semua tentang BI

Fungsi Bank Indonesia
STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA
:: Lembaga Negara yang Independen
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/fungsi-bi/status/PublishingImages/lorong.jpg
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yait​u UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerint​​ah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan
Fungsi Bank Indonesia
VISI, MISI DAN SASARAN STRATEGIS BANK INDONESIA

:: Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

:: Misi
1.      Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2.      Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif  dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3.      Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4.      Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

:: Nilai-Nilai Strategis
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork

:: Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

1.      Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
2.      Menjaga stabilitas nilai tukar
3.      Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
4.      Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
5.      Mewujudkan keuangan  inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
6.      Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
7.      Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel 
8.      Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
9.      Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
10.  Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
11.  Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK
Fungsi Bank Indonesia
 TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA

:: Tujuan Tunggal
tambatan_kestabilan1.jpgDalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
:: Tiga Pilar Utama   
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. berikut tugas dan fungsi Bank Indonesia yang telah dituangkan dalam bentuk gambar berisi tiga pilar.
pilar-BI.PNG
Dewan Gubernur
DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA

:: Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/PublishingImages/dg.jpgDalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan berikutnya.
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan  rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia. (vide Pasal 41 UU No.3 Tahun 2004 yang mengubah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau berhalangan tetap.


:: Profil Dewan Gubernur

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/PublishingImages/agus_thumb.jpg
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/PublishingImages/mirza_thumb.jpg
Deputi Gubernur Senior :
Mirza Adityaswara
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/PublishingImages/pw_thumb1.jpg
Deputi Gubernur :
Perry Warjiyo
erwin_thumb.jpg
Deputi Gubernur :
Erwin Riyanto
sugeng_thumb.jpg
Deputi Gubernur :
Sugeng
rosmaya_thumb.jpg
Deputi Gubernur :
Rosmaya Hadi
Organisasi
struktur-organisasi2.png


 
KETERANGAN​
​JARINGAN KANTOR : DALAM NEGERILUAR NEGERI


profil_KD.png

visi_D.png
Undang-Undang BI
UNDANG-UNDANG TERKAIT BANK INDONESIA

1. Undang-Undang tentang Bank Indonesia 
Tahun
Undang-Undang/PERPU
2009
2008
2004
1999
1968

1958

1953

2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
3. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999
4. Undang-Undang Tentang Perbankan
5. Undang-Undang Tentang Transfer Dana
:: Undang-Undang Terkait
3.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
4.      Undang-Undang No.24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara
5.      Undang-Undang No.25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
6.      Undang-Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
7.      Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
8.      Undang-Undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
9.      Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
:: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
1.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.24 tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
2.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Hubungan Kelembagaan
KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA

Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
:: Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif.
Beberapa Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sbb :

1.     Departemen Keuangan (MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU tentang BI sebagai Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, SKB tentang Penatausahaan Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan)
2.     Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan
3.     Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan uang palsu
4.     Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM
5.     Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) : MoU tentang Penyusunan Master Repurchase Agreement (MRA)
Hubungan Kelembagaan
HUBUNGAN KERJASAMA INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN BANK INDONESIA

BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI menjalin kerjasama internasional meliputi bidang-bidang :
1.        Intervensi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
2.        Penyelesaian transaksi lintas negara
3.        Hubungan koresponden
4.        Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku bank sentral
5.        Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.

 
Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain :

1.        The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
2.        The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA)
3.        The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
4.        ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
5.        Bank for International Settlement (BIS)

 
Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain :
1.     Association of South East Asian Nations (ASEAN)
2.     ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
3.     Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
4.     Manila Framework Group (MFG)
5.     Asia-Europe Meeting (ASEM)
6.     Islamic Development Bank (IDB)
7.     International Monetary Fund (IMF)
8.     World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
9.     World Trade Organization (WTO)
10.  Intergovernmental Group of 20 (G20)
11.  Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
12.     Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer)
LOGO DUN-07.png 
Program Sosial Bank Indonesia atau PSBI merupakan bentuk kepedulian atau empati sosial Bank Indonesia untuk berkontribusi dalam membantu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat. Melalui program sosial, Bank Indonesia juga berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia.

Kontribusi yang diberikan sejak tahun 2005 tersebut, kini memasuki babak baru. Sejalan dengan program transformasi Bank Indonesia, PSBI juga berubah. Perlahan-lahan mulai meninggalkan paradigma filantropi, menuju pemberdayaan berkelanjutan yang mampu meningkatkan nilai-nilai ekonomi, sosial dan lingkungan di masyarakat. Lebih spesifik, PSBI kini difokuskan pada program pemberdayaan yang bertujuan pada penguatan ekonomi rumah tangga.

Bank Indonesia meyakini, bahwa sektor rumah tangga berperan penting dalam pilar ekonomi nasional seperti halnya sektor swasta dan pemerintah. Rumah tangga yang kuat secara ekonomi dan edukasi secara agregat dapat mendukung pencapaian stabilitas ekonomi, khususnya melalui pencapaian inflasi yang rendah dan terkendali.

222.png
 


Dengan semangat Dedikasi Untuk Negeri, Bank Indonesia didukung 45 Kantor Perwakilan di seluruh Indonesia berkomitmen untuk terus berkontribusi, berempati dan peduli dalam membantu mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi di masyarakat yang dapat memberikan nilai bagi negeri dan institusi.

PSBI meliputi dua jenis program, yakni Program Strategis dan Kepedulian Sosial. Program Strategis mencakup program pengembangan ekonomi dan program peningkatan pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang tujuan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Sementara Program Kepedulian Sosial, merupakan kegiatan kepedulian atau empati terhadap permasalahan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, keagamaan, dan penanganan musibah dan bencana alam. 

Tahun 2016, PSBI memiliki tema strategis tahunan "Mendukung Pemulihan Ekonomi Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Kuat, Berkesinambungan dan Inklusif"

Dalam rangka mendukung fokus pemberdayaan kepada ekonomi rumah tangga, Bank Indonesia juga mengimplementasikan Program Unggulan yang terdiri Program Indonesia Cerdas dan Program Pemberdayaan Perempuan. Program Unggulan ini diharapkan dapat menjadi identitas dari Program Sosial Bank Indonesia.
Perpustakaan
perpus1.jpg 
Selamat Datang di...
Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia

Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia hadir untuk memberikan pelayanan prima dalam mendukung kegiatan riset dan kebijakan yang berbasis pengetahuan di Bank Indonesia, melalui : (1) kelengkapan koleksi di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan bidang lainnya terkait peningkatan kompetensi SDM; (2) ketersediaan fasilitas IT dan infrastruktur yang lengkap dan friendly access bagi pemustaka ; (3) SDM yang ramah, proaktif dan siap membantu melayani kebutuhan pemustaka akan referensi dan informasi. Sebagai bentuk komitmen dalam memberikan layanan prima, Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia telah bersertifikasi ISO 9001:2008 sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang.

perpus2.jpgKoleksi Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia dibagi dalam 2 kategori yaitu Koleksi Inti (subyek khusus sesuai bidang tugas Bank Indonesia) dan Koleksi Pelengkap (subyek umum), dengan proporsi ditargetkan 80:20. Pengelolaan koleksi cetak, digital, maupun online, dilakukan secara tertib dan profesional oleh petugas perpustakaan, serta didukung oleh website dan fasilitas search engine yang modern sehingga lebih memudahkan akses bagi pemustaka.
Adapun Koleksi yang dikelola diantaranya Publikasi BI berupa laporan, statistik, jurnal, hasil penelitian, dan seminar, publikasi dari Kementrian/Lembaga, publikasi lembaga penelitian swasta, Karya Ilmiah, buku teks dari penerbit nasional dan internasional, majalah, tabloid, dan koran serta koleksi kliping berita dari tahun 1998 sampai terkini.

perpus4.jpgSelain itu, perpustakaan juga memiliki koleksi online, yaitu Buku Elektronik (IG Publishing), Jurnal Elektronik (ScienceDirect, JSTOR, ProQuest, Emerald, Buletin Indonesian Economic Studies), Database Online (Currency News, Bankscope, EPFR, Bussiness Monitor Online, Hukum Online, IMD), dan Berita online (Asian Wall Street Journal, Financial Times, The Economist, Harvard Business Review, dan Dotsolution).
Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia membuka pintu dan menanti kedatangan Anda.... fasilitas yang disediakan antara lain penelusuran koleksi melalui On-line Public Access Catalog (OPAC), ruang baca yang nyaman, ruang diskusi, ruang anak, lounge area, wifi, fotokopi dalam jumlah terbatas secara gratis, dan layanan referensi.
Perpustakaan Bank Indonesia juga terdapat di 45 Kantor Perwakilan Bank Indonesia.

logo_perpus.gif 
Senin - Kamis : 07.10 - 18.00 WIB
Jumat : 07.10 - 11.30 & 13.00 - 18.00 WIB

Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 2
Jl. MH. Thamrin No.2, Jakarta Pusat - 10350
pusriset@bi.go.id;021 – 2981 8216/8245
Museum
·         Latar Belakang

·         Misi dan Visi

·         Denah Museum

·         Program Utama

·         Fasilitas

VISI DAN MISI MUSEUM BANK INDONESIA
Misi
Menyediakan sarana edukasi kepada masyarakat secara menarik dengan memanfaatkan teknologi informasi yang tepat guna mengenai:
·         Fungsi dan peran Bank Indonesia dari waktu ke waktu
·         Gedung cagar budaya milik Bank Indonesia dan benda-benda koleksi yang terkait dengan sejarah Bank Indonesia, termasuk pelestariannya
·         Ilmu pengetahuan ekonomi, moneter, dan perbankan yang diperlukan masyarakat setempat
Visi
Visi yang ingin dicapai oleh Museum Bank Indonesia adalah menjadi wahana sumber informasi tentang sejarah Bank Sentral Indonesia, dan komunikasi kebijakan yang terpercaya, informatif, modern dan menarik yang dikelola secara profesional.
Governance
GOVERNANCE FRAMEWORK
Dalam penerapan dan penegakan tata kelola di Bank Indonesia, diperlukan kerangka konseptual yang mengintegrasikan seluruh elemen governance yang mencakup pondasi awal hingga tujuan akhir yang akan dicapai. Untuk itu telah disusun kerangka kerja tata kelola (governance framework) Bank Indonesia yang menggambarkan elemen pokok yang diperlukan untuk mengimplementasikan tata kelola yang baik.
Kerangka kerja tata kelola Bank Indonesia memuat lima elemen pokok sebagai berikut:
1.      Prinsip Tata Kelola (Governance Principle) Bank Indonesia yakni prinsip-prinsip yang melandasi pelaksanaan tata kelola di Bank Indonesia,
2.      Komitmen Tata Kelola (Governance Committment) Bank Indonesia yakni wujud komitmen Dewan Gubernur dan satuan kerja untuk menerapkan dan menegakkan Tata Kelola Bank Indonesia,
3.      Struktur Tata Kelola (Governance Structure) Bank Indonesia yakni organ internal dan eksternal Bank Indonesia yang berwenang menjalankan mandat pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan pengawasan terhadap Bank Indonesia,
4.      Proses Tata Kelola (Governance Process) Bank Indonesia yakni serangkaian standard an prosedur yang digunakan oleh Dewan Gubernur dan satuan kerja untuk memastikan penerapan dan penegakan Tata Kelola Bank Indonesia dilaksanakan secara terencana, konsekuen, dan berkelanjutan, dan
5.      Hasil Tata Kelola (Governance Outcome) Bank Indonesia yakni manifestasi dari penerapan dan penegakan Tata Kelola Bank Indonesia yang berdampak positif terhadap penciptaan nilai (value creation) dan keberlansungan mandat Bank Indonesia (sustainability).

Dengan adanya kerangka kerja secara utuh dan menyeluruh tersebut, diharapkan akan mempermudah komunikasi dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal dalam menjelaskan mengenai tata kelola Bank Indonesia.
Gambar Kerangka Kerja Governance Bank Indonesia
gov.PNG
Governance
VISI, MISI DAN SASARAN STRATEGIS BANK INDONESIA

:: Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

:: Misi
1.      Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2.      Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif  dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3.      Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4.      Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

:: Nilai-Nilai Strategis
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork

:: Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

1.      Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
2.      Menjaga stabilitas nilai tukar
3.      Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
4.      Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
5.      Mewujudkan keuangan  inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
6.      Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
7.      Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel 
8.      Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
9.      Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
10.  Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
11.  Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK
Governance
RENCANA STRATEGIS
 arsitektur_AFSBI.PNG
Bank Indonesia berkomitmen untuk menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, sesuai dengan visi Bank Indonesia. Pencapaian visi Bank Indonesia tersebut memiliki horizon pencapaian sampai tahun 2024, dengan dua pentahapan, yaitu restrukturisasi dan penajaman (restructuring and enhancing), serta pembentukan kondisi akhir (shaping the end state).
Komitmen Bank Indonesia untuk mewujudkan fungsi dan kapabilitas baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi ke depan, serta sejalan dengan upaya untuk mewujudkan visi baru Bank Indonesia untuk menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional dilakukan melalui pencanangan program Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI).
Pelaksanaan program AFSBI yang telah dimulai sejak tahun 2014 telah membawa perubahan menyeluruh terhadap Bank Indonesia yang mencakup strategi, struktur, sistem, shared values (nilai-nilai strategis BI), skill(kompetensi), style (kepemimpinan), dan staf (SDM). Hal ini sebagaimana dirumuskan dalam 5 tema penguatan kelembagaan, yaitu: (i) Policy Excellence, (ii) Outstanding Execution, (iii) Institutional Leadership, (iv) Motivated Organization, dan (v) State of the Art Technology.
Implementasi AFSBI tidak hanya berdampak terhadap level operasional di satuan kerja, namun juga berimplikasi terhadap level strategis yakni dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Anggota Dewan Gubernur.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai rencana strategis dapat mengunduh dokumen berikut :
Governance
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU
Pencapaian visi Bank Indonesia sebagai lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional mensyaratkan dukungan kinerja yang tinggi dari perilaku Sumber Daya Manusia (SDM) Bank Indonesia yang berintegritas, jujur, dan profesional. Ketiadaan aspek perilaku tersebut tidak hanya berpotensi menghambat pencapaian kinerja, namun juga dapat menimbulkan risiko hukum dan risiko reputasi sehingga mengakibatkan ketidakpercayaan pemangku kepentingan atau publik terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang yang diamanatkan kepada Bank Indonesia. Hal ini mengingat kredibilitas lembaga erat kaitannya dengan masalah kepercayaan publik terhadap perilaku SDM di lembaga tersebut.
Perilaku yang berintegritas, jujur, dan profesional merupakan proses penciptaan karakter di lingkungan kerja yang memerlukan waktu dan proses. Untuk itu, agar proses adaptasi menuju ke arah yang diharapkan, maka diperlukan suatu aturan yang mengatur secara jelas etika dan norma perilaku serta diberlakukan secara menyeluruh bagi seluruh SDM yang dibarengi dengan proses penegakan secara konsisten.
Meninjau kondisi saat ini, visi BI ke depan, dan risiko reputasi dan hukum yang mungkin timbul dari perilaku yang tidak diatur secara tegas dan jelas, maka perilaku dan tindakan pegawai Bank Indonesia diatur secara rinci dalam aturan kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia. Aturan ini diberlakukan menyeluruh bagi seluruh SDM BI yaitu pegawai BI, pegawai yang dipekerjakan oleh BI, dan Anggota Dewan Gubernur, serta mantan pegawai pangkat tertentu dan Anggota Dewan Gubernur untuk aturan cooling-off period. Ketentuan ini mencakup norma moral dan standar perilaku yang sesuai dengan kebutuhan Bank Indonesia, serta diyakini mampu menciptakan SDM Bank Indonesia yang berkinerja tinggi, berintegritas, jujur, dan profesional. Penerapan aturan kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia diaktualisasikan di lingkungan kerja dan masyarakat dengan:
1.      menegakkan integritas dan profesionalisme,
2.      menghindari konflik kepentingan,
3.      menjaga kemandirian dan ketidakberpihakan,
4.      bersikap adil, dan
5.      menjaga kesusilaan, kesopanan, dan perilaku bermasyarakat. 

Setiap pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku serta sistem dan prosedur yang berlaku akan dikenakan sanksi disiplin. Penegakan disiplin dilakukan dengan pengenaan sanksi ringan, sedang, dan berat tergantung dari pelanggaran yang dilakukan pegawai.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kode etik dapat mengunduh dokumen berikut.
Governance
GRATIFIKASI
Bank Indonesia senantiasa berkomitmen untuk memperkuat governance khususnya terkait konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas. Salah satu konflik kepentingan yang menjadi perhatian Bank Indonesia adalah terkait dengan penerimaan/pemberian hadiah (gratifikasi). Penerimaan hadiah yang terkait dengan tugas dan jabatan merupakan jembatan terjadinya konflik kepentingan yang merugikan kepentingan lembaga dan merupakan sumber korupsi yang meruntuhkan kredibilitas lembaga dan merugikan negara. Untuk itu, penting dilakukan pengaturan terhadap gratifikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan internal Bank Indonesia mengenai kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia, serta ketentuan mengenai Pengendalian gratifikasi.
Ketentuan internal mengenai pengendalian gratifikasi mengatur secara rinci mekanisme penanganan penerimaan hadiah yang patut diduga ditujukan untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain melalui penggunaan wewenang, yang dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan sebagai Pegawai Bank Indonesia.
Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, Pegawai wajib menolak hadiah yang diduga diberikan karena jabatan. Dalam hal penerimaan hadiah tidak dapat ditolak karena keadaan memaksa atau diterima oleh keluarga, Pegawai wajib berupaya untuk segera mengembalikan hadiah kepada pihak pemberi dan menginformasikan mengenai aturan larangan penerimaan hadiah di Bank Indonesia.
Untuk memastikan terjaganya komitmen insan Bank Indonesia dalam penerimaan gratifikasi, Bank Indonesia memiliki ketentuan yang mengatur mengenai prosedur pengendalian gratifikasi. Dalam penegakannya, telah dibentuk Unit Pengendalian Gratifikasi yang akan menangani pelaporan penerimaan gratifikasi dari pegawai dan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas adanya pelaporan gratifikasi tersebut.
Governance
WHISTLE BLOWING SYSTEM
Untuk melengkapi infrastruktur etik dan mendeteksi adanya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku, Bank Indonesia menerapkan sistem pelaporan pelanggaran melalui Whistle Blowing System (WBS) Bank Indonesia.Whistle Blowing System (WBS) adalah sarana pelaporan bagi kalangan intern Bank Indonesia khususnya dan masyarakat untuk melaporkan adanya perilaku atau tindakan yang melanggar Kode Etik dan Perilaku Bank Indonesia yang dilakukan oleh insan Bank Indonesia.
WBS menyediakan sistem yang terkoordinasi dan terintegrasi mulai dari penerimaan laporan hingga tindak lanjut penegakan dugaan pelanggaran. Melalui sistem tersebut, masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran etik, perilaku, dan prosedur kerja yang dilakukan oleh sumber daya manusia Bank Indonesia sebagai bentuk kontrol sosial. Setiap laporan akan dijaga kerahasiannya dan dalam hal terdapat bukti yang cukup akan ditindaklanjuti pada proses investigasi selanjutnya. Keberadaan WBS menciptakan sistem saling mengawasi terhadap kesesuaian perilaku dan ketaatan prosedur kerja yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia Bank Indonesia. WBS juga sebagai bentuk komitmen BI untuk senantiasa menjaga integritas dan profesionalitas, termasuk akuntabilitas dalam penegakan terhadap dugaan pelanggaran.
Adapun sarana pelaporan yang disediakan adalah sebagai berikut :
​Website
​Surat
​ WBS-BI, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350
Faksimili​
​ (+62) 21 2310689
​ E-mail
​ wbsbi@bi.go.id
​SMS
​ (+62) 8118692724
​Telepon
 ​(+62) 21 29817752

Laporan WBS dapat diakses lebih lanjut melalui Whistle Blowing System Bank Indonesia.
Governance
LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, Bank Indonesia mewajibkan pimpinan dan pegawai Bank Indonesia untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kewajiban pelaporan harta kekayaan ini merupakan infrastruktur yang digunakan untuk mencegah potensi terjadinya penyalahgunaan jabatan dan kewenangan, menanamkan kejujuran dan integritas, serta keterbukaan di kalangan penyelenggara negara dan komitmen untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih di seluruh jenjang organisasi.
Pegawai yang diwajibkan melaporkan tidak hanya terbatas pada pegawai yang berada pada level pimpinan. Namun, mencakup pula pegawai pada level pelaksana yang memiliki tugas yang berhubungan langsung dengan pihak eksternal misal pada bidang perizinan, pengadaan, penerimaan pegawai, perkasan, dan pengelolaan fisik uang.
Sejalan dengan kewajiban yang diamanatkan dalam undang-undang, penyampaian LHKPN dilakukan pada saat pertama kali pegawai menduduki pangkat/jabatan, dan diperbaharui setiap 2 (dua) tahun dari penyampaian LHKPN sebelumnya. Sebelum memasuki batas usia pensiun, pegawai kembali diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN.
Untuk menjaga komitmen dan memastikan penerapan kewajiban tersebut, penyampaian LHKPN oleh pegawai menjadi salah satu syarat dalam proses promosi. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut juga menjadi objek penegakan disiplin Bank Indonesia.
Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.... baca selengkapnya 
:: Ikhtisar Moneter
http://www.bi.go.id/id/moneter/PublishingImages/tkm1.jpg
memuat hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh BI. TKM dipublikasikan secara bulanan setelah RDG pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November dan Desember.


http://www.bi.go.id/id/moneter/PublishingImages/lap_perekonomian.jpg
merupakan bentuk laporan pelaksanaan tugas dan wewenang BI yang disampaikan kepada DPR dan Pemerintah pada setiap tahun dalam rangka pemenuhan amanat yang digariskan dalam UU No.23/1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU No.3/2004.


http://www.bi.go.id/id/moneter/PublishingImages/laporan_kpd_dpr.jpg
disampaikan setiap triwulannya, memuat hasil evaluasi perekonomian, kebijakan moneter, perbankan, sistem pembayaran dan manajemen intern BI.
http://www.bi.go.id/id/moneter/PublishingImages/data_proyeksi.jpg
diumumkan kepada pelaku pasar dan masyarakat sebanyak dua kali setiap harinya melalui website BI, BI-SSSS dan sarana lainnya, untuk membantu pengelolaan kebutuhan likuiditasnya dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Tujuan Kebijakan Moneter
Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah.  Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. 
Kerangka Kebijakan Moneter
Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia

Dalam  melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakanInflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter.   

Apa itu ITF   |   Mengapa ITF?    |    Bagaimana ITF diterapkan?
 
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan.  Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik.  Secara operasional,  stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar (crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal anchor)  baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter.  Jangkar nominal adalah variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya.  Misalnya kalau nilai tukar dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik. 

Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa adanya jangkar nominal, tidak ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi.  Ibarat kapal yang mengapung di lautan tanpa kejelasan kearah mana kapal dilabuhkan.  Sebaliknya, dengan adanya jangkar nominal masyarakat akan membuat ekspektasi inflasi yang diperlukan dalam kalkulasi usahanya sesuai dengan jangkar nominal tersebut.  Dengan mengumumkan sasaran inflasi dan Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapainya akan meningkatkan kredibilitas kebijaan moneter yang pada gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI. 

Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
·         ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat.  Dengan sasaran inflasi secara eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi.  Sebaliknya dengan sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan.

·         ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.

·         ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang memerlukan time lag.

·         ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter.  Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspek-aspek good governance dari sebuah bank yang telah diberikan independensi.

·         ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan inflasi.  Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.
·          Bagaimana ITF diterapkan?

Dalam kerangka ITF, Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu.  Setiap periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.  Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi inflasi ke depan.  Jika proyeksi inflasi sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan menggunakan instrumen yang dimiliki.  Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter. 
·         Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap kondisi inflasi danoutlook ke depan serta keputusan yang diambil. Jika sasaran inflasi tidak tercapai maka diperlukan penjelasan kepada publik dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengembalikan inflasi sesuai dengan sasarannya.
Inflasi

Pengen​alan Inflasi

Definisi Inflasi    |    Disagregasi Inflasi   |   Pentingnya Kestabilan Harga

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1.     Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]

2.     Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. 


Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1.     Kelompok Bahan Makanan
2.     Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3.     Kelompok Perumahan
4.     Kelompok Sandang
5.     Kelompok Kesehatan
6.     Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7.     Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Disagregasi Inflasi   |   Pentingnya Kestabilan Harga

Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1.     Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
o    Interaksi permintaan-penawaran
o    Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
o    Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen

2.     Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti  terdiri dari :
o    Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.  
o    Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
3.         
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi outputpotensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. 
http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/pengenalan/PublishingImages/Inflasi2.png
Pentingnya Kestabilan Harga

Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Inflasi
Bank Indonesia dan Inflasi

Inflasi sebagai ‘single objective
Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia fokus pada pencapaian sasaran tunggal atau ‘single objective-nya’, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negara lain.  …baca selengkapnya
Pengendalian Inflasi
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. …baca selengkapnya
Penetapan Target Inflasi
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1% …baca selengkapnya
Koordinasi Pengendalian Inflasi

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia. Dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak yang terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, shocks terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices).

Berdasarkan karakteristik inflasi yang masih rentan terhadap shocks tersebut, untuk mencapai inflasi yang rendah, pengendalian inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas instansi, yakni antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Diharapkan dengan adanya harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan tersebut, inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai yang pada gilirannya mendukung kesejahteraan masyarakat.

http://www.bi.go.id/id/moneter/koordinasi-pengendalian-inflasi/PublishingImages/inflasi_graph1.png 

Gambar I. Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah Dalam Pengendalian Inflasi

Menyadari pentingnya peran koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005. Penguatan koordinasi kemudian dilanjutkan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas peran TPID. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian dan Kemendagri.

http://www.bi.go.id/id/moneter/koordinasi-pengendalian-inflasi/PublishingImages/tpid_graph2.png 

Gambar II. Keterkaitan Antara TPI, Pokjanas TPID dan TPID
Koordinasi Pengendalian Inflasi

Tentang Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI)

Pembentukan TPI didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB)  Menteri Keuangan No.88/KMK.02/2005 dan Gubernur Bank Indonesia No.7/9/KEP.GBI/2005 yang berlaku untuk masa tugas 1 tahun (tahun 2005).Untuk selanjutnya, dasar hukum pelaksanaan tugas TPI diatur dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan (Menkeu) yang ditetapkan setiap tahun.

TPI dibentuk berdasarkan pertimbangan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan satu sasaran yang ingin dicapai Pemerintah, sebagai bagian dalam upaya menjaga stabilitas makro ekonomi sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.

Tugas dan Fungsi
Merujuk pada pertimbangan awal pembentukan TPI yang dituangkan dalam Keputusan  Menteri Keuangan (KMK), di dalamnya termaktub beberapa tugas utama yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan tugas TPI, yakni:
1.        Melakukan koordinasi dalam rangka penetapan sasaran inflasi tiga tahun ke depan;
2.        Melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan yang ditempuh;
3.        Melakukan koordinasi dalam rangka merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung kepada pencapaian sasaran inflasi kepada Menteri Keuangan.

Susunan Keanggotaan

Selain BI, keanggotaan TPI adalah dari instansi terkait dari Pemerintah yang kebijakannya berkaitan dengan kebijakan di bidang harga dan pendapatan. Dengan pertimbangan tersebut, keanggotaan TPI dari instansi terkait di Pemerintah adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Susunan keanggotaan dari setiap tahun diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan terutama dalam rangka meningkatkan efektivitas pengendalian inflasi. Pada tahun 2012, keanggotaan Tim diatur dalam No. 966/KM.1/2012 terdiri dari Pengarah, Penanggung Jawab, Tim Pelaksana dan Sekretariat Tim.

Program/Agenda Kerja

Mekanisme kerja TPI disandarkan pada tugas-tugas yang tercantum di dalam Keputusan Menteri Keuangan yang diperbaharui setiap tahunnya. Di dalam KMK tersebut, untuk level teknis tim antara lain melakukan pertemuan rutin setiap bulan yang mengagendakan beberapa hal, diantaranya untuk memperoleh updating dan monitoring kebijakan masing-masing instansi yang berdampak pada inflasi. Dengan pertukaran informasi tersebut, TPI dapat mengidentifikasi sumber-sumber sekaligus potensi tekanan inflasi ke depan sehingga dapat menyelaraskan berbagai kebijakan di masing-masing instansi agar konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi.

Selain itu, untuk memperkuat keberadaan dan peran TPI dilakukan juga pertemuan di tingkat eselon I pertemuan tersebut yang merupakan pertemuan pembuat keputusan (decision maker) dari masing-masing lembaga. Dalam pertemuan tersebut dikemukakan beberapa permasalahan yang terkait dengan pengendalian inflasi dikemukanan sekaligus pilihan-pilihan kebijakan yang mungkin ditempuh. Dengan pertemuan tingkat tinggi tersebut, permasalahan pengendalian inflasi yang telah teridentifikasi di level teknis dapat ditindak-lanjuti sehingga kinerja TPI menjadi lebih efektif.

Selanjutnya, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tersebut, TPI bertanggung jawab memberikan laporan kepada Menteri Keuangan di setiap akhir tahun periode tugasnya.

Untuk tahun 2013, Kegiatan TPI akan difokuskan pada beberapa kegiatan, yaitu
1.        Pemantauan dan identifikasi tekanan inflasi serta penyusunan rekomendasi mengenai langkah-langkah pengendalian tekanan inflasi.
2.        Melakukan asesmen dan menyusun rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan dalam konteks implementasiUndang-undang No.18/2012 tentang Pangan.
3.        Penguatan aspek kelembagaan dan penyelarasan kegiatan antara TPI dan Pokjanas TPID.
4.        Penguatan kapasitas sumber daya manusia dan penerbitan publikasi singkat tentang inflasi.


Kontak Kami
 Divisi Inflasi, Departemen Riset dan Ekonomi Moneter, Bank Indonesia
Telp 2310108 ext.6904


 Badan Kebijakan Fiskal, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kementerian Keuangan
Telp 021-3441 463
Koordinasi Pengendalian Inflasi

Tentang Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

Inisiatif pembentukan TPID dimulai sejak 2008 dengan dukungan dari berbagai kalangan, khususnya di daerah. Saat initelah terbentuk 93 TPID di 33 provinsi yang mencerminkan semakin tingginya kesadaran daerah terhadap implikasi inflasi bagi kegiatan pembangunan dan untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

Keberadaan TPID juga menekankan pentingnya kerangka kerjasama yang lebih bersinergi antar daerah sejalan dengan implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Besarnya komitmen daerah untuk turut berpartisipasi menjaga stabilitas harga tertuang dalam Agenda Jakarta 2011 yang merupakan hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) II TPID yang diselenggarakan pada 16 April 2011. Pada Rakornas II TPID juga disepakati pembentukan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang beranggotakan Bank Indonesia (BI), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Nomor. MOU-01/M.EKON/03/2011, 13/I/GBI/DKM/NK, 300-194 Tahun 2011 .  Sebagai tindak lanjut dari MoU tersebut, pada penyelenggaraan Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID Jakarta-Jabar-Banten tanggal 14 Juli 2011 ditandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS)  antara ketiga pihak tersebut yang menandai terbentuknya Pokjanas TPID.

Pokjanas TPID berperan dalam mengkoordinasikan sekaligus mengarahkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh TPID dalam menjaga stabilitas harga di daerah. Selain itu, Pokjanas TPID dibangun sebagai sarana untuk memperkuat sinergi pusat-daerah dalam mengatasi berbagai persoalan di daerah yang memerlukan kebijakan pemerintah pusat. Berbagai rekomendasi pengendalian harga yang dihasilkan TPID dinilai sedikit banyak telah membantu pemangku kepentingan di daerah dalam merumuskan kebijakan terkait pengendalian harga. Keanggotaan TPID yang terdiri atas berbagai instansi pemerintahan daerah, Kantor Bank Indonesia (KBI), Biro Perekonomian, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, Bulog, BUMD, serta pihak terkait lainnya sejauh ini mampu membuka jalan bagi sinergi koordinasi kebijakan dan kegiatan dalam kerangka stabilitas harga.

Koordinasi yang solid di antara berbagai penentu kebijakan publik di daerah tersebut menghasilkan kombinasi kebijakan yang terintegrasi, sehingga secara keseluruhan berdampak positif bagi terjaganya harga barang pokok bagi masyarakat.  Ke depan, TPID diharapkan tidak hanya menyasar persoalan yang memicu gejolak harga melalui pendekatan yang bersifat jangka pendek, namun secara bertahap direncanakan mulai menyentuh pada solusi atas berbagai persoalan yang bersifat struktural seperti peningkatan produktivitas, kelancaran distribusi, dan struktur pasar yang efisien.

Tugas dan Fungsi
Tugas Pokjanas TPID secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tugas yang dilakukan oleh masing-masing anggota (Tugas Para Pihak) dan tugas yang dalam pelaksanaannya diemban bersama (Tugas Kolektif).

Tugas Para Pihak merupakan tugas yang menjadi tanggung jawab dari masing-masing unsur yang terlibat dalam Pokjanas TPID (Kemenko, BI, dan Kemendagri) sesuai dengan kewenangan dan tugas pokok masing-masing instansi. Sementara tugas kolektif merupakan tugas bersama dalam rangka mengkoordinasikan pelaporan dan evaluasi TPID, memfasilitasi pembentukan TPID, dan strategi pengembangan TPID, serta edukasi/sosialisasi kepada publik terkait berbagai isu tentang stabilitas harga.

Susunan Keanggotaan
Keanggotaan Pokjanas TPID terdiri dari Bank Indonesia, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri.Susunan keanggotaan Pokjanas TPID dapat disesuaikan dengan kebutuhan terutama dalam rangka meningkatkan efektivitas pengendalian inflasi.  Saat ini, keanggotaan Pokjanas TPID terdiri dari Pengarah, Komite Kebijakan, Tim Pelaksana, dan Sekretariat.


Mekanisme Kerja dan Program Kerja
Tim Pelaksana melakukan pemantauan secara rutin perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi di level teknis. Hasil pemantauan tersebut kemudian disampaikan kepada Komite Kebijakan bersama dengan usulan rencana aksi dan rekomendasi kebijakan kepada Komite Kebijakan. Komite kebijakan kemudian mengambil keputusan dan memberikan arahan serta masukan kepada Tim Pelaksana terkait pelaksanaan tugas Pokjanas TPID dalam rangka mengatasi permasalahan inflasi daerah.

Dalam hal usulan ataupun rekomendasi kebijakan yang disampaikan bersifat strategis dan membutuhkan keputusan di level yang lebih tinggi, Komite Kebijakan kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Pengarah. Adapun fungsi Sekretariat dalam Pokjanas TPID adalah menatausahakan kegiatan dan dokumen, menyelenggarakan rapat, serta melaksanakan tugas kesekretariatan lainnya. Sekretariat Pokjanas TPID saat ini disepakati bertempat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Rapat koordinasi di tataran teknis, pada tingkat pelaksana, dilakukan secara rutin sekali dalam sebulan untuk membahas berbagai isu terkait perkembangan harga di daerah dalam bulan berjalan. Sementara rapat Komite Kebijakan diselenggarakan minimal satu kali dalam satu tahun untuk membahas isu-isu strategis terkait kebijakan harga di daerah. Rapat koordinasi Komite Kebijakan dilaksanakan apabila terdapat hal-hal penting dan strategis yang memerlukan keputusan ataupun menghasilkan kebijakan dalam lingkup nasional.

Dalam kerangka penguatan koordinasi dan kerjasama, Pokjanas TPID juga memfasilitasi berbagai kegiatan forum koordinasi. Di tingkat nasional, Pokjanas TPID menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID yang merupakan wadah pertemuan seluruh TPID se-Indonesia. Forum koordinasi juga diselenggarakan dalam lingkup antar wilayah melalui Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil), serta melalui Rapat Koordinasi Pusat-Daerah Berbagai forum koordinasi ini bertujuan untuk menginventarisasi permasalahan pengendalian harga yang perlu menjadi prioritas untuk ditangani. Beberapa rekomendasi solusi yang dihasilkan dan memerlukan penanganan langsung dari Pemerintah Pusat dikomunikasikan oleh Pokjanas TPID kepada Kementerian/Lembaga terkait.


Kontak Sekretariat Tim
Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Telp 021-3521843

Direktorat Jenderal Pengembangan Ekonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri
Telp 021-7942631

Divisi Asesmen Inflasi, Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia
Telp 021-2310108 ext.690
Operasi Moneter
PENJELASAN OPERASI MONETER

Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI 7DDR). Dalam tataran operasional, BI 7DDR tercermin dari suku bunga pasar uang jangka pendek yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter. Sejak 9 Juni 2008, BI menggunakan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB)1 overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
Agar pergerakan suku bunga PUAB o/n tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI 7DDR), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui pelaksanaan operasi moneter (OM).
Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam rangka mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga PUAB o/n.  Sementara instrumen Standing Facilities merupakan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah  (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka membentuk koridor suku bunga di PUAB o/n. OPT dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia, sementara Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank.
Instrumen Operasi Moneter
 instrumen_om.png
Keterangan :
PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun.
Tautan Terkait:
A. Proyeksi Likuiditas

Untuk menentukan berapa jumlah likuiditas yang harus diserap (absorpsi) maupun disediakan (injeksi) dalam rangka menjaga keseimbangan supply dan demand, Bank Indonesia melakukan estimasi kebutuhan likuiditas perbankan sehingga dapat ditetapkan target operasi moneter setiap harinya. Estimasi likuiditas perbankan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor otonom (autonomous factor) seperti operasi keuangan Pemerintah dan mutasi uang kartal.
Efektivitas operasi moneter berbasis suku bunga tidak terlepas dari adanya informasi yang handal dan setara kepada seluruh pelaku pasar, sehingga tercipta persepsi yang sama untuk mencapai tujuannya, yaitu terbentuknya suku bunga yang wajar. Oleh karena itu, sejak Oktober 2008 Bank Indonesia mulai mengumumkan kondisi likuiditas perbankan kepada pelaku pasar dan masyarakat sebanyak dua kali setiap harinya melalui website Bank Indonesia, BI-SSSS dan sarana lainnya. Dengan adanya informasi mengenai kondisi likuiditas, diharapkan dapat membantu treasury bank dalam mengelola kebutuhan likuiditasnya dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan Operasi Moneter.
Pengumuman proyeksi likuiditas meliputi 2 (dua) materi utama yaitu:
·         Proyeksi Total Likuiditas Tersedia
Proyeksi Total Likuiditas adalah perkiraan ketersediaan likuiditas rupiah di pasar dan merupakan hasil proyeksi dari net perubahan faktor otonomus yang berperan dalam menambah/mengurangi ketersediaan likuiditas rupiah. Ketersediaan likuiditas rupiah antara lain dipengaruhi oleh net aliran masuk/keluar uang kartal dari/ke sistem perbankan dan mutasi rekening pemerintah di Bank Indonesia, net instrumen Operasi Moneter jatuh waktu, dan net perubahan saldo giro perbankan di Bank Indonesia.
·         Proyeksi Excess Reserve
Proyeksi Excess Reserve adalah perkiraan selisih antara saldo giro perbankan di Bank Indonesia dengan kewajiban pemeliharaan Giro Wajib Minimum (GWM).

B. Operasi Pasar Terbuka  
Operasi Pasar Terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi Moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter. Operasi Pasar Terbuka dilakukan untuk mencapai target suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. OPT terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1.        OPT Absorpsi
OPT absorpsi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan melalui penurunan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT absorpsi ini adalah (i) Penerbitan SBI dan SBIS, (ii) Penerbitan SDBI (iii)Transaksi Reverse Repo SBN, (iv) Transaksi Penjualan SBN secara outright, (v) Penempatan berjangka (Term Deposit) dalam rupiah di Bank Indonesia dan (vi) Jual Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Absorpsi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank.
2.        OPT Injeksi
OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan melalui peningkatan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi ini adalah (i) Transaksi Repo, (ii) Transaksi Pembelian SBN secara outright dan (iii) Beli Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Injeksi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank.
Berikut ini adalah tabel jenis instrumen OPT dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya :
opt_injeksi.png  
 injek_likuiditas.png 
 Keterangan:
- VRT (Variable Rate Tender)
- FRT (Fixed Rate Tender)
- FX (foreign exchange)
- SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
- SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)
- SBN (Surat Berharga Negara)
- SDBI (Sertifikat Deposito Bank Indonesia)

Tautan Terkait:
·         PBI Operasi Moneter
·         SE Operasi Pasar Terbuka
·         PBI Operasi Moneter Syariah
​C. Standing Facilities
Koridor Suku Bunga atau Standing Facilities (SF) adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. Penyediaan Standing Facilities berfungsi untuk membatasi volatilitas suku bunga PUAB O/N. Standing facilities terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1.        Penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility), yaitu fasilitas bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan cara merepokan SBI/SDBI/SBN yang dimilikinya kepada Bank Indonesia; dan
2.         Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility), yaitu fasilitas bagi bank yang memiliki kelebihan likuiditas dengan cara menempatkan dana yang dimilikinya kepada Bank Indonesia.
Instrumen dan Keterangan
Penempatan Dana
Penyediaan Dana
Deposit Facility
Deposit Facility - FASBIS
Lending Facility
Financing Facility
Dampak likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Menambah likuiditas
Menambah likuiditas
Frekuensi transaksi
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Jangka waktu
overnight
overnight s.d 14 hari kalender
overnight
overnight
Nominal pengajuan minimal
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Nominal kelipatan
Rp100jt
Rp100jt
1 unit surat berharga
1 unit surat berharga
Mekanisme transaksi
Non Lelang
Aqad Wadiah
FRTAqad qard diikuti rahn
Repo Surat Berharga
Setelmen
T + 0
T + 0
T + 0
T + 0
Suku bunga
Tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin tertentu
Tingkat imbalan FASBIS
Tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin tertentu
Tingkat biaya Repo SBIS/SBSN
Peserta
Bank Konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
Bank Syariah
​Surat Berharga Yang Dapat Direpokan
​-
​-
SBI, SDBI dan SBN​
SBIS dan SBSN​
Keterangan :
·         Sebelum 7 Juli 2010, Deposit Facility disebut FASBI
·         Sebelum 7 Juli 2010, Lending Facility disebut Repo O/N
·         FASBIS: Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Tautan Terkait :
·         PBI Operasi Moneter
·         SE Standing Facilities
·         PBI Operasi Moneter Syariah
Kriteria Surat Berharga & Counterparty   Penyempurnaan Operasi Moneter I Proyeksi Likuiditas Harian

A. Surat Berharga
1.        Kriteria Surat Berharga yang dapat digunakan dalam Operasi Moneter adalah sebagai berikut :
1.        diterbitkan oleh Bank Indonesia dan/atau Negara Republik Indonesia; 
2.        dalam mata uang rupiah; 
3.        ditatausahakan di Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS); 
4.        tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di BI-SSSS; dan 
5.        tidak sedang diagunkan.
2.        Jenis-jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari :
1.        Sertifikat Bank Indonesia (SBI) & Sertifikat Bank Indonesia (SBIS);
2.        Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SBI); dan
3.        Surat Berharga Negara (SBN), yang terdiri dari :
§  Surat Utang Negara (SUN), yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara termasuk ZCB dan ORI; dan 
§  Surat Berharga Syariah Negara (SBS) termasuk SBSN Ritel. 
3.        Persyaratan Surat Berharga : 
Untuk transaksi repo dalam rangka OPT dan lending facility : 
1.        SBI, SBIS dan SDBI memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg transaksi repo.
2.        SBN Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada  saat second leg transaksi repo.


B. Peserta & Perantara Operasi Moneter
Pihak yang dapat menjadi counterparty Bank Indonesia dalam pelaksanaan operasi moneter di pasar keuangan domestik, baik yang melibatkan transaksi rupiah maupun valuta asing harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.        Peserta Operasi Moneter
1.        Peserta Operasi Moneter terdiri dari :
§  Peserta OPT, yaitu Bank dan/atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
§  Peserta Standing Facilities, yaitu bank
2.        Persyaratan peserta Operasi Moneter adalah sebagai berikut:
§  Berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS;
§  Tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter;
§  Wajib memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia;
§  Wajib memiliki rekening giro valuta asing di Bank Indonesia dalam hal peserta operasi moneter mengikuti transaksi OPT di pasar valuta asing.
§  Wajib memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS dan/atau di lembaga kustodian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
§  Peserta Operasi Moneter wajib menyediakan dana yang cukup di rekening giro rupiah di Bank Indonesia dan/atau surat berharga yang cukup di rekening surat berharga di BI-SSSS atau di lembaga kustodian untuk penyelesaian kewajiban pada tanggal penyelesaian transaksi
§  Peserta Operasi Moneter yang mengikuti transaksi di pasar valuta asing wajib menyediakan dana di Bank Indonesia atau transfer dana ke rekening Bank Indonesia yang cukup penyelesaian kewajiban pada tanggal penyelesaian transaksi
§  Peserta OPT dapat mengikuti OPT secara langsung dan/atau tidak langsung melalui lembaga perantara.
3.        Lembaga Perantara
1.        Lembaga Perantara melakukan transaksi OPT untuk kepentingan peserta Operasi Moneter.
2.        Lembaga Perantara sebagaimana dimaksud terdiri dari:
§  Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing; dan
§  Pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
3.        Pialang pasar modal hanya dapat menjadi lembaga perantara dalam transaksi repo, transaksi reverse repo dan transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga secara outright.
4.        Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut :
§  Berstatus aktif sebagai Peserta BI-SSSS; dan
§  Tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang.
Tautan Terkait:
·         PBI Operasi Moneter
·         PBI Operasi Moneter Syariah
Penyempurnaan Operasi Moneter | Proyeksi Likuiditas Harian 
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan operasi moneter dan mendorong perkembangan pasar uang domestik, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi moneter yang mulai dilakukan sejak Maret 2010. Penyempurnaan operasi moneter tersebut dilakukan melalui upaya penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) tenor yang lebih panjang. 
Secara umum, pasar uang domestik berada pada kondisi ekses likuiditas yang bersifat permanen/struktural yang ditunjukkan dengan meningkatnya posisi Operasi Moneter dari waktu ke waktu. Kondisi ekses likuiditas menyebabkan secara harian penawaran (supply) likuiditas umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat permintaannya (demand). Hal tersebut mendorong suku bunga pasar uang jangka pendek, dalam hal ini suku bunga PUAB o/n, berada di level yang rendah.  
Di sisi lain, sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, Bank Indonesia menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek tersebut tidak terlalu melebar dari suku bunga kebijakan (BI Rate) untuk mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan kondisi supply likuiditas harian di pasar uang yang masih tinggi, dan untuk menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek bergerak tidak terlalu jauh dari BI Rate, maka Bank Indonesia akan melakukan operasi pasar terbuka dengan berbagai variasi tenor.
1. Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank Indonesia
Dalam rangka menyempurnakan operasi moneter, Bank Indonesia memperpanjang profil jatuh waktu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Perubahan tersebut dilakukan melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan kepada SBI. dengan tenor yang lebih panjang.
Pelaksanaan lelang dari mingguan menjadi bulanan diharapkan dapat mendorong bank mengelola likuiditasnya dalam rentang waktu yang lebih panjang. Adapun penyerapan ekses likuiditas yang mengutamakan SBI dengan tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang dan pelaksanaan operasi moneter yang lebih efektif.
Penyempurnaan operasi moneter diimplementasikan mulai Juni 2010, dengan masa transisi selama 3 (tiga) bulan mulai 10 Maret 2010. Pada masa transisi, BI mengatur tenor penyerapan likuiditas sehingga jatuh waktunya dapat disesuaikan pada minggu kedua setiap bulannya. Pada masa transisi tersebut lelang SBI dapat memiliki tenor di luar kebiasaan dan target indikatif yang lebih besar dari biasanya. Secara bertahap lelang SBI yang masih dilaksanakan mingguan akan menjadi dwi-mingguan dan kemudian bulanan. Pada masa transisi, upaya penyerapan ekses likuiditas sudah mulai diarahkan ke SBI 3 dan 6 bulan. Untuk memudahkan pelaku pasar uang dalam mengelola likuiditasnya di masa transisi, BI menetapkan kalender lelang SBI. Dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas agar stabilitas suku bunga tetap terjaga, BI tetap mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter lainnya, seperti Term Deposit, Standing Facility, Repo dan Reverse Repo. Dengan demikian, tidak ada perubahan struktur instrumen operasi moneter yang ada saat ini. Sementara itu, pelaksanaan lelang SBI Syariah (SBIS) mengikuti jadwal lelang dan tenor SBI terpendek.
Penjelasan resmi mengenai hal ini dapat dilihat dalam Siaran Pers No.12/12/PSHM/Humas tanggal 5 Maret 2010 
Kembali keatas
2. Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan
Untuk merespon dan mengantisipasi berbagai dinamika pasar keuangan domestik maupun global, Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, memperkuat stabilitas sistem keuangan, serta mendorong pendalaman pasar keuangan, pada Selasa, 15 Juni 2010, di Jakarta. “Kebijakan ini bukan merupakan kontrol devisa dan tetap dalam koridor sistem devisa bebas yang secara konsisten dianut Indonesia selama ini. Pada gilirannya kebijakan tersebut juga akan mendukung kesinambungan stabilitas makro ekonomi dan memperkuat momentum pemulihan ekonomi. 
Paket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi moneter dan menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun valas, yang terdiri dari:
1.        Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; diimplementasikan mulai 17 Juni 2010.
2.        Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); diimplementasikan mulai 7 Juli 2010.
3.        Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit; berlaku mulai 7 Juli 2010.
4.        Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); berlaku mulai 1 Juli 2010.
5.        Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang diimplementasikan pada minggu ke-II Agustus 2010 (SBI 9 Bulan)
6.        Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN);
Sebagai tindak lanjut dari beberapa penyempurnaan Operasi Moneter dimaksud, Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan pelaksanaanya (Surat Edaran Bank Indonesia), yaitu PBI No. 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter, SE BI No. 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dan SE BI No. 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka
Operasi Moneter

OPERASI PASAR TERBUKA

Operasi Pasar Terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi Moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter. Operasi Pasar Terbuka dilakukan untuk mencapai target suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. OPT terdiri dari 2 jenis, yaitu: 

1.      OPT Absorpsi
OPT absorpsi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan melalui penurunan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT absorpsi ini adalah (i) Penerbitan SBI dan SBIS, (ii) Penerbitan SDBI (iii)Transaksi Reverse Repo SBN, (iv) Transaksi Penjualan SBN secara outright, (v) Penempatan berjangka (Term Deposit) dalam rupiah di Bank Indonesia dan (vi) Jual Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Absorpsi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank.

2.      OPT Injeksi
OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan melalui peningkatan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi ini adalah (i) Transaksi Repo, (ii) Transaksi Pembelian SBN secara outright dan (iii) Beli Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Injeksi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank.

Berikut ini adalah tabel jenis instrumen OPT dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya :
om_tabel1.png 
om_tabel2.png

 Keterangan:

- VRT (Variable Rate Tender)

- FRT (Fixed Rate Tender)

- FX (foreign exchange)

- SBI (Sertifikat Bank Indonesia)

- SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)

- SBN (Surat Berharga Negara)

- SDBI (Sertifikat Deposito Bank Indonesia)



Tautan Terkait:

·         PBI Operasi Moneter
·         SE Operasi Pasar Terbuka
·         PBI Operasi Moneter Syariah
Operasi Moneter
STANDING FACILITIES
 
Koridor Suku Bunga atau Standing Facilities (SF) adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. Penyediaan Standing Facilities berfungsi untuk membatasi volatilitas suku bunga PUAB O/N. Standing facilities terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1.      Penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility), yaitu fasilitas bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan cara merepokan SBI/SDBI/SBN yang dimilikinya kepada Bank Indonesia; dan
2.       Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility), yaitu fasilitas bagi bank yang memiliki kelebihan likuiditas dengan cara menempatkan dana yang dimilikinya kepada Bank Indonesia.
Instrumen dan Keterangan
Penempatan Dana
Penyediaan Dana
Deposit Facility
Deposit Facility - FASBIS
Lending Facility
Financing Facility
Dampak likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Menambah likuiditas
Menambah likuiditas
Frekuensi transaksi
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Jangka waktu
overnight
overnight s.d 14 hari kalender
overnight
overnight
Nominal pengajuan minimal
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Nominal kelipatan
Rp100jt
Rp100jt
1 unit surat berharga
1 unit surat berharga
Mekanisme transaksi
Non Lelang
Aqad Wadiah
Repo surat berharga : metode non lelang
·         Repo SBIS: akad qard diikuti rahn
·         Repo SBSN: akad bai' ma'al wa'ad (jual dengan janji membeli kembali)
Setelmen
T + 0
T + 0
T + 0
T + 0
Suku bunga
Tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin tertentu
Tingkat imbalan FASBIS
Tingkat diskonto sebesar BI-Rate ditambah marjin tertentu
Tingkat biaya Repo SBIS/SBSN
Peserta
Bank Konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
Bank Syariah
​Surat Berharga Yang Dapat Direpokan
​-
​-
SBI, SDBI dan SBN​
SBIS dan SBSN​
Keterangan :
·         Sebelum 7 Juli 2010, Deposit Facility disebut FASBI
·         Sebelum 7 Juli 2010, Lending Facility disebut Repo O/N
·         FASBIS: Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Tautan Terkait :
·         PBI Operasi Moneter
·         SE Standing Facilities
·         PBI Operasi Moneter Syariah
Operasi Moneter

KRITERIA SURAT BERHARGA & COUNTERPARTY

A. Surat Berharga
1.      Kriteria Surat Berharga yang dapat digunakan dalam Operasi Moneter adalah sebagai berikut :
1.      diterbitkan oleh Bank Indonesia dan/atau Negara Republik Indonesia; 
2.      dalam mata uang rupiah; 
3.      ditatausahakan di Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS); 
4.      tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di BI-SSSS; dan 
5.      tidak sedang diagunkan.
2.      Jenis-jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari :
1.      Sertifikat Bank Indonesia (SBI) & Sertifikat Bank Indonesia (SBIS);
2.      Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SBI); dan
3.      Surat Berharga Negara (SBN), yang terdiri dari :
§  Surat Utang Negara (SUN), yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara termasuk ZCB dan ORI; dan 
§  Surat Berharga Syariah Negara (SBS) termasuk SBSN Ritel. 
3.      Persyaratan Surat Berharga :
Untuk transaksi repo dalam rangka OPT dan lending facility : 
1.      SBI, SBIS dan SDBI memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg transaksi repo.
2.      SBN Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada  saat second leg transaksi repo.


B. Peserta & Perantara Operasi Moneter
Pihak yang dapat menjadi counterparty Bank Indonesia dalam pelaksanaan operasi moneter di pasar keuangan domestik, baik yang melibatkan transaksi rupiah maupun valuta asing harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Peserta Operasi Moneter
1.      Peserta Operasi Moneter terdiri dari :
§  Peserta OPT, yaitu Bank dan/atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
§  Peserta Standing Facilities, yaitu bank
2.      Persyaratan peserta Operasi Moneter adalah sebagai berikut:
§  Berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS;
§  Tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter;
§  Wajib memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia;
§  Wajib memiliki rekening giro valuta asing di Bank Indonesia dalam hal peserta operasi moneter mengikuti transaksi OPT di pasar valuta asing.
§  Wajib memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS dan/atau di lembaga kustodian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
§  Peserta Operasi Moneter wajib menyediakan dana yang cukup di rekening giro rupiah di Bank Indonesia dan/atau surat berharga yang cukup di rekening surat berharga di BI-SSSS atau di lembaga kustodian untuk penyelesaian kewajiban pada tanggal penyelesaian transaksi
§  Peserta Operasi Moneter yang mengikuti transaksi di pasar valuta asing wajib menyediakan dana di Bank Indonesia atau transfer dana ke rekening Bank Indonesia yang cukup penyelesaian kewajiban pada tanggal penyelesaian transaksi
§  Peserta OPT dapat mengikuti OPT secara langsung dan/atau tidak langsung melalui lembaga perantara.
3.      Lembaga Perantara
1.      Lembaga Perantara melakukan transaksi OPT untuk kepentingan peserta Operasi Moneter.
2.      Lembaga Perantara sebagaimana dimaksud terdiri dari:
§  Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing; dan
§  Pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
3.      Pialang pasar modal hanya dapat menjadi lembaga perantara dalam transaksi repo, transaksi reverse repo dan transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga secara outright.
4.      Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut :
§  Berstatus aktif sebagai Peserta BI-SSSS; dan
§  Tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang.
Tautan Terkait:
·         PBI Operasi Moneter
·         PBI Operasi Moneter Syariah
Transmisi Kebijakan Moneter
Bagaimana Bekerjanya Kebijakan Moneter?
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI 7DRR sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI 7DRR sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI 7DRR sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI 7DRR mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Transmisi_small.jpg

 
Pada jalur suku bunga, perubahan BI 7DRR mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI 7DRR menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI 7DRR untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI 7DRR juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI 7DRR, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI 7DRR mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI 7DRR biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.
Transparansi dan Akuntabilitas Kebijakan Moneter

Transparansi dan Komunikasi
Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang pengambilan keputusan,  maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.
Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :
a. 
Tinjauan Kebijakan Moneter 
b. 
Laporan Perekonomi Indonesia 
c. 
Laporan Triwulanan DPR RI 
d. Siaran Pers Kebijakan Moneter (link 
BI Rate atau BI 7DRR)
Akuntabilitas
Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.
Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal
Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal
Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.
Di tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.


yang terbaik

jasa joki UT dan karya ilmiyah segala jurusan jaminan lolos plagiat 0878 9797 9399

  Dampak Kenaikan Nilai Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19 (PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM) ...