, kompetisi dan
lainnya merupakan (Hasbullah, 2006).
Peran
Perempuan dalam Kepemimpinan
Dalam penekanan peran gender serta peran pemimpin, peran teori sosial
berpendapat bahwa pemimpin menempati peran yang didefinisikan pada posisi
mereka yang spesifik dalam hierarki dan sekaligus berfungsi di bawah kendala
peran gender mereka. Dalam hal definisi umum peran sosial sebagai harapan
bersama sosial yang berlaku untuk orang yang menempati posisi sosial tertentu
atau anggota tertentu pada kategori sosial (Biddle 1979, Sarbin & Allen
dalam Eagly et al., 2003), peran jender adalah keyakinan konsensual tentang
atribut perempuan dan laki-laki.
Jika jumlah perempuan lebih banyak dalam proses
pengambilan keputusan, maka fokus kehidupan politik juga akan berubah. Dampak
yang paling jelas adalah akan terjadinya perluasan wilayah politik ke arah
masalah-masalah dan isu-isu yang semula dianggap bukan isu politik seperti
kesejahteraan anak, perlindungan terhadap reproduksi perempuan, dan lain-lain.
Kehidupan politik barangkali juga akan lebih bermoral karena perempuan lebih
mementingkan isu politik konvensional seperti ekonomi, pendidikan, perumahan,
lingkungan, kesejahteraan sosial daripada politik keras (hard politic) seperti
peningkatan tentara, perang, pembelian senjata, dan membuat senjata nuklir
(Astuti, 2011).
Komunikasi
dalam Pengembangan Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan yang berhasil membutuhkan komunikasi kepada bawahannya dengan
baik. Dalam hal ini berorganisasi merupakan hasil interaksi antarindividu dan
kelompok dalam organisasi. Berorganisasi merupakan hasil interaksi
antarindividu dan kelompok dalam organisasi, dan semuanya akan mempengaruhi
interaksi dalam organisasi tersebut di masa yang akan datang. Berikut ini
adalah aplikasi dan implikasi dari teori komunikasi (Littlejohn & Foss,
2009). Organisasi dihasilkan melalui komunikasi, kegiatan organisasi berguna
untuk mencapai tujuan individu dan golongan, selain untuk mencapai tujuan,
kegiatan komunikasi menciptakan pola-pola yang memengaruhi kehidupan
organisasi, proses komunikasi menciptakan karakter dan budaya organisasi, pola
kekuasaan dan kendali yang muncul dalam komunikasi organisasi membuka peluang
dan menciptakan batasan.
C. Pengaruh
Kepemimpinan Perempuan Terhadap Organisasi atau Pemerintahan
Ada perbedaan dalam kepemimpinan perempuan dan
laki-laki. Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin, perempuan mempunyai
karakteristik, yaitu percaya diri, disiplin, memimpin orang lain bukan
menguasai orang lain, bersikap tegas, bekerja untuk kepentingan orang lain,
kerja keras, berkompetensi diri, dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan.
Karakteristik ini pun dikemukakan Cantor dan Bernay (1998) dalam Women in
Power, yang mengatakan bahwa kepemimpinan perempuan sebagai perpaduan antara
kompetensi diri, agresi kreatif, dan kekuasaan perempuan.
Anita Roddick dalam Helgesen (1990) Female advantage,
women''s ways of leadership mengatakan, perempuan dalam memimpin tidak
menghiraukan adanya jenjang hierarki, tetapi menganggap staf sebagai
"teman" yang dihargai, yang disebut Roddick feminine principles.
Dalam penjelasannya, De Beauvoir memaparkan, penindasan terhadap perempuan itu
ada karena perempuan bekerja tetap diharapkan memainkan peran sebagai istri dan
ibu. Kedua peran itu menuntut kewajiban yang berhubungan dengan urusan
domestik. Bagi perempuan, bekerja merupakan salah satu cara menunjukkan
eksistensi dirinya di tengah masyarakat. Feminisme eksistensialis menganggap
bahwa dengan bekerja, perempuan menolak menjadi objek atau liyan. De Beauvoir
menyebut empat strategi perempuan untuk dapat mengaktualisasikan, yaitu bekerja,
menjadi intelektual, menjadi transformator dalam masyarakat, dan menolak
internalisasi sebagai objek atau liyan dalam bentuk apa pun. Perempuan yang
sedang meniti karier selalu berupaya mengatasi hambatan dan kegagalan yang dia
hadapi sementara biasanya untuk kegiatan domestik mendapat bantuan orang lain,
seperti menitipkan anak kepada orangtua atau pekerja rumah tangga.
Bagi Eisenstein, adanya reformasi pada birokrasi tidak
hanya adanya perempuan di level atas struktur, tetapi harus ada keterlibatan perempuan
dalam penyusunan kembali institusionalisasi yang ada yang berkaitan dengan
peran jender. Widaningrum (1999) juga berpendapat, adanya hierarki wewenang
dalam birokrasi sangat bertentangan dengan ide dasar feminisme, yaitu
demokrasi. Posisi perempuan yang masih didominasi laki-laki akan mereproduksi
masyarakat patriarki jika tidak diberi perspektif perempuan. Dalam konteks ini,
diperlukan pimpinan yang mempunyai visi dan misi yang jelas keberpihakannya
kepada perempuan.
Perbedaan Emosional dan Intelektual
Laki-laki dengan Perempuan
Laki-laki
|
Perempuan
|
- Sangat
agresif
-
Independen
- Tidak
emosional
- Dapat
menyembunyikan emosi
- Tidak
mudah berpengaruh
- Tidak
mudah goyah menghadapi krisis
- Lebih
aktif
- Lebih
kompetitif
- Lebih
logis
- Lebih
mendunia
- Lebih
terampil berbisnis
- Lebih
terus terang
-
Berperasaan tidak mudah tersinggung
- Lebih
suka bertualang
- Mudah
mengatasi persoalan
- Jarang
menangis
- Penuh
percaya diri
- Lebih
banyak mendukung sikap agresif
- Lebih
ambisi
- Mudah
membedakan rasio dan rasa
- Memahami
seluk-beluk perkembangan
dunia
- Umumnnya
tampil sebagai pemimpin
- Lebih
merdeka
-
Pemikiran lebih unggul
- Lebih
bebas berbicara
- Lebih
obyektif
|
- Tidak
terlalu agresif
- Tidak
terlalu independen
- Lebih
emosional
- Sulit
menyembunyikan emosi
- Mudah
berpengaruh
- Mudah
goyah menghadapi krisis
- Lebih
pasif
- Kurang
kompetitif
- Kurang
logis
-
Berorentasi ke rumah
- Kurang
terampil bisnis
- Kurang
berterus terang
-
Berperasaan mudah tersinggung
- Tidak
suka bertualang
- Sulit
mengatasi persoalan
- Lebih
sering menangis
- Kurang
rasa percaya diri
- Kurang
menyukai sikap agresif
- Kurang
ambisi
- Sulit
membedakan rasio dan rasa
- Kurang
memahami seluk-beluk
perkembangan
dunia
- Jarang
tampil sebagai pemimpin
- Kurang
merdeka
- Pemikiran
kurang unggul
- Kurang
bebas berbicara
- Lebih
subyektif
|
PENUTUP
Kesimpulan dan saran
Masyarakat melihat sedikit perbedaan antara pria dan
wanita pada beberapa sifat kepemimpinan di atas. Mayoritas orang mengatakan
bahwa ketika membicarakan soal kecerdasan dan inovasi berdasarkan empat survei
global terpisah dari PEW Research Center, Harvard Business Review, Business
Tech, dan Business Insider pria dan wanita menampilkan kualitas yang sama
besar. Dan hampir keseluruhan masyarakat tidak melihat perbedaan gender dalam
ambisi, kejujuran, dan ketegasan.
Namun, masih banyak yang membedakan kualitas
kepemimpinan antara pria dan wanita berdasarkan karakteristik tertentu.
Misalnya, pemimpin pria mencetak skor yang lebih tinggi dalam aspek membuat keputusan-keputusan
sulit dan penanganan isu-isu kontroversial atau krisis, dengan tenang dan penuh
percaya diri.
Publik juga lebih cenderung untuk menilai wanita
menjadi sosok pemimpin yang lebih teratur dan terorganisir daripada pria, dan
jarang yang menilai sebaliknya. Selain itu, menurut temuan survei, responden
menilai pemimpin wanita lebih tinggi pada memimpin laki-laki dengan menjadi
“sosok yang memberikan contoh”; lebih baik dalam berkomunikasi secara terbuka
dan transparan; lebih mungkin untuk mengakui kesalahan; dan mengeluarkan
potensi terbaik dalam diri orang lain. Selain itu, masyarakat lebih cenderung
menilai bahwa wanita lebih memiliki sifat kasih sayang dan menunjukkan
kompetensi ‘mengasuh’, seperti mengembangkan potensi orang lain dan membangun
hubungan.
Apa yang diperlukan untuk mengembangkan seorang
pemimpin besar, baik laki-laki atau perempuan, adalah kesediaan mereka sendiri
untuk mengembangkan diri, diberikan kesempatan untuk tumbuh melalui tugas
pekerjaan yang menantang, dan dukungan melalui pendampingan dan pembinaan dari
para pemimpin senior.
DAFTAR
PUSTAKA
Quamila, Ajeng. 2017. “Siapa yang Lebih Baik Jadi Pemimpin:
Pria atau Wanita?”, Artikel diambil
dari internet pada 19 November 2018 melalui : https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/pemimpin-yang-lebih-baik-pria-atau-wanita/
Budiman.
2009. “HUBUNGAN
ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN WANITA DENGAN
DISIPLIN KERJA”,Artikel diambil
dari internet pada 19 November 2018 melalui : http://eprints.ums.ac.id/3705
Rianti, Della. 2009 “Figur Perempuan Sebagai Pemimpin” ,Artikel
diambil dari internet pada 19
November 2018 melalui : https://news.detik.com/opini/d-1073257/figur-perempuan-sebagai-pemimpin
“Kepemimpinan Wanita” , Artikel diambil dari internet
pada 19 November 2018 melalui : http://c3i.sabda.org/kepemimpinan_wanita
Dwi, Kusuma. 2016. “Kepemimpinan
Perempuan dalam Ruang Publik: Refleksi Gaya Kepemimpinan Menteri Susi
Pudjiastuti”, Artikel diambil dari internet pada 19 November 2018 melalui :
https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/kepemimpinan-perempuan-dalam-ruang-publik-refleksi-gaya-kepemimpinan-menteri-susi-pudjiastuti
Goro, Elkana. 2014. “KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM BIROKRASI”. Artikel
diambil dari internet pada 20
November 2018 melalui :
http://elkanagoro.blogspot.com/2014/03/kepemimpinan-perempuan-dalam-birokrasi_9918.html
“makalah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
dan kepuasan kerja pegawai” ,Artikel diambil dari internet pada 20 November 2018 melalui : https://ahditunggal.wordpress.com/2014/10/26/makalah-pengaruh-gaya-kepemimpinan-terhadap-kinerja-dan-dan-kepuasan-kerja-pegawai/
Wahyu, Rina. 2011. “PEREMPUANPUN MAMPU MENJADI SEORANG PEMIMPIN”.Artikel
diambil dari internet pada 06 April 2018melalui : https://rinawahyu42.wordpress.com/2011/06/10/perempuanpun-mampu-menjadi-seorang-pemimpin/