Untuk no whatsapp nya ganti di 085293796340
Untuk testimoni ada di galeri. Untuk yg lain2 gak tak post krna sdh mulai di rame pembahasan terkait jasa karya ilmiah.
Untuk no whatsapp nya ganti di 085293796340
Untuk testimoni ada di galeri. Untuk yg lain2 gak tak post krna sdh mulai di rame pembahasan terkait jasa karya ilmiah.
Pengaruh Program Insentif Pajak
Terhadap Daya Beli Karyawan PT. Pamapersada Nusantara Di Masa Pandemi Covid 19
Disusun oleh ;
UPBJJ UT SAMARINDA
S1 AKUNTANSI
Abstrak
Pandemi Covid-19 yang melanda
dunia memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Pelemahan
di bidang usaha menjadi salah satu dari hal utama yang mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi menurun, sehingga sangat berdampak pada penerimaan pajak di
Indonesia. Insentif pajak merupakan salah satu langkah kebijakan yang
pemerintah ambil dalam menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dengan adanya insentif pajak, pemerintah berharap fasilitas pajak ini dapat
digunakan sebagai tambahan kemampuan bagi para pelaku usaha atau wajib pajak
yang terdampak pandemi Covid-19, untuk mendorong perputaran ekonomi agar dapat
kembali membaik.
Salah satu upaya pemerintah di
bidang perpajakan dalam pemulihan ekonomi nasional
adalah adanya kebijakan insentif pajak. Kebijakan insentif pajak ini bertujuan
untuk
membantu menggerakkan roda perekonomian negara yang mengalami penurunan pesat
karena pandemi Covid-19. Kebijakan insentif pajak tertuang dalam Peraturan
Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 86 Tahun 2020. Aturan itu merupakan revisi dari PMK
sebelumnya, yaitu PMK Nomor 44 Tahun 2020 tentang insentif pajak untuk wajib
pajak
terdampak pandemi korona. Lima kebijakan insentif pajak tersebut adalah
insentif PPh Pasal
21, PPh Pasal 22 impor, angsuran PPh Pasal 25, pajak UMKM dan PPN.
Kata
Kunci : Insentif Pajak, PPH, PPN, Pertumbuhan Ekonomi, Covid 19.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setahun lebih sudah
badai pandemi Covid-19 menerpa Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun dari
Satgas Penanggulangan Covid-19 tahun 2021 diketahui bahwa sampai dengan
pertengahan Juni 2021, jumlah masyarakat Indonesia yang terinfeksi virus
tersebut sudah mencapai 1,8 juta jiwa dimana 1,5 juta diantaranya sudah
dinyatakan sembuh namun 50 ribu di antaranya meninggal dunia. Sayangnya,
pandemi ini tidak hanya memberikan dampak negatif pada aspek kesehatan, namun
juga pada aspek ekonomi. Anjloknya sisi permintaan dan sisi penawaran secara
bersamaan telah membuat penurunan aktifitas ekonomi secara drastis di
Indonesia. Badan Pusat Statistik (2021) mencatat bahwa selama tahun 2020,
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2.07% yoy.
Perlambatan ekonomi ini sendiri sebenarnya sudah terjadi pada triwulan II tahun
2020 dengan nilai kontraksi sebesar -5,32% (BPS, 2021). Bahkan, perlambatan
ekonomi ini masih terasa pada triwulan III dan IV dengan dengan nilai kontraksi
ekonomi sebesar sebesar -3,49% dan 2,19% (BPS, 2021). Pertumbuhan negatif
selama tiga triwulan berturut tersebut tak pelak membuat ekonomi Indonesia
masuk ke dalam pusaran resesi ekonomi.
Untuk mencegah
terperosok ke dalam jurang resesi ekonomi yang lebih dalam, maka sejak awal
pandemi, pemerintah telah menerbitkan berbagai paket kebijakan yang terangkum
dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) salah satunya adalah insentif
perpajakan. Paling tidak, ada enam insentif perpajakan yang diterbitkan
pemerintah untuk membantu Wajib Pajak (WP) yang terdampak Covid-19 diantaranya
yaitu, insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP),
insentif PPh Final PP 23 DTP, insentif PPh Pasal 22 Impor, insentif Pengurangan
angsuran PPh Pasal 25, insentif pengembalian pendahuluan PPN dipercepat, dan
insentif PPh Final Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) nomor 23/PMK.03/2020 sebagaimana diubah dengan
PMK-9/PMK.03/2021.
Pemerintah Indonesia
telah menetapkan wabah penyakit virus corona Covid-19 sebagai status bencana
non alam. Dampak dari Covid-19 ini ada yang positif, misalnya adanya peluang-peluang
baru terkait akselerasi teknologi khususnya pada bidang usaha dan pendidikan
yang semakin berkembang pesat selama pandemi Covid-19. Namun, Covid-19 secara
mayoritas berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Covid-19 telah memperburuk
perekonomian Indonesia sehingga masuk dalam fase krisis.
Suryo Utomo (Direktur
Jenderal Pajak) menyebutkan adanya tiga dampak besar pandemi Covid-19 terhadap
perekonomian Indonesia. Dampak pertama adalah Covid-19 telah membuat konsumsi
rumah tangga atau daya beli yang merupakan penopang 60% perekonomian menurun
sangat drastis. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa konsumsi rumah
tangga turun dari 5,02% pada kuartal I 2019 ke 2,84% pada kuartal I 2020. Dampak
kedua Covid-19, yaitu adanya ketidakpastian yang terus-menerus sehingga membuat
investasi semakin melemah dan berdampak pada keberlangsungan usaha yang
terancam berhenti. Dampak ketiga Covid-19 adalah penurunan ekonomi yang terjadi
di seluruh dunia yang menyebabkan harga komoditas turun dan ekspor Indonesia ke
beberapa negara juga terhenti.
Secara umum, Covid-19
berdampak besar terhadap pengelolaan keuangan negara. Pemerintah melakukan
perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak dua kali
sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional. Pajak yang merupakan penompang
perekonomian utama Indonesia juga mengalami imbas dari Covid-19. Penerimaan
pajak hingga semester I 2020 hanya mencapai Rp 513,65 triliun atau 44,02% dari target
awal sebesar Rp 1.198,8 triliun. Angka tersebut terkontraksi sampai 12,01% dibandingkan
dengan semester I 2019, yaitu Rp 604,3 triliun. Hal ini disebabkan adanya
pelemahan di bidang usaha
yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun dan berdampak pada penerimaan
pajak di Indonesia. Oleh sebab itu, penulis tertarik membahas lebih dalam lagi
tentang seberapa efektif program insentif pajak dari pemerintah dalam rangka
Perbaikan Ekonomi Nasional dengan menarik judul “Pengaruh Program Insentif Pajak
Terhadap Daya Beli Karyawan PT. Pamapersada Nusantara Di Masa Pandemi Covid 19”.
B. Rumusan
Masalah
1)
Apa
itu Insentif Pajak dan siapa saja yang berhak mendapatkan Insentif Pajak ?
2)
Apa
tujuan Pemerintah mengeluarkan kebijakan Insetif Pajak ?
3)
Apa
dampak yang dirasakan karyawan PT Pamapersada Nusantara dengan adanya program
Insentif Pajak ?
C. Tujuan
Penulisan
1)
Untuk
mengetahui apa itu Insentif Pajak dan siapa saja yang berhak mendapatkan
Insentif Pajak.
2)
Untuk
mengetahui tujuan Pemerintah mengeluarkan kebijakan Insentif Pajak.
3)
Untuk
mengetahui dampak yang dirasakan oleh pengusaha dan Karyawan dengan adanya
program Insentif Pajak dari pemerintah saat terjadi Pandemi Covid 19.
D. Manfaat
Penulisan
1)
Bagi
Penulis, untuk menambah pengetahuan tentang program Insentif Pajak.
2)
Bagi
Pembaca, sebagai bahan bacaan tentang pentingnya membayar pajak, dan
memanfaatkan program Insentif Pajak dari Pemerintah.
PEMBAHASAN
A. Insentif
Pajak dan Targetnya
Insentif pajak
merupakan salah satu langkah kebijakan yang pemerintah ambil dalam menghadapi
perlambatan ekonomi akibat pandemik Covid-19. Pemerintah, dalam hal ini adalah
Kementerian Keuangan, menetapkan beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang yang mulai berlaku 1 April 2020. Pandemik Covid-19 yang terjadi
sejak awal tahun 2020 telah memberikan tekanan besar pada kondisi dunia,
khususnya pada sektor ekonomi dan kesehatan. Mengutip dari konferensi pers yang
disampaikan oleh Sri Mulyani pada tanggal 1 April 2020, proyeksi pertumbuhan
ekonomi global 2020 terbaru adalah negatif atau mengalami resesi.
Perusahaan JP Morgan
memprediksi pertumbuhan ekonomi global -1,1%. Sedangkan The Economist
Intelligence Unit memprediksikan pertumbuhan ekonomi global -2,2%.
Lembaga-lembaga dunia mengubah strategi untuk menjaga kestabilan keuangan
global, serta mengalokasikan pembiayaan untuk menangani virus Corona dari
berbagai arah. Di Indonesia sendiri, seluruh sektor perekonomian diprediksikan
mengalami penurunan. Kementerian Keuangan memproyeksikan Pertumbuhan PDB akan
turun menjadi 2,3%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar akan naik di angka
Rp17.500. Angka inflasi dapat menyentuh 3,9%. Sektor ekspor dapat menyentuh
angka -14,00% dan impor di angka -14,50%. Prediksi PDB nominal di tahun 2020
dapat turun ke angka Rp16.829,8 triliun.
Daftar
Kebijakan untuk Mencegah Keadaan Krisis Akibat Pandemik Covid-19
Pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau
Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ata
Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu ini memuat berbagai kebijakan keuangan
negara, termasuk bidang perpajakan, dan sektor keuangan demi mencegah keadaan
krisis akibat wabah virus Korona.
Pembahasan lebih
lanjut mengenai insentif pajak tertuang secara lengkap pada peraturan terbaru
PMK Nomor 9/PMK.03/2021, yang menjelaskan mengenai kelanjutan insentif pajak
yang berlaku sampai Juni 2021. Peraturan ini menggantikan peraturan lama yang
berlaku sebelumnya, yaitu PMK Nomor 86/PMK.03/2020 yang telah diubah dengan PMK
Nomor 110/PMK.03/2020. Insentif Pajak Sebagai Langkah Pencegahan Krisis Ekonomi
dan Keuangan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, mengeluarkan
kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang
terkena dampak wabah virus Corona. Secara ringkas, inilah insentif pajak yang
pemerintah berlakukan sementara selama pandemik berlangsung.
Insentif
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21
ditanggung oleh pemerintah selama masa pajak April 2020 sampai dengan Masa
Pajak September 2020. Insentif ini berlaku untuk perusahaan dengan syarat
memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam PMK tersebut,
telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, dan mendapatkan izin Penyelenggara
Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB. Selain itu,
insentif ini hanya berlaku untuk pegawai yang memiliki NPWP dan menerima
penghasilan bruto bersifat tetap tidak lebih dari Rp200 juta.
PPh Pasal 21
ditanggung pemerintah ini harus dibayarkan oleh perusahaan secara tunai pada
karyawannya saat pembayaran penghasilannya. Hal ini meliputi perusahaan yang
memberikan tunjangan atau menanggung PPh Pasal 21 kepada karyawannya. Jika
ingin memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ini, perusahaan harus menyampaikan
pemberitahuan secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak, perusahaan
harus menyampaikan laporan realisasi insentif PPh Pasal 21 ini pada Kepala KPP,
serta kode kode billing dengan cap “PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Eks PMK
Nomor …/PMK.03/2020.” Penyampaian semua dokumen tersebut dilakukan paling
lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Insentif
PPh Pasal 22 Impor
Pemerintah
membebaskan PPh Pasal 22 Impor selama 6 bulan pada perusahaan yang memiliki
kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam PMK, telah
ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB pada saat
pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.
Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22
Impor. Untuk mendapatkan surat ini, perusahaan wajib membuat pengajuan secara
online melalui laman Pajak.go.id, serta melampirkan Keputusan Menteri Keuangan
yang menunjukkan penetapan sebagai perusahaan mendapatkan fasilitas KITE. Jika
berhak, perusahaan akan mendapatkan pembebasan pemungutan PPh yang berlaku
sejak Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai 30 September 2020. Perusahaan
pun harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan menggunakan formulir yang
tersedia dan menyampaikannya paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
Insentif
Angsuran PPh Pasal 25
Berdasarkan PMK Nomor
9/PMK.03/2021, Pemerintah memberikan kebijakan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar
50% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang kepada para perusahaan
dengan kriteria yang sama seperti poin sebelumnya. Perusahaan harus
menyampaikan pemberitahuan pengurangan secara online melalui laman Pajak.go.id.
Jika berhak, perusahaan yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini
harus menyampaikan laporan realisasi kepada Kepala KPP terdaftar menggunakan
formulir yang tersedia. Laporan tersebut harus disampaikan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika perusahaan telah
memanfaatkan insentif pengurangan PPh Pasal 25 sesuai PMK sebelumnya, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh tahun pajak
2020 disampaikan sebelum batas waktu penyampaiannya sama dengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak 2020 setelah pemanfaatan
insentif angsuran PPh Pasal 25.
Insentif
PPN
Wajib pajak atau
perusahaan yang bergerak di bidang eksportir dan non eksportir, dapat
memanfaatkan insentif PPN berupa percepatan restitusi selama 6 bulan. Kriteria
perusahaan yang dapat memanfaatkan ini adalah memiliki klasifikasi lapangan
usaha seperti yang tercantum dalam PMK, telah ditetapkan sebagai perusahaan
KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha
Kawasan Berikat atau izin PDKB, dan menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar
restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar. Perusahaan yang
memenuhi kriteria tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Di sini, PKP berisiko rendah
memiliki ketentuan:
a)
PKP
tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah.
b)
Dirjen
Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko
rendah.
c)
PKP
memiliki KLU sesuai dengan lampiran yang tercantum dalam PMK.
d)
Tanpa
persyaratan melakukan kegiatan seperti ekspor BKP/JKP, penyerahan kepada
pemungut PPN dan penyerahan yang tidak dipungut PPN.
Untuk mendapatkan
insentif PPN ini, perusahaan harus melampirkan Keputusan Menteri Keuangan
mengenai penetapan perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE, dalam SPT Masa
PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. SPT Masa PPN tersebut
meliputi SPT Masa PPN termasuk pembetulan SPT Masa PPN, yang disampaikan paling
lama akhir bulan setelah masa pajak pemberian insentif berakhir
Insentif
Pajak UMKM
Wajib pajak yang
merupakan pelaku UMKM dengan peredaran bruto tertentu sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan menyetorkan PPh Final sebesar 0,5% dari
jumlah peredaran bruto tersebut, mendapatkan insentif PPh Final ditanggung
Pemerintah. PPh Final tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang
dikenakan pajak. Jika pelaku UMKM melakukan impor, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 impor.
Wajib pajak perlu
mengajukan permohonan Surat Keterangan untuk dapat memanfaatkan insentif pajak
ini secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak atau disetujui, wajib
pajak harus membuat laporan realisasi PPh Final ditanggung Pemerintah meliputi
PPh terutang atas penghasilan yang diterimanya, termasuk dari transaksi dengan
Pemungut pajak. Pihak Pemungut Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau
kode ID Billing yang dibubuhi cap bertuliskan “PPh Final Ditanggung Pemerintah
Eks PMK Nomor …/PMK.03/2020” atas transaksi yang merupakan objek pemungutan PPh
final. Kemudian, laporan realisasi tersebut beserta lampiran Surat Setoran
Pajak wajib disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
Insentif
PPh Final Jasa Konstruksi
Pada PMK Nomor
9/PMK.03/2021, terdapat insentif baru untuk PPh Final jasa konstruksi. Insentif
ini diberikan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang dikenai PPh yang
bersifat final. Penerima penghasilan adalah wajib pajak penerima P3-TGAI
ditanggung Pemerintah. Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendukung
peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan
kebutuhan penting bagi sektor pertanian kita. PPh final ini harus dilunasi
dengan cara:
a)
Dipotong
oleh pengguna jasa saat pembayaran, yang mana pengguna jasa adalah pihak
pemotong pajak.
b)
Disetor
sendiri oleh penyedia jasa, yang mana bukan merupakan pemotong pajak.
Pemotong pajak harus
menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran
tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh
yang terlampir pada PMK. Pemotong pajak juga harus membuat surat setoran pajak
atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh Final Jasa
Konstruksi Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor …/PMK.03/2021”. Kemudian,
laporan realisasi tersebut harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Kebijakan Perpajakan Lainnya
Selama Pandemik Covid-19
Penurunan
Tarif PPH Badan
Pemerintah turut
menerapkan penurunan tarif umum PPh Badan yang semula 25%, menjadi 22% untuk
tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022. Sedangkan
untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan jumlah
keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit
40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari
tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun
pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.
Perpanjangan
Waktu Permohonan/Penyelesaian Administrasi Perpajakan
Jangka waktu
penyampaian permohonan keberatan oleh wajib pajak diperpanjang paling lama 6
bulan. Jangka waktu atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17B diperpanjang paling lama 6 bulan. Jangka waktu pengajuan surat keberatan
sebagaimana dalam pasal 26 ayat (1) diperpanjang paling lama 6 bulan. Jangka
waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atau
pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan hasil pemeriksaan,
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 36 ayat (1), diperpanjang paling lama 6
bulan. Jangka waktu pengembalian
kelebihan bayar pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), diperpanjang
paling lama 1 bulan.
Pemberian
Fasilitas Kepabeanan. Menteri
Keuangan memiliki kuasa untuk memberikan fasiitas pembebasan atau keringanan
bea masuk dalam rangka penanganan pandemik Covid-19, dan/atau menghadapi
ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. Pemajakan atas Transaksi Elektronik, Pemerintah akan memungut PPN
atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
platform luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Selain PPN, Pemerintah turut memungut PPh atau pajak transaksi elektronik atas
kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi
signifikan di Indonesia.
Perpanjangan
Masa Lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT Masa PPN. Sebelumnya, Pemerintah juga telah
mengeluarkan kebijakan memperpanjang masa lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT
Masa PPh. Seperti yang pernah dibahas pada artikel, “Work From Home: Kebijakan
Perpajakan & Tips Menjaga Produktivitas“, DJP mengumumkan bahwa batas
pelaporan dan pembayaran SPT Tahunan Pribadi yang semula tanggal 31 Maret 2020,
menjadi 30 April 2020. Sedangkan untuk batas pelaporan SPT Masa PPh Pot/Put
Februari 2020 mundur sampai dengan tanggal 30 April 2020.
Selain itu, DJP juga mengimbau
seluruh wajib pajak Indonesia untuk melaksanakan kewajiban pembayaran dan
pelaporan pajak secara online karena seluruh kantor pelayanan pajak se
Indonesia tutup sementara waktu guna mencegah penyebaran virus Corona ini. Anda
dapat mengurus pelaporan dan pembayaran melalui www.pajak.go.id atau Penyedia
Jasa Aplikasi Perpajakan mitra DJP seperti OnlinePajak Saat ini, belum terdapat
peraturan terbaru untuk pelaporan SPT PPh Badan maupun SPT Tahunan Pribadi
tahun pajak 2020. Kami akan terus memberikan update peraturan terbaru untuk
Anda.
B. Tujuan
dan Manfaat Program Insentif Pajak di Tengah Pandemi Covid 19
Insentif pajak saat
ini bandulnya lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu
menggerakan roda perekonomian negara. Saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang
sangat mengkhawatirkan. Roda perekonomian berjalan lambat diikuti dengan
lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (Rp 16.500/US$). Di
sisi lain daya beli masyarakat juga menurun. Maka dalam rangka mempertahankan
stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat juga produktivitas
industri, pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat. Tak terkecuali dengan aspek pajak, beberapa hari yang lalu,
tepatnya tanggal 21 Maret 2020 Menteri Keuangan menerbitkannya PMK
23/PMK-03/2020. Beleid ini diberi judul Insentif Pajak untuk Wajib Pajak
Terdampak Wabah Virus Korona.
PMK 23/PMK03/2020
memberikan insentif pajak pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yakni objek
pajaknya pegawai, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yakni objek pajaknya atas
impor, pajak penghasilan pasal 25 angsuran pajak dan pajak pertambahan nilai
(PPN) dalam hal mempercepat pengembalian (restitusi) atas PPN lebih bayar. Batasan
yang dibuat dalam beleid ini, untuk PPh 21 dengan kriteria pegawai yang
berpenghasilan bruto tidak lebih dari 200 juta rupiah pertahun atau 16,6 juta
rupiah perbulan. Sedangkan untuk PPh 25 mendapat pengurang angsuran pajak
sebesar 30%, PPh 22 dibebaskan, semua insentif ini berlaku 6 bulan, dimulai
sejak bulan April 2020.
Namun tidak semua
sektor usaha mendapat fasilitas perpajakan ini. Hanya sektor industri tertentu
dan bagi wajib pajak dengan status kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE)
dan KITE IKM yakni kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan
menengah. Jika diuraikan tujuan regulasi ini, misalnya untuk PPh 21, agar para
pekerja disektor industri pengelolaan khususnya pabrik yang jumlah karyawannya
signifikan dapat mempertahankan daya beli. Sedangkan untuk PPh 22 bertujuan memberikan
stimulus bagi industri dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya. Bagi
PPh 25 bertujuan menyetabilkan perekonomian dalam negeri dan peningkatkan
ekspor.
Regulasi untuk
restitusi PPN dipercepat bertujuan membantu wajib pajak dapat lebih optimal
dalam manajemen kas dan membantu cash flow wajib pajak ditengah kesulitan ini. Salah
satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara dan digunakan dalam
pembangunan, namun fungsi pajak juga dapat memberikan regulasi untuk membantu
masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi. Insentif pajak saat bandulnya lebih
mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda
perekonomian. Saat ini kondisi ekonomi memang sangat mengkhawatirkan berjalan
lambat diikuti dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat dan menurunya daya beli masyarakat.
Peraturan Menteri
Keuangan ini sangat baik dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemerintah
peduli dengan kondisi ekonomi saat ini. Namun, pemerintah masih perlu mengkaji lagi
untuk menambahkan sektor usaha baru agar bisa mendapat insentif pajak. Sektor
usaha baru yang bisa menerima fasilitas pajak ini yang masih perlu diperluas,
karena imbas yang terjadi atas pandemi Covid-19 ini bukan hanya sektor industri
tertentu (pengelolaan), KITE dan KITE IKM. Namun hampir semua sektor, termasuk
sektor jasa, sektor properti, sektor parawisata dan ada banyak lagi sektor
usaha yang terpukul saat ini.
Kita sadar bahwa
ekonomi itu berdampak multiplier effect seperti mata rantai yang saling
berkaitan satu sama lain. Jadi jika terjadi penurunan ekonomi dibeberapa bidang
otomatis hal ini akan mempengaruhi sektor lain baik secara langsung maupun tak
langsung. Pengamatan penulis industri parawisata mengalami anjlok karena pada
saat ini, mana mungkin ada orang yang ingin pergi berlibur menikmati objek
wisata. Karena kebanyakan orang (hampir semua) ingin berada didalam rumah agar
aman dari penularan Covid-19. Industri parawisata memiliki banyak turunannya
seperti biro perjalanan, perhotelan, dan restoran di tempat wisata, alhasil
pasti sektor ini terkulai lemas saat sekarang.
Berdasarkan data
ekspektasi pasar yang ada industri hotel mengalami penurunan total revenue
(pendapatan) akibat dampak virus korona Covid-19 sebesar minus 25% hingga minus
50% , demikian juga dengan industri restoran mengalami penurunan omzet sebesar
25% hingga 50% dibandingkan dengan penjualan pada saat kondisi normal. Maka
dari data dan argumen diatas perlu ditambahkan variabel sektor usaha yang
mendapat insentif pajak atas bencana pandemi Covid-19, karena semua sektor pada
hakekatnya juga mengalami kondisi penurunan dan kelesuan. Namun pemerintah
perlu mengkaji dengan cermat atas perlakuan insentif pajak, karena hal ini akan
menggerus penerimaan pajak secara signifikan. Misalnya PPh 21 atau PPh atas
penghasilan karyawan, pada tahun 2019 realisasi penerimaannya sebesar Rp 148,63
triliun.
Jika diberikan
insentif pajak atas PPh 21 tersebut maka negara akan kehilangan pendapatannya
yang cukup besar. Memang diharapkan akan memantul ke daya beli masyarakat yang
meningkat sehingga terjadi peningkatan pula atas penerimaan PPN karena
masyarakat akan mengomsumsi barang, namun efek atas hal ini belum tentu
terjadi. Kondisi ini berbanding terbalik dengan insentif pajak yang akan
mengurangi pendapatan negara, saat ini pemerintah memerlukan dana yang tidak
sedikit untuk mensubsidi pangan, obat-obatan juga fasilitas medis guna
menanggulangi Covid-19. Maka diperlukan langkah yang matang dalam membuat
kebijakan terutama regulasi perpajakan agar bisa berdampak positif untuk
perekonomian rakyat.
C. Dampak
Yang Akan di Rasakan Dengan Adanya Program Insentif Pajak
Menurut Jann dan
Wegrich (2007), sebuah kebijakan yang baik haruslah secara konstan direviu,
dikontrol, diubah, bahkan dihentikan. Lebih lanjut, Jann dan Wegrich (2007)
berpendapat bahwa sebuah kebijakan harus secara berulang diformulasi ulang,
diterapkan, dan dievaluasi untuk memperbaiki apa yang kurang. Oleh karena itu,
sebagai upaya untuk mengevaluasi efektivitas insentif pajak tersebut DJP telah
menyelesaikan berbagai macam analisis, baik analisis hasil Survei PEN Tahap I
dan II, maupun analisis karakteristik dan ketahanan usaha WP pemanfaat insentif
(Kemenkeu, 2021).
Berdasarkan data APBN
KiTa (Kinerja dan Fakta), survei PEN tahap I telah dilaksanakan pada tanggal 21
Juli sampai dengan 7 Agustus 2020 dengan jumlah responden sebanyak 12.822.
Tujuan utama Survei PEN tahap I adalah untuk memotret kondisi dan
keberlangsungan usaha dari pelaku usaha pada masa-masa awal pandemi serta
mengetahui persepsi pelaku usaha mengenai stimulus pajak yang belum lama
digulirkan pemerintah saat itu (Kemenkeu, 2021). Selanjutnya, guna melengkapi
survei PEN tahap I, maka pada tanggal 8 Desember sampai dengan 28 Desember 2020
Kementerian Keuangan menyelenggarakan Survei PEN tahap II yang tujuan utamanya
adalah untuk mengetahui persepsi kebermanfaatan stimulus fiskal (tidak hanya
stimulus pajak, tapi juga meliputi stimulus bea masuk dan cukai serta stimulus
PNBP) yang dirasakan oleh WP selama tahun 2020.
Berdasarkan survey
PEN I diketahui bahwa pada tahun 2020, 86% Wajib Pajak mengalami penurunan
omset dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini senada dengan survey yang
dilakukan oleh World Bank yang menyatakan bahwa 82% pelaku usaha mengalami
penurunan penjualan selama pandemi berlangsung (Kemenkeu, 2021). Berdasarkan
survey PEN tahap II juga diketahui bahwa 2 dari 3 Wajib Pajak yang memanfaatkan
insentif perpajakan menyatakan bahwa insentif pajak tersebut sangat bermanfaat
dalam membantu relaksasi kemampuan keuangan Wajib Pajak tersebut (Kemenkeu,
2021). Selanjutnya, dari sisi ketahanan usaha diketahui bahwa hampir seluruh
Wajib Pajak mengalami penurunan omset pada masa pandemi ini. Namun demikian,
Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan umumnya mengalami penurunan
omset pada tingkat yang lebih ringan daripada Wajib Pajak yang tidak
memanfaatkan insentif tersebut (Kemenkeu, 2021).
Dari sisi jumlah
tenaga kerja diketahui bahwa hasil analisis DJP menunjukkan secara umum semua
Wajib Pajak melakukan pengurangan jumlah karyawan pada masa pandemi ini. Namun
demikian, Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 umumnya mengalami
pengurangan karyawan yang lebih sedikit dibandingkan dengan Wajib Pajak yang
tidak memanfaatkan insentif tersebut (Kemenkeu, 2021).
Selanjutnya, dari
sisi kegiatan impor – ekspor juga diketahui bahwa Wajib Pajak yang memanfaatkan
insentif PPh Pasal 22 impor secara umum melakukan kegiatan importasi memiliki
volume impor yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak
memanfaatkan insentif tersebut. Selain itu, berdasarkan analisis DJP juga
diketahui bahwa Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 impor
melakukan kegiatan ekspor pada level dan volume yang lebih baik dibandingkan
dengan Wajib Pajak yang tidak memanfaatkannya, kecuali untuk Wajib Pajak dengan
omset Rp5 – Rp10 miliar. Hal ini cukup membuktikan bahwa insentif PPh Pasal 22
impor membantu ketahanan para Wajib Pajak dalam melakukan usahanya.
Dari sisi kegiatan
penjualan dan pembelian dalam negeri juga diketahui bahwa Wajib Pajak yang
memanfaatkan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 mengalami penjualan
dalam negeri pada level yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang
tidak memanfaatkan insentif tersebut. Berdasarkan analisis DJP juga diketahui bahwa
Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 mengalami pembelian dalam
negeri pada volume yang lebih baik dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak
memanfaatkan.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Pada dasarnya,
ekonomi global melemah secara keseluruhan akibat pandemik virus Corona.
Berbagai negara mengalami krisis dari seluruh sektor, terutama keuangan dan
kesehatan. Tak luput Indonesia. Demi menyelamatkan perekonomian nasional dan
menjaga kestabilan sistem keuangan, Pemerintah menerapkan insentif dan
relaksasi pajak, bersama dengan sejumlah kebijakan lainnya yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Pertama, insentif pajak untuk mendukung
sisi demand atau menjaga kemampuan masyarakat untuk tetap melakukan belanja.
Contohnya seperti PPh Pasal 21 DTP (ditanggung pemerintah) untuk karyawan di
sektor terdampak pandemi, dan berpenghasilan di bawah Rp200 juta dalam setahun.
Kedua, insentif untuk mendukung
cashflow bagi sektor usaha terdampak pandemi dengan memberikan kemudahan tambahan
berupa keringanan pajak dalam bentuk penurunan tarif PPh Badan, pengurangan
angsuran PPh 25, pembebasan PPh 22 Impor, restitusi PPN dipercepat, dan PPh
Final UMKM DTP. Ketiga, insentif
pajak untuk pembelian alat kesehatan dan vaksin Covid-19. Hal tersebut
dilakukan melalui pemberian fasilitas perpajakan dalam proses pengadaan alat
kesehatan dan vaksin dengan relaksasi pajak impor, BM dan Cukai, PPh 23, hingga
PPN DTP.
Berdasarkan uraian
tersebut di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara umum, insentif
pajak berdampak positif dalam program PEN. Wajib Pajak mempunyai persepsi yang
sangat baik terhadap insentif perpajakan. Wajib Pajak yang memanfaatkan
insentif perpajakan umumnya mempunyai kinerja penjualan lokal, ekspor, omzet,
pembelian lokal dan impor yang lebih baik dibandingkan Wajib Pajak yang tidak
memanfaatkan insentif.
DAFTAR PUSTAKA
“INSENTIF PAJAK DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KETAHANAN KEUANGAN NASIONAL DALAM MASA PENDEMI COVID 19 DI INDONESIA”, Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui :
https://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/download/226/132
Padyanoor, Aswin. 2020. “Kebijakan Pajak Indonesia Menanggapi Krisis
COVID-19: Manfaat bagi
Wajib Pajak”,Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui : https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/download/60942/36543/
Widyasari. 2020. “PENGARUH INSENTIF PAJAK, TARIF PAJAK, SANKSI PAJAK
DAN PELAYANAN
PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK SELAMA MASA PANDEMI
COVID-19” ,Artikel diambil dari internet pada 19 November 2021 melalui : https://journal.budiluhur.ac.id/index.php/ema/article/download/1248/874
Indaryani, Mamik. 2020. “Dampak Covid-19 dan Pemanfaatan Insentif Pajak
terhadap Keberlangsungan
Usaha pada UMKM Tenun Troso Jepara” , Artikel
diambil dari internet pada 19
November 2021 melalui : https://ejurnalunsam.id/index.php/jmk/article/download/3035/2166/
Nuraini, Intan. 2021. “PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK
ATAS WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN EFEKNYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAN
KESINAMBUNGAN USAHA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA BINJAI”, Artikel
diambil dari internet pada 19
November 2021 melalui :
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44379/182600013.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Susi, Rulyani. 2020. “PENGARUH
KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK, DIGITALISASI
PAJAK, DAN KEPERCAYAAN KEPADA PEMERINTAH
TERHADAP PENANGANAN DAMPAK COVID-19”. Artikel
diambil dari internet pada 20
November 2021 melalui : https://sna-iaikapd.or.id/sna24jambi/download.php?f=PPJK-010-%20Fullpaper.pdf&tipe=paperfull
Nur, Devi. 2021. “PENGARUH KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI
COVID-19 TERHADAP
PENERIMAAN PPN” ,Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://jurnal.pknstan.ac.id/index.php/pkn/article/download/1202/663/5334
Ariyanto, Agus. 2020. “Mengenal
Insentif Pajak di Tengah Wabah Covid-19”.Artikel diambil
dari internet pada 20
November 2021 melalui : https://www.pajak.go.id/id/artikel/mengenal-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19
Ardin, Galih. 2021. “Survei dan
Analisis Insentif Perpajakan Program PEN 2020 Tunjukkan Dampak Positif”.Artikel
diambil dari internet pada 20
November 2021 melalui : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/survei-dan-analisis-insentif-perpajakan-program-pen-2020-tunjukkan-dampak-positif/
Yanti, Ika. 2021. “Pemberian
Insentif Pajak di Tengah Wabah Covid-19”.Artikel
diambil dari internet pada 20
November 2021 melalui : https://satvika.co.id/news/pemberian-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19.html
Lathifa, Dina. 2020. “Ini
Insentif Pajak yang Berlaku Selama Pandemik Virus Corona”.Artikel diambil dari internet pada 20 November 2021 melalui : https://www.online-pajak.com/st/seputar-efaktur-ppn/kebijakan-insentif-pajak
Dampak Kenaikan Nilai
Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19
(PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM)
Disusun oleh ;
UPBJJ UT BATAM
S1 AKUNTANSI
Abstrak
Peningkatan upah minimum yang
lebih rendah pada 2022 dibandingkan dengan rata-rata kenaikan sebelum masa
pandemi Covid-19 dinilai akan berdampak minim terhadap tingkat inflasi tahun
depan. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan rata-rata kenaikan
upah minimum provinsi (UMP) sebesar 1,09 persen untuk tahun depan. Peningkatan
tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kenaikan pada tahun ini sebesar
0,46 persen. Kebijakan peningkatan upah minimum yang cukup besar ini
dilaksanakan ketika Indonesia sedang berjuang keras untuk melawan pandemi covid
19 yang sudah menjalar dari Sabang sampai Merauke.
Dalam iklim pertumbuhan ekonomi
yang rendah seperti ini, kenaikan upah minimum lebih lanjut memicu keprihatinan
bahwa hal tersebut mungkin akan menghambat upaya pemulihan ekonomi,
memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan mengurangi
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri moderen. Terlebih saat
ada kebijakan Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti saat ini hampir
semua industri pengolahan logam (PT Amtek Precision Component) hidup dengan
separuh nyawa.
Kata Kunci : Covid 19, PSBB, PT
APC, Upah Minimun.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Efektivitas penerapan
kebijakan upah minimum, sebagai suatu kebijakan yang dirancang untuk melindungi
kondisi ekonomi, khususnya pekerja dengan pendapatan rendah, masih
diperdebatkan. Penetapan upah minimum dapat meningkatkan upah pekerja, namun di
sisi lain mengurangi kesempatan kerja. Teori standar neoklasik (competitive
market) menjelaskan bahwa upah minimum menyebabkan dampak negatif terhadap
kesempatan kerja (employment), terutama untuk tenaga kerja tidak terampil
(Borjas, 2013). Tenaga kerja terampil mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan
tenaga kerja tidak terampil (Cahuc dan Michel, 1996). Pada umumnya, tenaga
kerja terampil dibayar dengan upah yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja
tidak terampil (Del Carpio et al., 2015).
Ketika ada
peningkatan upah minimum, perusahaan akan lebih memilih untuk mempertahankan
tenaga kerja terampil dibandingkan tenaga kerja tidak terampil. Peningkatan
upah akan menyebabkan peningkatan penawaran tenaga kerja, namun terjadi
penurunan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan sehingga menyebabkan pengangguran
(Welch, 1973; Brown et al., 1982). Akan tetapi, pada pasar tenaga kerja dengan
imperfect market seperti monopsoni, memperoleh hasil yang bertolak belakang
dari prediksi model standar, yaitu dampak positif terhadap tenaga kerja (Machin
dan Manning, 1994; Dickens et al., 1999; Card dan Krueger, 2000).
Penerapan upah
minimum pada negara berkembang tidak bisa diterapkan secara penuh seperti pada
negara maju. Pada negara berkembang, terdapat dualisme pasar tenaga kerja yaitu
sektor formal dan informal. Pada sektor formal dapat diterapkan kebijakan
tenaga kerja, termasuk upah minimum, sedangkan pada sektor informal kebijakan
upah minimum tidak dapat diterapkan. Beberapa kelemahan sektor formal antara
lain biaya yang dibutuhkan lebih tinggi karena harus memenuhi prosedur,
birokrasi dalam memulai suatu sektor formal, dan biaya tambahan untuk tetap
berada dalam sektor formal karena pajak regulasi dan persyaratan lainnya
(Ulyssea, 2010). Demikian pula sektor informal juga memiliki kelemahan yaitu
pekerja tidak memiliki akses pada hukum sehingga tidak terlindungi dan rentan
terhadap risiko.
Kenaikan upah minimum
provinsi (UMP) yang terlaiu drastis dan tidak diikuti peningkatan produktivitas
pekerja memukul daya saing perusahaan Indonesia, terlebih kenaikan tersebut
terjadi saat kondisi pandemi covid 19 seperti sekarang ini. Pemerintah dinilai
tidak probisnis karena kebijakan UMP yang hanya mengejar popularitas memicu
gelombang PHK, sehingga bisa menciptakan pengangguran barirdan menambah
penduduk miskin. Pemerintah selama ini selalu menggaungkan tag line
propertumbuhan (pro-growth), pro-pekerjaan (pro-job), berpihak pada masyarakat
miskin (pro-poor), dan ramah lingkungan (pro-environment). Tetapi, jelas-jelas
UMP yang diputuskan hanya mempertimbangkan kepentingan buruh, mengabaikan
kepentingan pengusaha.
Pemerintah semestinya
paham bahwa dalam sebuah perusahaan ada pekerja dan pemberi kerja. Bisnis akan
jalan kalau ada dua unsur ini. Jika pemerintah hanya memerhatikan salah satu
pihak, berarti tidak probisnis. Kedua-duanya harus diuntungkan. Jika hanya satu
pihak yang untung, pemerintah harus membuat pihak yang rugi menjadi untung
juga, misalnya dengan memberi kompensasi keringanan pajak. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk membahasnya lebih lanjut dengan menarik judul “Dampak
Kenaikan Nilai Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa
Pandemi Covid 19 (PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM)”.
B. Rumusan
Masalah
1)
Berapa
kenaikan Upah Minimum Batam tahun 2022 ?
2)
Bagaimana
kondisi bisnis di Kota Batam saat pandemi covid 19 ?
3)
Apa
dampak kenaikan Upah Minimum pada bisnis pengolahan logam saat pandemi covid 19
?
C. Tujuan
Penulisan
1)
Untuk
mengetahui tingkat kenaikan Upah Minimum di Kota Batam setiap tahunnya.
2)
Untuk
mengetahui kondisi bisnis pada sektor indutri pengolahan logam saat terjadi
pandemi covid 19.
3)
Untuk
mengetahui dampak dari kenaikan Upah Minimun terhadap PT. AMTEK PRECISION
COMPONENT BATAM.
D. Manfaat
Penulisan
1)
Bagi
Penulis, untuk mengetahui kondisi ekonomi di Kota Batam saat pandemi covid 19.
2)
Bagi
Pembaca, untuk mengetahui dampak kenaikan Upah Minimum saat pandemi covid 19
terhadap kondisi keuangan PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM.
PEMBAHASAN
A. Rencana
Kenaikan Upah Minimum tahun 2022 di Kota Batam
Dalam penetapan
pengupahan di Indonesia, ada sejumlah skema yang biasa diterapkan. Pemilihan
skema ini yang kemudian memengaruhi besaran upah yang diterima pekerja dari
pengusaha. Besarannya juga sangat tergantung dari masing-masing daerah yang
umumnya menyesuaikan dengan harga kebutuhan pokok, tingkat inflasi, standar
kelayakan hidup, dan variabel lainnya. Upah minimum yang dibayarkan pengusaha
kepada pekerja ini umumnya ditetapkan setiap tahun sekali. Kenaikan upah
minimum dibahas bersama antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau lebih
dikenal dengan tripartit.
Dalam skema
pengupahan, orang mengenal Upah Minimum Regional (UMR). Meski sering jadi pakem
dalam penyebutan upah, skema pengupahan dengan model UMR sebenarnya sudah tak
lagi digunakan. Penerapan UMR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
1 Tahun 1999. Aturan ini kemudian direvisi lewat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, sehingga secara tidak langsung UMR kini
sebenarnya sudah tak berlaku lagi. Dalam
regulasi lawas itu, dijelaskan bahwa UMR merupakan upah minimum yang
penetapannya dilakukan oleh gubernur yang menjadi acuan pendapatan buruh di
wilayahnya.
Dalam proses
penetapannya, tim yang disebut Dewan Pengupahan melakukan survei kebutuhan
hidup pekerja dari kebutuhan pangan, sandang, hingga rumah yang kemudian
diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Istilah UMR kemudian digantikan
dengan UMP dan UMK. Meski dalam praktiknya tak lagi digunakan, UMR masih sering
digunakan dalam penyebutan upah minumum, bahkan oleh sebagian orang lebih sering
menyebut UMR ketimbang menggunakan UMP dan UMK. Melalui Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, UMR Tingkat I diubah
menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP). Sementara, UMR Tingkat II diubah menjadi
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Artinya sebelum penggunaan istilah UMP dan
UMK, semua penyebutan upah minimum menggunakan UMR, baik Tingkat I maupun
Tingkat II.
UMP merupakan
perubahan nama dari UMR Tingkat I yang penetapannya oleh gubernur. Sementara,
UMK yang tak lain dulunya disebut UMR Tingkat II ini merupakan standar upah
minimum yang berlaku di daerah tingkat kabupaten/kota, meski penetapannya tetap
dilakukan oleh gubernur meski pembahasannya diusulkan oleh bupati atau wali
kota. Jika pada suatu kabupaten/kota belum bisa mengusulkan angka UMK, maka
gubernur menjadikan UMP sebagai acuan untuk pemberian upah di kabupaten/kota
tersebut. Selain UMK dan UMP, ada dua istilah lain dalam aturan pengupahan.
Pertama, Upah Minimum Sektoral (UMS) Provinsi, sebelumnya bernama Upah Minimum
Sektoral Regional Tingkat I. Adapun, di tingkat kabupaten/kota, dikenal dengan
Upah Minumum Sektoral (UMS) Kabupaten/Kota. Sebelumnya, sebelumnya menggunakan
istilah Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I.
Upah Minimum Kota Batam 2022
Dari perhitungan pemerintah,
UMK Batam 2022 yang dihitung berdasarkan PP 36 Tahun 2021 ada kenaikan sebesar
0,85 persen dari UMK tahun 2021, yaitu Rp 4.186.359 atau naik sebesar Rp
35.429,51. UMK 2021 ialah Rp 4.150.930. Senin (22/11 / 2021) dilakukan rapat
terkait usulan Upah Minimum Kota (UMK) Batam Tahun 2022 dengan Dewan Pengupahan
Kota Batam dari unsur Apindo maupun unsur pekerja di kantor Dinas Tenaga Kerja
(Disnaker) Batam, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudi Sakyakirti
mengatakan, usulan besaran UMK sesuai hasil rapat bersama dewan pengupahan ini
nantinya akan dikirimkan ke Wali Kota Batam.
Perhitungan dari
pemerintah itu berdasarkan PP 36/2021. Sementara usulan dari pekerja dihitung
dengan rumusan kebutuhan sehari-hari. Angka usulan yang didapatkan ini tentu saja
berbeda dari perhitungan pemerintah. Banyak yang berharap UMK yang nanti
ditetapkan adalah UMK yang sehat. Artinya, UMK tersebut bisa disepakati bersama
dan membawa keberkahan bagi pekerja maupun pengusaha.Ketua Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) Batam, Rafki Rasyid mengatakan, kenaikan UMK yang diusulkan
ini sudah mengacu pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.
B-M/383/HI.01.00/XI/2021. Menurutnya, presentase kenaikan angka UMK Batam tahun
2022 berdasarkan SE Menaker hanya 0,85 persen.
Pemerintah pusat
sendiri telah mengeluarkan petunjuk teknis termasuk merilis data yang
dibutuhkan untuk menentukan upah minimum 2022 lewat Surat Edaran Menteri
Ketenagakerjaan ini. Dalam formulasi perhitungan upah minimum yang ada pada PP
36 Tahun 2021 tentang pengupahan, nilai yang keluar berdasarkan rata-rata
konsumsi per kapita masyarakat di suatu daerah. Kemudian memperhitungkan
rata-rata jumlah anggota keluarga dalam satu keluarga di suatu daerah. Lalu
dibandingkan dengan rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja. Serta data
inflasi dan pertumbuhan ekonomi dimana data inflasi dan pertumbuhan ekonomi
yang diambil adalah data di tingkat provinsi.
B. Industri
Pengolahan Logam Saat Pandemi Covid 19
PT. AMTEK PRECISION
COMPONENT BATAM. PT adalah sebuah perusahaan yang beralamat di Jl Engku Putri
Lot 1 Citra Buana 3 Batam Centre, tepatnya di Kota atau Kabupaten Batam yang
merupakan salah satu kota kabupaten penting yang terletak di Provinsi
KepulauanRiau. perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi dan pengelolaan
Almnum & Stanless Steel Hub. Industri pengolahan di Batam memproyeksikan
pertumbuhan tahun ini. Salah satu tumpuan kinerjanya adalah pasar luar negeri.
Mereka mengaku bisa mengimbangi kelesuan pasar domestik karena permintaan
perusahaan asing melonjak. Kinerja perseroan tidak optimal. Hal tersebut
disebabkan tertekannya daya beli konsumen selama pandemi.
Faktor itu didorong
pergolakan harga aluminium secara global. Dari hal tersebut membuat kinerja
penjualan turun dari Rp 1,2 triliun pada 2019 menjadi Rp 1,02 triliun tahun
lalu. Laba bersih itu bahkan melorot sebanyak 88,1 persen menjadi hanya Rp 3,99
miliar. Namun, dia melihat potensi baru. Sebab, ekspor pada 2020 tercatat Rp
514 miliar. Angka tersebut masih di bawah capaian ekspor 2019. Tapi, secara kontribusi
ekspor sudah mencapai 49,9 persen, sedangkan kontribusi ekspor pada 2019
mencapai 46,88 persen.
Penetrasi pasar yang
lebih dalam di pasar AS, Australia, dan Eropa. Hasilnya, mereka bisa
meningkatkan ekspor hingga 38,1 persen tahun ini. Per Juli 2021, ekspornya
mencapai Rp 445 miliar. Angka tersebut menyerap 57 persen dari total penjualan.
Diperkirakan bahwa kontribusi dari ekspor terus menguat. Sebab, selama awal
semester II ekonomi Indonesia jatuh akibat PPKM darurat. Pasar ekspor memang
menjadi tumpuan industri pengolahan. Negara yang mereka bidik adalah Amerika
Serikat (AS). Ada beberapa faktor yang membuat pasar AS menggiurkan. Yang
terbesar ialah kebijakan anti-dumping yang dilakukan AS terhadap Tiongkok. Hal
tersebut membuat eksportir dari negara lain punya kesempatan lebih luas
menyasar pasar AS. Selama semester pertama pada 2021 ini, ekspor ke AS tumbuh
132 persen.
Tren
Positif
Industri manufaktur
mencatatkan performa positif pada beberapa subsektor di tengah kondisi tekanan
ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pada kuartal IV 2020, terdapat beberapa
subsektor yang tetap konsiten berkontribusi seperti industri logam dasar. Memang
secara tahunan industri pengolahan nonmigas terkontraksi sebesar 2,22 persen.
Namun bila kita bandingkan dengan kuartal sebelumnya, terlihat sudah ada tren
positif dan pertumbuhan industri sudah mengalami rebound. Pada kuartal IV 2020,
industri logam dasar tumbuh 11,46 persen dengan meningkatnya permintaan luar
negeri. Kemudian industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh 8,45
persen, terutama didukung peningkatan permintaan domestik terhadap sabun, hand
sanitizer, dan disinfektan serta peningkatan produksi obat-obatan, multivitamin
dan suplemen makanan.
Dari banyaknya sektor
industri yang terimbas pandemi Covid-19, sektor industri kimia, farmasi, dan
obat tradisional tetap memiliki demand tinggi sehingga memberikan kontribusi
positif terhadap perekonomian. Selanjutnya, industri makanan dan minuman tumbuh
1,66 persen pada kuartal IV-2020. Menurut Agus, sektor tersebut merupakan salah
satu sektor yang memiliki permintaan tinggi ketika pandemi Covid-19. Sebab,
masyarakat perlu mengonsumsi asupan yang berkualitas untuk menjaga kesehatan. Industri
makanan dan minuman merupakan sektor yang sangat potensial untuk terus dipacu,
sektor ini kami proyeksikan agar mampu memberikan kontribusi signifikan bagi
perekonomian nasional.
Selain itu, subsektor
manufaktur yang juga memberikan kontribusi positif pada kuartal IV-2020
meliputi industri otomotif dan industri semen. Pada periode tersebut, produksi
mobil mencapai 206.937 unit atau naik sebesar 82,21 persen dari kuartal
sebelumnya. Sedangkan penjualan mobil secara wholesale atau penjualan sampai
tingkat diler mencapai 159.981 unit, atau naik sebesar 43,98 persen. Berbagai
kebijakan dan stimulus telah dirancang pemerintah guna membangkitkan gairah
usaha para produsen kendaraan bermotor. Terlebih industri otomotif merupakan
satu dari sektor-sektor yang mendapat prioritas pengembangan dalam implementasi
industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Sedangkan industri semen
pada kuartal IV 2020 mencatatkan produksi semen sebesar 18,53 juta ton atau
naik 2,91 persen. Pengadaan semen dalam negeri pada periode tersebut meningkat
sebesar 18,06 juta ton atau 3,11 persen.
C. Dampak
Kenaikan Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan
Kalangan dunia usaha
di Batam berharap penghitungan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2022 yang
menggunakan formula baru, jangan sampai memberatkan mereka. Pasalnya, dunia
usaha di Batam dalam dua tahun terakhir sudah dihantam badai pandemi Covid-19.
Pengusaha berharap penghitungan UMK Batam untuk 2022 memang menggunakan aturan
baru, yakni PP Nomor 36 Tahun 2021. Semoga tidak memberatkan dunia usaha di
Batam. Dengan mengacu PP Nomor 36 Tahun 2021, maka penghitungan Upah Minimum
Provinsi (UMP) maupun UMK akan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
Meliputi paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah.
Karenanya, upah tiap
tahun akan memiliki batas atas dan bawah. Ada rentang batas atas dan bawah
kenaikan UMK Batam tahun 2022. Variabel yang dipertimbangkan adalah konsumsi
per kapita rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja. Lalu,
inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah. Dari sisi pengusaha tentunya berharap
kenaikan UMK tahun 2022 ini tidak memberatkan karena situasi yang masih berat
masih dialami pengusaha, sebab pandemi Covid-19 masih berlanjut dan
perekonomian belum pulih sepenuhnya.
Mengenai penggunaan
komponen kebutuhan hidup layak (KHL) dalam perhitungan UMK, Apindo Batam juga
berharap yang sama. Karena hitungan kebutuhan hidup layak di Batam masih di
bawah empat juta rupiah. Artinya UMK Batam sudah jauh di atas KHL. UMK Batam
sudah lama berada di atas KHL, sejak tahun 2014. Untuk itu, berharap semua
pihak menghormati dan menjalankan aturan baru yang telah dikeluarkan pemerintah
tersebut. Berapa pun nanti kenaikan UMK Batam untuk 2022 harus dihormati
bersama.
Batas atas ditentukan
berdasarkan rata-rata konsumsi perkapita dan rata-rata banyaknya Anggota Rumah
Tangga (ART) yang bekerja pada setiap rumah tangga. Data rata-rata ini
menggunakan data di wilayah bersangkutan. Nilai pertumbuhan ekonomi atau
inflasi menggunakan yang ada di tingkat provinsi. Syarat tertentu meliputi
pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan.
Tidak saja itu, aturan baru juga menyebutkan ketentuan mengenai UMP dan UMK
dikecualikan bagi usaha mikro dan usaha kecil. Upah usaha mikro dan kecil
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dengan
dua ketentuan. Pertama, paling sedikit 50 persen dari rata-rata konsumsi
masyarakat di tingkat provinsi. Kedua, nilai upah yang disepakati paling
sedikit 25 persen di atas garis kemiskinan provinsi. Penghitungan upah minimum
juga harus berdasarkan KHL mengingat saat ini pun terdapat berbagai hal yang
dihadapi. Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan adanya pengurangan gaji,
pengurangan jam kerja hingga dirumahkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut Mankiw,
(2014: 114) dalam teori upah efisiensi. Menurut teori ini,
perusahaan-perusahaan beroperasi secara lebih efisien jika upah berada di atas
titik keseimbangan. Membayar upah yang lebih tinggi dapat menguntungkan karena
dapat meningkatkan efisiensi pekerja perusahaan. Selanjutnya menurut Nicholson
(2007:483-484), tingkat upah di daerahdaerah yang tinggi tingkat
penganggurannya biasanya lebih tinggi dari tingkat upah di daerah-daerah yang
rendah tingkat penganggurannya.
Pro dan kontra adanya
kenaikan upah minimum tentunya biasa saja terjadi, terlebih di kalangan buruh.
Sebagaimana banyak pemberitaan di sejumlah media, bahwa para buruh menganggap
jika jumlah kenaikan yang telah ditetapkan dianggap terlalu kecil bagi mereka.
Sedang, bagi pihak pemerintah jumlah yang ditetapkan dianggap sudah cukup adil
untuk kedua belah pihak. Baik pihak buruh maupun pengusaha. Sisi positif dari kenaikan upah minimum tentunya ialah
meningkatnya jumlah penghasilan. Dengan adanya kenaikan penghasilan ini,
tentunya akan diikuti dengan berbagai fenomena berikutnya. Dari mulai
peningkatan daya beli di masyarakat serta munculnya berbagai macam usaha atau
bisnis baru.
Sisi positif dari adanya kenaikan
upah minimum
Mengimbangi
adanya monopsoni, Di
kehidupan nyata, bursa tenaga kerja tidak sepenuhnya kompetitif. Pengusaha memiliki
tingkat kekuatan monopsoni yang signifikan. Ini berarti mereka mampu membayar
upah di bawah ekuilibrium dan mengambil bagian laba yang lebih tinggi. Inilah
sebabnya mengapa kenaikan upah minimum sesuai dengan bukti empiris tidak atau
sedikit penurunan dalam pekerjaan.
Produktivitas
meningkat, Peningkatan
upah minimum menciptakan insentif bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam
otomatisasi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Misalnya, beralih ke
layanan mandiri, atau meningkatkan layanan mandiri di restoran. Investasi ini
akan membantu meningkatkan produktivitas secara keseluruhan dalam perekonomian
dan memungkinkan sebuah perusahaan untuk mampu membayar kenaikan upah.
Mengurangi
pergantian bursa tenaga kerja, Upah
minimum yang lebih tinggi mengurangi pergantian bursa tenaga kerja. Pekerja
memiliki insentif yang lebih besar untuk tetap berada dalam pekerjaan karena
mereka memperoleh bayaran yang lebih baik. Demikian juga, perusahaan memiliki
lebih banyak insentif untuk melatih pekerja yang dibayar lebih tinggi.
Perputaran bursa tenaga kerja yang lebih rendah akan membantu mengurangi biaya
perusahaan.
Mengimbangi
Inflasi, Inflasi
secara langsung mempengaruhi ekonomi dan biaya barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh karyawan dengan upah minimum. Inflasi terjadi setiap tahun, namun minimum
hanya naik tiga kali selama kurun waktu tiga puluh tahun terakhir. Beberapa
jenis kenaikan upah minimum diperlukan untuk mengimbangi adanya inflasi ini.
Sisi Negatif dari Kenaikan Upah
Minimum
Peningkatan
pemutusan hubungan kerja (PHK), Pengusaha dengan margin laba dan anggaran upah yang
cukup rendah akan secara langsung mengalami dampak negatif dari adanya kenaikan
upah minimum yang signifikan. Mereka tidak akan lagi bisa mempekerjakan jumlah
karyawan yang sama dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Pasalnya, hal
tersebut akan membuat ongkos produksi akan turut meningkat yang berimbas pada
beban pengeluaran. Meningkatkan harga
barang, Seiring dengan naiknya upah minimum, umumnya harga-harga bermacam
komoditi juga akan mengalami peningkatan. Tak dapat dipungkiri jika para
pengusaha pun akan mulai menyesuaikan harga produk atau layanan yang dijual
dengan situasi yang tengah terjadi, seperti ongkos produksi dan transportasi.
Karyawan
Baru Terbatas, Dalam
sebuah studi baru-baru ini yang diselenggarakan oleh Federal Reserve Bank of
Chicago, menyeatakan bahwa “Peningkatan 10 % dalam upah minimum menurunkan
lapangan kerja keterampilan rendah sebesar 2% hingga 4% dan total pekerjaan
restoran sebesar 1% hingga 3%.”. Lowongan
kerja untuk pekerja upah rendah berkurang , Dengan adanya kenaikan upah
minimum secara signifikan, beberapa pekerja yang berpengalaman akan kehilangan
pekerjaan mereka saat ini. Selanjutnya,
mereka akan dipaksa untuk melamar di posisi dengan upah minimum.
Dampak kenaikan upah yang
dirasakan perusahaan
Perusahaan tentu
harus menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran produk yang
dihasilkannya.Kenaikan upah atau gaji tenaga kerja jika tidak diimbangi dengan
kenaikan harga produk di pasaran tentu akan memaksa perusahaan untuk mengurangi
produksi produknya. Karena jika tetap dijual dengan harga lama sedangkan biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan sudah meningkat, hal ini akan mengurangi
keuntungan yang akan diperoleh perusahaan bahkan bisa membuat perusahaan rugi.
Kerugian bukanlah hal yang diinginkan oleh perusahaan. Apabila kerugian yang
dialami oleh perusahaan berlangsung lama, maka perusahaan akan menghentikan
aktivitas produksi. Dalam hal ini output yang dihasilkan jadi nol atau tidak
ada.
Apabila kenaikan perusahaan
masih dalam batas yang wajar dan perusahaan masih tetap mendapatkan keuntungan, maka kemungkinan perusahaan akan
tetap bisa mempekerjakan buruh atau karyawan dengan jumlah yang banyak. Jika
hal ini terjadi, maka kenaikan upah akan tetap bisa memproduksi output dalam
jumlah yang banyak. Apabila buruh dibayarkan dengan upah yang tinggi dan output
yang dihasilkan banyak. Maka output yang diproduksi oleh perusahaan akan bisa
diserap oleh pasar. Hal ini dikarenakan masyarakat mempunyai daya beli untuk
membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kenaikan upah
memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya bagi masyarakat yang
masih bekerja akan meningkatkan pendapatannya terlebih sekarang ini sedang terjadi
pandemi covid 19 yang cukup menggoncang perekonomian dunia dari segala sektor,
dalam hal ini adalah pendapatan nominal. Pendapatan yang tinggi akan
mengakibatkan meningkatnya loyalitas karyawan dan berkurangnya tingkat turn
over (keluar masuknya) pekerja. Sedangkan dampak negatif kenaikan upah adalah
semakin berkurangnya permintaan atau penyerapan tenaga kerja. Dengan
berkurangnya penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan semakin meningkatnya
pengangguran. Kenaikan upah juga seringkali diikuti oleh kenaikan harga-harga.
Dalam kondisi pandemi covid 19 seperti ini ada juga beberapa sektor industri
yang sama sekali tidak bisa berkembang seperti industri hiburan.
Mengingat dilemanya
kenaikan upah di masa pandemi covid 19, maka sebaiknya pemerintah lebih fokus
pada kestabilan harga dan penangan pandemi covid 19 supaya tidak terjadi
inflasi dan semakin terpuruknya industri manufaktur. Bagi pekerja, terutama
serikat pekerja supaya tidak terlalu gencar dalam menuntut kenaikan gaji atau upah
dengan cara berdemo atau berkerumun yang dapat mengakibatkan penularan virus
corona. Karena kenaikan upah yang diminta akan berdampak pada pengurangan
penyerapan tenaga kerja dan mundurnya para investor. Bagi pihak perusahaan,
kenaikan upah yang disetujui dengan mempertimbangkan kelangsungan perusahaan.
Perusahaan tidak akan mengurangi produksi output dan tetap mempekerjakan
karyawan yang ada. Oleh karena itu, untuk tetap dapat memenuhi tuntutan
kenaikan upah minimum yang terjadi setiap tahun harus diimbangi dengan kenaikan
produktivitas pekerja agar keberlangsungan perusahaan dapat terjaga karena
beban pengeluaran perusahaan yang semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
“Untung Rugi Menaikkan Upah
Minimum”,Artikel
diambil dari internet pada 03 November 2021 melalui;
https://www.simulasikredit.com/untung-rugi-menaikkan-upah-minimum/
Ariyanti,
Fiki. 2013. “Upah Buruh Naik, Apa Saja Dampaknya Bagi Perusahaan?”
,Artikel diambil dari
internet pada 03
November 2021 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/736028/upah-buruh-naik-apa-saja-dampaknya-bagi-perusahaan
Ayu,
Ipak. 2021. “Industri Elektronika Terancam
Gagal Pulih pada Semester” , Artikel diambil dari internet pada 03 November 2021
melalui https://ekonomi.bisnis.com/read/20210427/257/1387147/industri-elektronika-terancam-gagal-pulih-pada-semester-pertama
Fauzi,
Fadhli. 2020. “Jurus Industri Baja Hadapi
Pandemi dan New Normal”, Artikel diambil dari internet pada 05 November 2021 melalui : https://finance.detik.com/industri/d-5043772/jurus-industri-baja-hadapi-pandemi-dan-new-normal
“Kenaikan UMR, Ini Dia Dampak yang
Akan Terjadi”.
Artikel diambil dari internet pada 05 November 2021 melalui : https://smartpresence.id/blog/berita-terkini/umr-naik-ini-dia-dampak-yang-akan-terjadi
Sandi,
Feri. 2020. “Catat! Nasib Upah Minimum Provinsi Ditentukan Besok”
,Artikel diambil dari
internet pada 05
November 2021 melalui : https://www.cnbcindonesia.com/news/20201030063319-4-198012/catat-nasib-upah-minimum-provinsi-ditentukan-besok
Alika,
Rizki. 2021. “Dampak Pandemi, Buruh Minta
Upah Minimum Tahun 2022 Naik 7-10%”, Artikel diambil dari internet pada 05
November 2021 melalui : https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/61541ed12fae6/dampak-pandemi-buruh-minta-upah-minimum-tahun-2022-naik-7-10
Gunawan,
Candra. 2021. “DATA: Kenaikan UMK Batam Lima Tahun Terakhir dan
Tingkat Inflasi”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://gokepri.com/data-kenaikan-umk-batam-lima-tahun-terakhir-dan-tingkat-inflasi/
Librianty,
Andina. 2021. “Di Tengah Pandemi Covid-19, Industri Logam Dasar
Tumbuh 11,46 Persen”.
Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4477985/di-tengah-pandemi-covid-19-industri-logam-dasar-tumbuh-1146-persen
Haris.
2021. “Formula Baru Penghitungan UMK
Batam 2022, Kenaikan Diprediksi Hanya Rp30 Ribu”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://batampos.co.id/2021/09/08/formula-baru-penghitungan-umk-batam-2022-kenaikan-diprediksi-hanya-rp30-ribu/
“Ini Perbedaan antara UMR, UMK,
dan UMP”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://money.kompas.com/read/2020/02/29/134428926/ini-perbedaan-antara-umr-umk-dan-ump?page=all
“KENAIKAN UPAH TERLALU DRASTIS
Pemerintah Tidak Probisnis”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://kemenperin.go.id/artikel/5093/KENAIKAN-UPAH-TERLALU-DRASTIS-Pemerintah-Tidak-Probisnis
“Domestik Masih Lesu, Industri
Pengolahan Berharap dari Pasar Ekspor”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://www.jawapos.com/ekonomi/bisnis/02/09/2021/domestik-masih-lesu-industri-pengolahan-berharap-dari-pasar-ekspor/?page=all
Wahyudi,
Imam. 2021. “Pandemi dan Upah Minimum”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://news.detik.com/kolom/d-5349156/pandemi-dan-upah-minimum
“Profil dan Alamat Lengkap PT. AMTEK PRECISION
COMPONENT BATAM”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : http://companychambers.blogspot.com/2018/12/profil-dan-alamat-lengkap-pt-amtek_3.html
Elena,
Maria. 2021. “Tenang! Dampak Kenaikan UMP 2022 Minim Terhadap
Inflasi”. Artikel diambil
dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://ekonomi.bisnis.com/read/20211117/9/1467005/tenang-dampak-kenaikan-ump-2022-minim-terhadap-inflasi
“UMK Batam 2022 Naik Rp 35.429 Menjadi Rp 4.186.359”. Artikel diambil dari internet pada 06
November 2021 melalui : https://kepripedia.com/umk-batam-2022-naik-rp-35-429-menjadi-rp-4-186-359/20847/
“Usulan
UMK Batam 2022, Rp 4.186.359”. Artikel diambil dari
internet pada 06 November 2021 melalui : https://sijori.id/read/usulan-umk-batam-2022-rp-4-186-359
Gunawan, Chandra. 2021.
“UMK Batam 2022:
Buruh Minta Kenaikan 10 Persen, Disnaker Tunggu Data Mutakhir Ekonomi”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://gokepri.com/umk-batam-2022-buruh-minta-kenaikan-10-persen-disnaker-tunggu-data-mutakhir-ekonomi/
Hanri. 2021. “KELOMPOK KAJIAN PERLINDUNGAN SOSIAL DAN
TENAGA KERJA”. Artikel diambil dari internet pada
06 November 2021 melalui : https://www.lpem.org/wp-content/uploads/2021/11/Labor_Market_Brief_November_2021_v1.pdf
Ningsih, Desrini. 2017. “DAMPAK KENAIKAN UPAH DI
KOTA BATAM”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://ejurnalunsam.id/index.php/jse/article/download/67/41#:~:text=Bagi%20perusahaan%2C%20kenaikan%20upah%20ini,semakin%20menurunnya%20penyerapan%20tenaga%20kerja.
Untuk no whatsapp nya ganti di 085293796340 Untuk testimoni ada di galeri. Untuk yg lain2 gak tak post krna sdh mulai di rame pembahasan ter...