BACA DULU SEMUA ARTIKEL DI BLOG INI >>> Jasa pembuatan KARIL UT jaminan Lolos Plagiat Wa 085293796340 dan 087897979399

 

Pengaruh Program Insentif Pajak Terhadap Daya Beli Karyawan PT. Pamapersada Nusantara Di Masa Pandemi Covid 19

 

 

Disusun oleh ;

UPBJJ UT SAMARINDA

S1 AKUNTANSI


 

 

Abstrak

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Pelemahan di bidang usaha menjadi salah satu dari hal utama yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun, sehingga sangat berdampak pada penerimaan pajak di Indonesia. Insentif pajak merupakan salah satu langkah kebijakan yang pemerintah ambil dalam menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dengan adanya insentif pajak, pemerintah berharap fasilitas pajak ini dapat digunakan sebagai tambahan kemampuan bagi para pelaku usaha atau wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19, untuk mendorong perputaran ekonomi agar dapat kembali membaik.

Salah satu upaya pemerintah di bidang perpajakan dalam pemulihan ekonomi nasional
adalah adanya kebijakan insentif pajak. Kebijakan insentif pajak ini bertujuan untuk
membantu menggerakkan roda perekonomian negara yang mengalami penurunan pesat
karena pandemi Covid-19. Kebijakan insentif pajak tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 86 Tahun 2020. Aturan itu merupakan revisi dari PMK
sebelumnya, yaitu PMK Nomor 44 Tahun 2020 tentang insentif pajak untuk wajib pajak
terdampak pandemi korona. Lima kebijakan insentif pajak tersebut adalah insentif PPh Pasal
21, PPh Pasal 22 impor, angsuran PPh Pasal 25, pajak UMKM dan PPN.

 

Kata Kunci : Insentif Pajak, PPH, PPN, Pertumbuhan Ekonomi, Covid 19.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Setahun lebih sudah badai pandemi Covid-19 menerpa Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun dari Satgas Penanggulangan Covid-19 tahun 2021 diketahui bahwa sampai dengan pertengahan Juni 2021, jumlah masyarakat Indonesia yang terinfeksi virus tersebut sudah mencapai 1,8 juta jiwa dimana 1,5 juta diantaranya sudah dinyatakan sembuh namun 50 ribu di antaranya meninggal dunia. Sayangnya, pandemi ini tidak hanya memberikan dampak negatif pada aspek kesehatan, namun juga pada aspek ekonomi. Anjloknya sisi permintaan dan sisi penawaran secara bersamaan telah membuat penurunan aktifitas ekonomi secara drastis di Indonesia. Badan Pusat Statistik (2021) mencatat bahwa selama tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2.07% yoy. Perlambatan ekonomi ini sendiri sebenarnya sudah terjadi pada triwulan II tahun 2020 dengan nilai kontraksi sebesar -5,32% (BPS, 2021). Bahkan, perlambatan ekonomi ini masih terasa pada triwulan III dan IV dengan dengan nilai kontraksi ekonomi sebesar sebesar -3,49% dan 2,19% (BPS, 2021). Pertumbuhan negatif selama tiga triwulan berturut tersebut tak pelak membuat ekonomi Indonesia masuk ke dalam pusaran resesi ekonomi.

Untuk mencegah terperosok ke dalam jurang resesi ekonomi yang lebih dalam, maka sejak awal pandemi, pemerintah telah menerbitkan berbagai paket kebijakan yang terangkum dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) salah satunya adalah insentif perpajakan. Paling tidak, ada enam insentif perpajakan yang diterbitkan pemerintah untuk membantu Wajib Pajak (WP) yang terdampak Covid-19 diantaranya yaitu, insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), insentif PPh Final PP 23 DTP, insentif PPh Pasal 22 Impor, insentif Pengurangan angsuran PPh Pasal 25, insentif pengembalian pendahuluan PPN dipercepat, dan insentif PPh Final Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 23/PMK.03/2020 sebagaimana diubah dengan PMK-9/PMK.03/2021.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan wabah penyakit virus corona Covid-19 sebagai status bencana non alam. Dampak dari Covid-19 ini ada yang positif, misalnya adanya peluang-peluang baru terkait akselerasi teknologi khususnya pada bidang usaha dan pendidikan yang semakin berkembang pesat selama pandemi Covid-19. Namun, Covid-19 secara mayoritas berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Covid-19 telah memperburuk perekonomian Indonesia sehingga masuk dalam fase krisis.

Suryo Utomo (Direktur Jenderal Pajak) menyebutkan adanya tiga dampak besar pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Dampak pertama adalah Covid-19 telah membuat konsumsi rumah tangga atau daya beli yang merupakan penopang 60% perekonomian menurun sangat drastis. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa konsumsi rumah tangga turun dari 5,02% pada kuartal I 2019 ke 2,84% pada kuartal I 2020. Dampak kedua Covid-19, yaitu adanya ketidakpastian yang terus-menerus sehingga membuat investasi semakin melemah dan berdampak pada keberlangsungan usaha yang terancam berhenti. Dampak ketiga Covid-19 adalah penurunan ekonomi yang terjadi di seluruh dunia yang menyebabkan harga komoditas turun dan ekspor Indonesia ke beberapa negara juga terhenti.

Secara umum, Covid-19 berdampak besar terhadap pengelolaan keuangan negara. Pemerintah melakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak dua kali sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional. Pajak yang merupakan penompang perekonomian utama Indonesia juga mengalami imbas dari Covid-19. Penerimaan pajak hingga semester I 2020 hanya mencapai Rp 513,65 triliun atau 44,02% dari target awal sebesar Rp 1.198,8 triliun. Angka tersebut terkontraksi sampai 12,01% dibandingkan dengan semester I 2019, yaitu Rp 604,3 triliun. Hal ini disebabkan adanya pelemahan di bidang usaha yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun dan berdampak pada penerimaan pajak di Indonesia. Oleh sebab itu, penulis tertarik membahas lebih dalam lagi tentang seberapa efektif program insentif pajak dari pemerintah dalam rangka Perbaikan Ekonomi Nasional dengan menarik judul “Pengaruh Program Insentif Pajak Terhadap Daya Beli Karyawan PT. Pamapersada Nusantara Di Masa Pandemi Covid 19”.

B.     Rumusan Masalah

1)      Apa itu Insentif Pajak dan siapa saja yang berhak mendapatkan Insentif Pajak ?

2)      Apa tujuan Pemerintah mengeluarkan kebijakan Insetif Pajak ?

3)      Apa dampak yang dirasakan karyawan PT Pamapersada Nusantara dengan adanya program Insentif Pajak ?

C.     Tujuan Penulisan

1)      Untuk mengetahui apa itu Insentif Pajak dan siapa saja yang berhak mendapatkan Insentif Pajak.

2)      Untuk mengetahui tujuan Pemerintah mengeluarkan kebijakan Insentif Pajak.

3)      Untuk mengetahui dampak yang dirasakan oleh pengusaha dan Karyawan dengan adanya program Insentif Pajak dari pemerintah saat terjadi Pandemi Covid 19.

D.     Manfaat Penulisan

1)      Bagi Penulis, untuk menambah pengetahuan tentang program Insentif Pajak.

2)      Bagi Pembaca, sebagai bahan bacaan tentang pentingnya membayar pajak, dan memanfaatkan program Insentif Pajak dari Pemerintah.

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

A.     Insentif Pajak dan Targetnya

Insentif pajak merupakan salah satu langkah kebijakan yang pemerintah ambil dalam menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemik Covid-19. Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan, menetapkan beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang mulai berlaku 1 April 2020. Pandemik Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 telah memberikan tekanan besar pada kondisi dunia, khususnya pada sektor ekonomi dan kesehatan. Mengutip dari konferensi pers yang disampaikan oleh Sri Mulyani pada tanggal 1 April 2020, proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2020 terbaru adalah negatif atau mengalami resesi.

Perusahaan JP Morgan memprediksi pertumbuhan ekonomi global -1,1%. Sedangkan The Economist Intelligence Unit memprediksikan pertumbuhan ekonomi global -2,2%. Lembaga-lembaga dunia mengubah strategi untuk menjaga kestabilan keuangan global, serta mengalokasikan pembiayaan untuk menangani virus Corona dari berbagai arah. Di Indonesia sendiri, seluruh sektor perekonomian diprediksikan mengalami penurunan. Kementerian Keuangan memproyeksikan Pertumbuhan PDB akan turun menjadi 2,3%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar akan naik di angka Rp17.500. Angka inflasi dapat menyentuh 3,9%. Sektor ekspor dapat menyentuh angka -14,00% dan impor di angka -14,50%. Prediksi PDB nominal di tahun 2020 dapat turun ke angka Rp16.829,8 triliun.

Daftar Kebijakan untuk Mencegah Keadaan Krisis Akibat Pandemik Covid-19

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ata Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu ini memuat berbagai kebijakan keuangan negara, termasuk bidang perpajakan, dan sektor keuangan demi mencegah keadaan krisis akibat wabah virus Korona.

Pembahasan lebih lanjut mengenai insentif pajak tertuang secara lengkap pada peraturan terbaru PMK Nomor 9/PMK.03/2021, yang menjelaskan mengenai kelanjutan insentif pajak yang berlaku sampai Juni 2021. Peraturan ini menggantikan peraturan lama yang berlaku sebelumnya, yaitu PMK Nomor 86/PMK.03/2020 yang telah diubah dengan PMK Nomor 110/PMK.03/2020. Insentif Pajak Sebagai Langkah Pencegahan Krisis Ekonomi dan Keuangan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, mengeluarkan kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang terkena dampak wabah virus Corona. Secara ringkas, inilah insentif pajak yang pemerintah berlakukan sementara selama pandemik berlangsung.

Insentif PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah selama masa pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. Insentif ini berlaku untuk perusahaan dengan syarat memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam PMK tersebut, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, dan mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB. Selain itu, insentif ini hanya berlaku untuk pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan bruto bersifat tetap tidak lebih dari Rp200 juta.

PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah ini harus dibayarkan oleh perusahaan secara tunai pada karyawannya saat pembayaran penghasilannya. Hal ini meliputi perusahaan yang memberikan tunjangan atau menanggung PPh Pasal 21 kepada karyawannya. Jika ingin memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ini, perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak, perusahaan harus menyampaikan laporan realisasi insentif PPh Pasal 21 ini pada Kepala KPP, serta kode kode billing dengan cap “PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor …/PMK.03/2020.” Penyampaian semua dokumen tersebut dilakukan paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Insentif PPh Pasal 22 Impor

Pemerintah membebaskan PPh Pasal 22 Impor selama 6 bulan pada perusahaan yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam PMK, telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean. Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Untuk mendapatkan surat ini, perusahaan wajib membuat pengajuan secara online melalui laman Pajak.go.id, serta melampirkan Keputusan Menteri Keuangan yang menunjukkan penetapan sebagai perusahaan mendapatkan fasilitas KITE. Jika berhak, perusahaan akan mendapatkan pembebasan pemungutan PPh yang berlaku sejak Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai 30 September 2020. Perusahaan pun harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan menggunakan formulir yang tersedia dan menyampaikannya paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Berdasarkan PMK Nomor 9/PMK.03/2021, Pemerintah memberikan kebijakan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang kepada para perusahaan dengan kriteria yang sama seperti poin sebelumnya. Perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan pengurangan secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak, perusahaan yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini harus menyampaikan laporan realisasi kepada Kepala KPP terdaftar menggunakan formulir yang tersedia. Laporan tersebut harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika perusahaan telah memanfaatkan insentif pengurangan PPh Pasal 25 sesuai PMK sebelumnya, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh tahun pajak 2020 disampaikan sebelum batas waktu penyampaiannya sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak 2020 setelah pemanfaatan insentif angsuran PPh Pasal 25.

Insentif PPN

Wajib pajak atau perusahaan yang bergerak di bidang eksportir dan non eksportir, dapat memanfaatkan insentif PPN berupa percepatan restitusi selama 6 bulan. Kriteria perusahaan yang dapat memanfaatkan ini adalah memiliki klasifikasi lapangan usaha seperti yang tercantum dalam PMK, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB, dan menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar. Perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Di sini, PKP berisiko rendah memiliki ketentuan:

a)      PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah.

b)      Dirjen Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah.

c)      PKP memiliki KLU sesuai dengan lampiran yang tercantum dalam PMK.

d)      Tanpa persyaratan melakukan kegiatan seperti ekspor BKP/JKP, penyerahan kepada pemungut PPN dan penyerahan yang tidak dipungut PPN.

Untuk mendapatkan insentif PPN ini, perusahaan harus melampirkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE, dalam SPT Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. SPT Masa PPN tersebut meliputi SPT Masa PPN termasuk pembetulan SPT Masa PPN, yang disampaikan paling lama akhir bulan setelah masa pajak pemberian insentif berakhir

Insentif Pajak UMKM

Wajib pajak yang merupakan pelaku UMKM dengan peredaran bruto tertentu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan menyetorkan PPh Final sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto tersebut, mendapatkan insentif PPh Final ditanggung Pemerintah. PPh Final tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Jika pelaku UMKM melakukan impor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 impor.

Wajib pajak perlu mengajukan permohonan Surat Keterangan untuk dapat memanfaatkan insentif pajak ini secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak atau disetujui, wajib pajak harus membuat laporan realisasi PPh Final ditanggung Pemerintah meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterimanya, termasuk dari transaksi dengan Pemungut pajak. Pihak Pemungut Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau kode ID Billing yang dibubuhi cap bertuliskan “PPh Final Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor …/PMK.03/2020” atas transaksi yang merupakan objek pemungutan PPh final. Kemudian, laporan realisasi tersebut beserta lampiran Surat Setoran Pajak wajib disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Insentif PPh Final Jasa Konstruksi

Pada PMK Nomor 9/PMK.03/2021, terdapat insentif baru untuk PPh Final jasa konstruksi. Insentif ini diberikan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang dikenai PPh yang bersifat final. Penerima penghasilan adalah wajib pajak penerima P3-TGAI ditanggung Pemerintah. Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan kebutuhan penting bagi sektor pertanian kita. PPh final ini harus dilunasi dengan cara:

a)      Dipotong oleh pengguna jasa saat pembayaran, yang mana pengguna jasa adalah pihak pemotong pajak.

b)      Disetor sendiri oleh penyedia jasa, yang mana bukan merupakan pemotong pajak.

Pemotong pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh yang terlampir pada PMK. Pemotong pajak juga harus membuat surat setoran pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh Final Jasa Konstruksi Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor …/PMK.03/2021”. Kemudian, laporan realisasi tersebut harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Kebijakan Perpajakan Lainnya Selama Pandemik Covid-19

Penurunan Tarif PPH Badan

Pemerintah turut menerapkan penurunan tarif umum PPh Badan yang semula 25%, menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.

Perpanjangan Waktu Permohonan/Penyelesaian Administrasi Perpajakan

Jangka waktu penyampaian permohonan keberatan oleh wajib pajak diperpanjang paling lama 6 bulan. Jangka waktu atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17B diperpanjang paling lama 6 bulan.  Jangka waktu pengajuan surat keberatan sebagaimana dalam pasal 26 ayat (1) diperpanjang paling lama 6 bulan. Jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan hasil pemeriksaan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 36 ayat (1), diperpanjang paling lama 6 bulan.  Jangka waktu pengembalian kelebihan bayar pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), diperpanjang paling lama 1 bulan.

Pemberian Fasilitas Kepabeanan. Menteri Keuangan memiliki kuasa untuk memberikan fasiitas pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan pandemik Covid-19, dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. Pemajakan atas Transaksi Elektronik, Pemerintah akan memungut PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh platform luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Selain PPN, Pemerintah turut memungut PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia.

Perpanjangan Masa Lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT Masa PPN. Sebelumnya, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan memperpanjang masa lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT Masa PPh. Seperti yang pernah dibahas pada artikel, “Work From Home: Kebijakan Perpajakan & Tips Menjaga Produktivitas“, DJP mengumumkan bahwa batas pelaporan dan pembayaran SPT Tahunan Pribadi yang semula tanggal 31 Maret 2020, menjadi 30 April 2020. Sedangkan untuk batas pelaporan SPT Masa PPh Pot/Put Februari 2020 mundur sampai dengan tanggal 30 April 2020.

Selain itu, DJP juga mengimbau seluruh wajib pajak Indonesia untuk melaksanakan kewajiban pembayaran dan pelaporan pajak secara online karena seluruh kantor pelayanan pajak se Indonesia tutup sementara waktu guna mencegah penyebaran virus Corona ini. Anda dapat mengurus pelaporan dan pembayaran melalui www.pajak.go.id atau Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan mitra DJP seperti OnlinePajak Saat ini, belum terdapat peraturan terbaru untuk pelaporan SPT PPh Badan maupun SPT Tahunan Pribadi tahun pajak 2020. Kami akan terus memberikan update peraturan terbaru untuk Anda.

B.     Tujuan dan Manfaat Program Insentif Pajak di Tengah Pandemi Covid 19

Insentif pajak saat ini bandulnya lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda perekonomian negara. Saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang sangat mengkhawatirkan. Roda perekonomian berjalan lambat diikuti dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (Rp 16.500/US$). Di sisi lain daya beli masyarakat juga menurun. Maka dalam rangka mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat juga produktivitas industri, pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. Tak terkecuali dengan aspek pajak, beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 21 Maret 2020 Menteri Keuangan menerbitkannya PMK 23/PMK-03/2020. Beleid ini diberi judul Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Korona.

PMK 23/PMK03/2020 memberikan insentif pajak pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yakni objek pajaknya pegawai, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yakni objek pajaknya atas impor, pajak penghasilan pasal 25 angsuran pajak dan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam hal mempercepat pengembalian (restitusi) atas PPN lebih bayar. Batasan yang dibuat dalam beleid ini, untuk PPh 21 dengan kriteria pegawai yang berpenghasilan bruto tidak lebih dari 200 juta rupiah pertahun atau 16,6 juta rupiah perbulan. Sedangkan untuk PPh 25 mendapat pengurang angsuran pajak sebesar 30%, PPh 22 dibebaskan, semua insentif ini berlaku 6 bulan, dimulai sejak bulan April 2020.

Namun tidak semua sektor usaha mendapat fasilitas perpajakan ini. Hanya sektor industri tertentu dan bagi wajib pajak dengan status kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) dan KITE IKM yakni kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah. Jika diuraikan tujuan regulasi ini, misalnya untuk PPh 21, agar para pekerja disektor industri pengelolaan khususnya pabrik yang jumlah karyawannya signifikan dapat mempertahankan daya beli. Sedangkan untuk PPh 22 bertujuan memberikan stimulus bagi industri dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya. Bagi PPh 25 bertujuan menyetabilkan perekonomian dalam negeri dan peningkatkan ekspor.

Regulasi untuk restitusi PPN dipercepat bertujuan membantu wajib pajak dapat lebih optimal dalam manajemen kas dan membantu cash flow wajib pajak ditengah kesulitan ini. Salah satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara dan digunakan dalam pembangunan, namun fungsi pajak juga dapat memberikan regulasi untuk membantu masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi. Insentif pajak saat bandulnya lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda perekonomian. Saat ini kondisi ekonomi memang sangat mengkhawatirkan berjalan lambat diikuti dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan menurunya daya beli masyarakat.

Peraturan Menteri Keuangan ini sangat baik dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemerintah peduli dengan kondisi ekonomi saat ini. Namun, pemerintah masih perlu mengkaji lagi untuk menambahkan sektor usaha baru agar bisa mendapat insentif pajak. Sektor usaha baru yang bisa menerima fasilitas pajak ini yang masih perlu diperluas, karena imbas yang terjadi atas pandemi Covid-19 ini bukan hanya sektor industri tertentu (pengelolaan), KITE dan KITE IKM. Namun hampir semua sektor, termasuk sektor jasa, sektor properti, sektor parawisata dan ada banyak lagi sektor usaha yang terpukul saat ini.

Kita sadar bahwa ekonomi itu berdampak multiplier effect seperti mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain. Jadi jika terjadi penurunan ekonomi dibeberapa bidang otomatis hal ini akan mempengaruhi sektor lain baik secara langsung maupun tak langsung. Pengamatan penulis industri parawisata mengalami anjlok karena pada saat ini, mana mungkin ada orang yang ingin pergi berlibur menikmati objek wisata. Karena kebanyakan orang (hampir semua) ingin berada didalam rumah agar aman dari penularan Covid-19. Industri parawisata memiliki banyak turunannya seperti biro perjalanan, perhotelan, dan restoran di tempat wisata, alhasil pasti sektor ini terkulai lemas saat sekarang.

Berdasarkan data ekspektasi pasar yang ada industri hotel mengalami penurunan total revenue (pendapatan) akibat dampak virus korona Covid-19 sebesar minus 25% hingga minus 50% , demikian juga dengan industri restoran mengalami penurunan omzet sebesar 25% hingga 50% dibandingkan dengan penjualan pada saat kondisi normal. Maka dari data dan argumen diatas perlu ditambahkan variabel sektor usaha yang mendapat insentif pajak atas bencana pandemi Covid-19, karena semua sektor pada hakekatnya juga mengalami kondisi penurunan dan kelesuan. Namun pemerintah perlu mengkaji dengan cermat atas perlakuan insentif pajak, karena hal ini akan menggerus penerimaan pajak secara signifikan. Misalnya PPh 21 atau PPh atas penghasilan karyawan, pada tahun 2019 realisasi penerimaannya sebesar Rp 148,63 triliun.

Jika diberikan insentif pajak atas PPh 21 tersebut maka negara akan kehilangan pendapatannya yang cukup besar. Memang diharapkan akan memantul ke daya beli masyarakat yang meningkat sehingga terjadi peningkatan pula atas penerimaan PPN karena masyarakat akan mengomsumsi barang, namun efek atas hal ini belum tentu terjadi. Kondisi ini berbanding terbalik dengan insentif pajak yang akan mengurangi pendapatan negara, saat ini pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mensubsidi pangan, obat-obatan juga fasilitas medis guna menanggulangi Covid-19. Maka diperlukan langkah yang matang dalam membuat kebijakan terutama regulasi perpajakan agar bisa berdampak positif untuk perekonomian rakyat.

C.     Dampak Yang Akan di Rasakan Dengan Adanya Program Insentif Pajak

Menurut Jann dan Wegrich (2007), sebuah kebijakan yang baik haruslah secara konstan direviu, dikontrol, diubah, bahkan dihentikan. Lebih lanjut, Jann dan Wegrich (2007) berpendapat bahwa sebuah kebijakan harus secara berulang diformulasi ulang, diterapkan, dan dievaluasi untuk memperbaiki apa yang kurang. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mengevaluasi efektivitas insentif pajak tersebut DJP telah menyelesaikan berbagai macam analisis, baik analisis hasil Survei PEN Tahap I dan II, maupun analisis karakteristik dan ketahanan usaha WP pemanfaat insentif (Kemenkeu, 2021).

Berdasarkan data APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), survei PEN tahap I telah dilaksanakan pada tanggal 21 Juli sampai dengan 7 Agustus 2020 dengan jumlah responden sebanyak 12.822. Tujuan utama Survei PEN tahap I adalah untuk memotret kondisi dan keberlangsungan usaha dari pelaku usaha pada masa-masa awal pandemi serta mengetahui persepsi pelaku usaha mengenai stimulus pajak yang belum lama digulirkan pemerintah saat itu (Kemenkeu, 2021). Selanjutnya, guna melengkapi survei PEN tahap I, maka pada tanggal 8 Desember sampai dengan 28 Desember 2020 Kementerian Keuangan menyelenggarakan Survei PEN tahap II yang tujuan utamanya adalah untuk mengetahui persepsi kebermanfaatan stimulus fiskal (tidak hanya stimulus pajak, tapi juga meliputi stimulus bea masuk dan cukai serta stimulus PNBP) yang dirasakan oleh WP selama tahun 2020.

Berdasarkan survey PEN I diketahui bahwa pada tahun 2020, 86% Wajib Pajak mengalami penurunan omset dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini senada dengan survey yang dilakukan oleh World Bank yang menyatakan bahwa 82% pelaku usaha mengalami penurunan penjualan selama pandemi berlangsung (Kemenkeu, 2021). Berdasarkan survey PEN tahap II juga diketahui bahwa 2 dari 3 Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan menyatakan bahwa insentif pajak tersebut sangat bermanfaat dalam membantu relaksasi kemampuan keuangan Wajib Pajak tersebut (Kemenkeu, 2021). Selanjutnya, dari sisi ketahanan usaha diketahui bahwa hampir seluruh Wajib Pajak mengalami penurunan omset pada masa pandemi ini. Namun demikian, Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan umumnya mengalami penurunan omset pada tingkat yang lebih ringan daripada Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut (Kemenkeu, 2021).

Dari sisi jumlah tenaga kerja diketahui bahwa hasil analisis DJP menunjukkan secara umum semua Wajib Pajak melakukan pengurangan jumlah karyawan pada masa pandemi ini. Namun demikian, Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 umumnya mengalami pengurangan karyawan yang lebih sedikit dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut (Kemenkeu, 2021).

Selanjutnya, dari sisi kegiatan impor – ekspor juga diketahui bahwa Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 impor secara umum melakukan kegiatan importasi memiliki volume impor yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut. Selain itu, berdasarkan analisis DJP juga diketahui bahwa Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 impor melakukan kegiatan ekspor pada level dan volume yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkannya, kecuali untuk Wajib Pajak dengan omset Rp5 – Rp10 miliar. Hal ini cukup membuktikan bahwa insentif PPh Pasal 22 impor membantu ketahanan para Wajib Pajak dalam melakukan usahanya.

Dari sisi kegiatan penjualan dan pembelian dalam negeri juga diketahui bahwa Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 mengalami penjualan dalam negeri pada level yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut. Berdasarkan analisis DJP juga diketahui bahwa Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 mengalami pembelian dalam negeri pada volume yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan.

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Pada dasarnya, ekonomi global melemah secara keseluruhan akibat pandemik virus Corona. Berbagai negara mengalami krisis dari seluruh sektor, terutama keuangan dan kesehatan. Tak luput Indonesia. Demi menyelamatkan perekonomian nasional dan menjaga kestabilan sistem keuangan, Pemerintah menerapkan insentif dan relaksasi pajak, bersama dengan sejumlah kebijakan lainnya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Pertama, insentif pajak untuk mendukung sisi demand atau menjaga kemampuan masyarakat untuk tetap melakukan belanja. Contohnya seperti PPh Pasal 21 DTP (ditanggung pemerintah) untuk karyawan di sektor terdampak pandemi, dan berpenghasilan di bawah Rp200 juta dalam setahun. Kedua, insentif untuk mendukung cashflow bagi sektor usaha terdampak pandemi dengan memberikan kemudahan tambahan berupa keringanan pajak dalam bentuk penurunan tarif PPh Badan, pengurangan angsuran PPh 25, pembebasan PPh 22 Impor, restitusi PPN dipercepat, dan PPh Final UMKM DTP. Ketiga, insentif pajak untuk pembelian alat kesehatan dan vaksin Covid-19. Hal tersebut dilakukan melalui pemberian fasilitas perpajakan dalam proses pengadaan alat kesehatan dan vaksin dengan relaksasi pajak impor, BM dan Cukai, PPh 23, hingga PPN DTP.

Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara umum, insentif pajak berdampak positif dalam program PEN. Wajib Pajak mempunyai persepsi yang sangat baik terhadap insentif perpajakan. Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan umumnya mempunyai kinerja penjualan lokal, ekspor, omzet, pembelian lokal dan impor yang lebih baik dibandingkan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan insentif.

 

DAFTAR PUSTAKA

INSENTIF PAJAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAHANAN KEUANGAN NASIONAL DALAM MASA PENDEMI COVID 19 DI INDONESIA”, Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui : https://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/download/226/132

Padyanoor, Aswin. 2020. “Kebijakan Pajak Indonesia Menanggapi Krisis COVID-19: Manfaat bagi Wajib Pajak”,Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui : https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/download/60942/36543/

Widyasari. 2020. “PENGARUH INSENTIF PAJAK, TARIF PAJAK, SANKSI PAJAK DAN PELAYANAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK SELAMA MASA PANDEMI COVID-19” ,Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui : https://journal.budiluhur.ac.id/index.php/ema/article/download/1248/874

Indaryani, Mamik. 2020. “Dampak Covid-19 dan Pemanfaatan Insentif Pajak terhadap Keberlangsungan Usaha pada UMKM Tenun Troso Jepara” , Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021  melalui : https://ejurnalunsam.id/index.php/jmk/article/download/3035/2166/

Nuraini, Intan. 2021. PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK ATAS WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN EFEKNYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAN KESINAMBUNGAN USAHA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI”, Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui : https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44379/182600013.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Susi, Rulyani. 2020. “PENGARUH KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK, DIGITALISASI PAJAK, DAN KEPERCAYAAN KEPADA PEMERINTAH TERHADAP PENANGANAN DAMPAK COVID-19”. Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://sna-iaikapd.or.id/sna24jambi/download.php?f=PPJK-010-%20Fullpaper.pdf&tipe=paperfull

Nur, Devi. 2021. “PENGARUH KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19 TERHADAP PENERIMAAN PPN” ,Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://jurnal.pknstan.ac.id/index.php/pkn/article/download/1202/663/5334

Ariyanto, Agus. 2020. “Mengenal Insentif Pajak di Tengah Wabah Covid-19”.Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://www.pajak.go.id/id/artikel/mengenal-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19

Ardin, Galih. 2021. “Survei dan Analisis Insentif Perpajakan Program PEN 2020 Tunjukkan Dampak Positif”.Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/survei-dan-analisis-insentif-perpajakan-program-pen-2020-tunjukkan-dampak-positif/

Yanti, Ika. 2021. “Pemberian Insentif Pajak di Tengah Wabah Covid-19”.Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://satvika.co.id/news/pemberian-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19.html

Lathifa, Dina. 2020. Ini Insentif Pajak yang Berlaku Selama Pandemik Virus Corona.Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://www.online-pajak.com/st/seputar-efaktur-ppn/kebijakan-insentif-pajak

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yang terbaik

No whatsapp jasa karya ilmiah Universitas Terbuka

Untuk no whatsapp nya ganti di 085293796340 Untuk testimoni ada di galeri. Untuk yg lain2 gak tak post krna sdh mulai di rame pembahasan ter...