PROFESIONALISME SEORANG GURU DI ERA SERTIFIKASI
NONE
ABSTRAK
“Guru
merupakan pondasi terdepan dalam rangka mencerdasakan bangsa”
kata tersebut memang pantas disandangkan untuk
seorang guru yang berkualitas dan berdedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugasnya
yaitu mencerdaskan generasi bangsa berikutnya. Dalam pandangan masyarakat Jawa,
guru merupakan suatu profesi yang terhormat. Hal ini terungkap dari kata “guru”
yang dalam bahasa Jawa menurut kerata basa merupakan kependekan dari digugu lan
ditiru (dianut dan dicontoh). Bertolak dari kerata basa itu, maka guru
merupakan pribadi dan profesi yang dihormati dalam masyarakat Jawa
tradisional.Mereka menjadi panutan dan contoh bagi masyarakat karena memiliki
keahlian, kemampuan, dan perilaku yang pantas untuk dijadikan teladan.Oleh
karena itu, untuk menjadi guru seseorang harus memenuhi sejumlah kriteria untuk
memenuhi gambaran ideal dari masyarakat Jawa tradisional itu.
Menanggapi pandangan masyarakat tersebut pemerintah
berupaya untuk mensejahterakan kehidupan seorang guru dengan menjadikanya seorang PNS (Pegawai
Negeri Sipil) dengan gaji yang cukup besar dan sertifikasi untuk guru-guru yang
professional dan bededikasi tinggi dalam mengemban tugasnya. Namun seiring
bergantinya zaman,citra seorang guru kian memburuk. Banyak orang yang ingin
menjadi seorang guru bukan karena ingin mengabdi kepada bangsa dan negara,
namunhanya karena ingin mendapatkan gaji yang besar dan sertifikasi yang
nilainya satu kali gaji pokok. Oleh karena itulah sekarang ini banyak
bermunculan fenomena guru yang tersangkut kasus penganiayanan murid,kasus
pelecehan seksual dan masih banyak lagi.
Banyak orang berpendapat guru jaman dulu lebih berkualitas
dibanding guru jamansekarang, terbukti dari kasus diatas yang sering kita dengar
akhir-akhir ini. Oleh karena itu untuk menjelaskan lebih lanjut masalah
menurunnya kualitas seorang guru saat ini kita harus mengetahui factor apa saja
yang mempengaruhi gaya hidup seorang guru dan mengkajiulang dapak dari adanya
program sertifikasi untuk seorang guru yang berkualitas.
Kata
kunci : guru, professional, sertifikasi
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Setelah Berlakunya UU No. 14 Tahun 2005 dan Permendikbud No.05 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Guru dalam Jabatan, banyak generasi muda yangtermotivasi untuk menjadi seorang guru. Berdasarkan undang-undang
sertifikasi tersebut, setiap guru dapat menyandang gelar guru profesional,
tentunya setelah memenuhi persyaratan yang ada. Hal ini dibuktikan dengan
penghargaan sertifikat pendidik profesional setelah menjalani proses yang
ditentukan. Sejalan dengan hal itu, guru akan memperoleh tunjangan profesional
sebanyak yang ditetapkan oleh pemerintah.
Semakin banyak peminat generasi muda untuk memilih profesi
guru berkaitan dengan keberadaan profesi guru sudah agak lebih baik dari
beberapa puluh tahun yang silam.Kesejahteraan guru sudah mulai membaik berkat
adanya kebijakan sertifikasi guru oleh pemerintah.Pada dekade sebelumnya, guru
sering mengeluh karena kesejahteraan belum memadai. Guru terpaksa mencari
tambahan penghasilan di luar jam dinasnya sehari-hari. Apalagi bagi guru yang
memiliki sedikit jam mengajar tatap muka. Bentuk usaha tambahan penghasilan itu
beragam coraknya.Bagi guru, yang penting halal dan baik, demi memenuhi
kebutuhan harian rumah tangga yang mendesak.
Sekarang ini, semua itu telah berakhir semenjak adanya
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru.
Jam wajib tatap muka guru harus minimal 24 jam. Guru harus berada di sekolah
dari pagi sampai sore. Tugas guru tidak hanya tatap muka di kelas namun
ditambah dengan kegiatan lain yang relevan dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan terkini, profesi guru diminati hanya
karena tunjangan yang berlipat-lipat, bukan karena ingin mengabdikan diri, yang
hasilnya Justru profesi seorang guru saat ini di bawah label guru profesional.Terbukti dari beberapa kasus yang
sering muncul akhir-akhir ini.Untuk itu penulis tertarik dan ingin mengkaji
lebih dalam lagi dengan menarik judul “profesionalisme seorang guru di era
sertifikasi” dengan harapkan pembaca menjadi lebih tahu tujuan dari
sertifikasi dan untuk siapa sertifikasi ditujukan.
B.
Tinjauan Pustaka
Hakekat Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah sebuah upaya peningkatan mutu guru dibarengi
dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.Bentuk
peningkatan kesejahteran guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji
pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Perlunya ada sertifikat pendidik bagi guru dan dosen, bukan
saja untuk memenuhi persyaratan sebuah profesi yang menuntut adanya kualifikasi
minimum dan sertifikasi, juga dimaksudkan agar guru dan dosen dapat diberi
tunjangan profesi oleh Negara.Tunjangan profesi itu diperlukan sebagai syarat
mutlak sebuah profesi agar penyandang profesi dapat hidup layakdan memadai,
apalagi hingga saat ini guru dan dosen masih tergolong kelompok yang
berpengahasilan rendah yang harus dibantu meningkatkan kesejahteraan melalui
undang- undang. ( Prof. Anwar Arifin).
Berdasarkan kepentingan tersebut, maka dalam Undang- Undang
Guru dan Dosen dengan tegas dirumuskan pada pasal 16, bahwa pemerintah
memberikan tunjangan profesi guru yang diangkat oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki sertifikat
pendidik yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok yang diangkat oleh
pemerintah pada tingkatan masa kerja dan kualifikasi yang sama. Tunjangan
profesi ini dialokasikan dalam APBN dan APBD.
Undang- Undang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa pendidik
dan pekerja profesional yang berhak mendapatkan hak- hak sekaligus kewajiban
profesional. Dengan demikian pendidik diharapkan mengabdi secara total pada
profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut.
Didalam
UUGD ditentukan bahwa :
1. Seorang pendidik wajib memiliki kuwalifikasi
akademik, kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (Pasal 8).
2. Kualifikasi akademik diperoleh
melalui perguruan tinggi program sarjana ( S1 ) atau program diploma empat (
D-IV ) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru ( pasal 9 ) dan S-2 untuk
dosen ( Pasal 46 ).
3. Kompetensi profesi pendidik memiliki
kompetensi pedagogig, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi ( Pasal 19 ).
Portofolio Sertifikasi GuruDalam Jabatan
Portofolio adalah bukti fisik ( dokumentasi ) yang
menggambarkan pengalaman berkarya, kreasi dan prestasi yang dicapai oleh
seorang guru dalam menjalankan tugas profesi dalam interval waktu tertentu.
Fungsi portofolio dalaj sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk menilai
kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran.
Portofolio juga berfungsi sebagai:
1) Wahana guru untuk menampilkan dan
atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktivitas, kualitas dan
relevansi melalui karya- karya utama dan pendukung,
2) Informasi ( buta ) dalam memberikan
pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru bila dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan,
3) Dasar menentukan kelulusan seorang
guru yang mengikuti uji sertifikasi (layak mendapatkan sertifikat pendidik atau
belum), dan
4) Dasar memberikan rekomendasi bagi
peserta yang belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan sebagai
representasi kegiatan pembinaan dann pemberdayaan guru.
Berdasarkan
peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi
guru dalam jabatan, maka ada sepuluh komponen portofolio yang dijadikan sebagai
pedoman dalam menilai aktivitas seorang guru sebagai berikut:
1) kualifikasi akademik
2) pendidikan dan pelatihan
3) pengalaman mengajar
4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
5) penilaian dari atasan dan pengawas
6) prestasi akademik
7) karya pengembangan profesi
8) keikutsertaan dalam profesi ilmiah
9) pengalaman organisasi di bidang
pendidikan dan sosial, dan
10) penghargaan yang relevan dengan
bidang pendidikan.
C.
Rumusan Masalah
Dalam karya ilmiah ini penulis akan
membahas dua permasalahan yang amat menarik yaitu ;
1)
Guru yang seperti apa yang pantas mendapatkan sertifikasi ?
2)
Bagaimanakah pelaksanaan sertifikasi guru di Indonesia ?
D.
Tujuan Penulis
Dalam karya ilmiah ini penulis
mempunyai tujuan :
1) Untuk mengetahui kualitas dan
profesionalisme guru di Indonesia.
2) Untuk mengetahui dampak dari program
sertifikasi terhadap gaya hidup seorang guru.
Metode
penelitian
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis
mengumpulkan data mengunakan metode studi pustaka (bahan bacaan berupa makalah
dan karya ilmiah), mencari informasi melalui internet, membaca koran, menonton
berita dan mengumpulkan fakta berdasarkan apa yang sedang terjadi sekarang ini.
Analisis data pada penulisan karya ilmiah yang berjudul profesionalisme guru di era sertifikasiini menggunakan metode
kualitatif.Dengan mencari data terbaru yang relefan dan dapat dipercaya yang sesuai
dengan keadaan sekarang ini.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Sertifikasi Guru
Pada hakikatnya sertifikasi merupakan suatu usaha
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dengan meningkatkan
kualitas guru serta kesejahteraannya.Untuk meningkatkan kualitas guru dengan
karakteristik yang dinilai kompeten maka salah satu caranya adalah dengan
sertifikasi.
Peningkatan mutu guru
lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan.Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan
kesejahteraan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus.Apabila kinerjanya
juga bagus maka KBM-nya juga bagus.KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan
pendidikan yang bermutu (Masnur Muslich, 2007).Pemikiran itulah yang mendasari
bahwa guru perlu disertifikasi. Menurut Masnur Muslich manfaat uji sertifikasi
antara lain sebagai berikut:
- Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
- Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
- Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
- Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
B. Standar Kompetensi Guru
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan
personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah
membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup:
- Penguasaan materi, yang meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu sumber bahan pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodelogi ilmu yang bersangkutan untuk mempverivikasi dan memantpkan pemahaman konsep yang dipelajari, serta pemahaman manajemen pembelajaran.
- Pemahaman terhadap peserta didik meliputi berbagai karakteristik, tahap-tahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapanya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam mengoptimalkan perkembangann dan pembelajaran.
- Pembelajaran yang mendidik, yang terdiri atas pemahaman konsep dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerpanya dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran.
- Pengembangan kepribadian profesionalisme, yang mencakup pengembangan intuisi keagamaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri, serta sikap dan kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan.
Tujuan Sertifikasi Guru
Tujuan diadakannya sertifikasi guru
antara lain :
1)
Sertifikasi dilakukan untuk menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Melalui sertifikasi maka akan dilakukan seleksi terhadap
guru manakah yang berkelayakan untuk mengajar dan mendidik dan manakah yang
tidak. Sertifikasi dalam konteks ini sebagai suatu mekanisme terhadap seleksi
guru-guru unggul yang diharapkan dapat menunaikan tugas sebagai guru
profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2)
Sertifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu proses
dan hasil pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
siswa dan menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Guru
juga menjadi salah satu aset penting yang menjadi penentu kualitas pendidikan
secara nasional sehingga melalui sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan
mutu proses dan hasil pendidikan.
3)
Sertifikasi untuk meningkatkan martabat guru. Melalui
sertifikasi, wibawa dan martabat guru sebagai seorang profesional dapat dijaga
bahkan ditingkatkan. Selama ini, guru dipandang sebagai pekerjaan massal yang
dapat dimasuki oleh siapa saja dari berbagai latar belakang. Karena itu ada
kecenderungan publik melihat guru secara berat sebelah dan profesi yang
disandangnya dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang lumrah. Sertifikasi justru
untuk menjamin dan memastikan bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
berwibawa dan guru melalui pengalaman pendidikan dan pelatihan relatif lama
dapat memberikan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja-pekerja
pengajaran yang amatir.
4)
Sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme guru. Untuk
memastikan apakah guru sudah benar-benar kompeten dan profesional, maka perlu
dilakukan uji kompetensi sebagai seorang profesional melalui sertifikasi.
Sertifikasi tidak berlaku seumur hidup sehingga sertifikasi dan resertifikasi
dapat menjadi salah satu mekanisme untuk memastikan bahwa guru penyandang
sertifikat masih tetap profesional dan memiliki kompetensi yang dapat
diandalkan. Sertifikasi dapat menjadi sebuah bentuk post quality control yakni pengendalian mutu terhadap output yang
dilakukan sebelum output itu digunakan dalam masyarakat.
(Wikipedia.com)
Pengertian Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu
bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga
diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif.Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian tertentu.Artinya suatu pekerjaan atau jabatan
yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi
memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.
Sahertian dalam bukunya Profil Pendidik Profesional
berpendapat bahwa :
“Profesi
pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka (to profess
artinya menyatakan), yang menyatakan seseorang mengabdikan dirinya pada suatu
jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat
pekerjaan itu” (Sahertian, 1994 : 26).
Definisi
ini memperlihatkan beberapa pengertian :
1) profesi sebagai suatu pernyataan
atau suatu janji terbuka,
2) profesi mengandung unsur pengabdian,
dan
3) profesi adalah suatu jabatan atau
pekerjaan.
Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan mensyaratkan
studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam, seperti bidang hukum,
militer, keperawatan, kependidikan dan sebagainya. Seseorang yang mempunyai
profesi dituntut untuk profesional, seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yaitu :
“Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”. (Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen)
Menurut
PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah
agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka
kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung
jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.
Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan
indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut:
1) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi
subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:
a) Memiliki kepribadian yang mantap dan
stabil.
Bertindak sesuai dengan norma hukum;
bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai pendidik; dan memeliki
konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma
b) Memiliki kepribadian yang dewasa.
Menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
c) Memiliki kepribadian yang arif
Menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d) Memiliki kepribadian yang berwibawa.
Memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e) Memiliki akhlak mulia dan dapat
menjadi teladan.
Bertindak sesuai dengan norma
religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang
diteladani peserta didik
2) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan
pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.Secara substantif kompetensi
ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Secara rinci masing-masing elemen
kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut :
a) Memahami peserta didik.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memamahami peserta didik dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik
dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidenti- fikasi
bekal-ajar awal peserta didik.
b) Merancang pembelajaran, termasuk
memahami landasan pendidik-an untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran;
menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik,
kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan
pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c) Melaksanakan pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d) Merancang dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran. Subkompe-tensi ini memiliki indikator esensial: melaksanakan
evaluasi (assess-ment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan
berbagai metode; menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk
menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan memanfaatkan hasil
penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara
umum.
e) Mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan
berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengem-bangkan
berbagai potensi nonakademik.
3) Kompetensi Profesional
Kompetensi
professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi
pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan
sebagai guru.
Secara rinci masing-masing elemen
kompetensi tersebut memiliki subkompetensi dan indikator esensial sebagai
berikut :
a) Menguasai substansi keilmuan yang
terkait dengan bidang studi. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur,
konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar;
memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menguasai langkah-langkah penelitian
dan kajian kritis untuk me-nambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi
bidang studi.
4) Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut
:
a) Mampu berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b) Mampu berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c) Mampu berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Gambaran Guru
Di Indonesia
“Kebajikan saja tak akan cukup
sebagai modal menjadi seorang guru, demikian juga pengetahuan saja.Anugerah
mengajar adalah sebuah bakat yang khas dan melibatkan kebutuhan serta hasrat
dalam diri sang guru sendiri” itulah yang dikatakan oleh John Kay Chapman.Namun pada kenyataannya seorang pengajar yang professional
hanya dinilai dari setumpuk kertas.Mereka yang mempunyai ijazah lah yang
dianggap seorang guru yang professional, sedangkan guru yang hanya bermodal
pengalaman tersisih pada seleksi administrasi dengan dalih “mereka tidak punya
keahlian, mereka tidak terdidik, dan mereka tidak punya ijazah yang sah”.
Lagi-lagi
peraturan yang kaku yang menjadi penyebab carut marutnya dunia pendidikan di
negara kita ini.Kita lihat akhir-akhir ini banyak pendidik yang bertingkah
tidak professional, di mulai dari kasus penganianyaan, penyalahgunaan narkoba
sampai kasus yang paling menjijikan yaitu pelecehan seksual.Ketika semua
masalah tersebut mencuat ke ruang publik, maka yang terjadi adalah munculnya
berbagai pertanyaan dari masyarakat tentang “bagaimana bisa seseorang yang
tidak mempunyai akhlak seperti itu bisa menjadi seorang guru ? , dimana peran
pemerintah selama ini ?”.
Tidak
bisa di pungkiri semua itu terjadi karena sistem perekrutan guru yang
asal-asalan. Guru yang sudah bertahun-tahun mengabdi dengan gaji yang hanya Rp
200.000 / bulan tidak pernah diperhatikan, bahkan ketika mereka menginjak usia
pensiun pun mereka belum mendapatkan haknya sebagai abdi negara. Jangankan
sertifikasi, diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun tidak. Sungguh ironis
derita bagi mereka yang tidak mempunyai status pendidikan tinggi, mereka hanya
bisa pasrah dan berharap ada kebijakan pemerintah yang akan memperbaiki
kehidupan mereka.
Namun
sebaliknya, Anak Baru Gede (ABG) yang baru lulus dari perguruan tinggi yang nol
pengalaman dalam mengajar malah lulus dalam tes seleksi PNS sebagai pengajar.
Hasilnya pun bisa ditebak, kakacauan ada dimana-mana, banyak oknum guru yang
melakukan kekerasan terhadap anak didiknya karena minimnya pengalaman dan tidak
bisa mengendalikan diri dan dia tidak sadar kalau dirinya adalah seorang guru
yang harusnya bisa menjadi panutan untuk anak didiknya.Dan tidak sedikit pula
guru yang mengkonsumsi narkoba karena tidak bisa menghadapi tekanan dan
tuntutan tugasnya sebagai seorang pengajar.
Diatas
merupakat secuil potret dunia pendidikan di Negara kita ini, banyak orang yang
salah kaprah dalam mengartikan perhatian dari pemerintah.Tidak sedikit oknum
guru yang menjadikan sertifikasi sebagai pemuas nafsu dalam pencarian materi, bukan
dijadikan sebagai semangat dalam mengemban amanah.Semakin besar gaji seorang
guru, semakin banyak tunjangan yang didapat tapi semakin banyak pula
pelangggaran yang dibuat.Untuk itu pemerintah seharusnya bisa lebih selektif
lagi dalam perekrutan tenaga pengajar, dan pemerintah juga harus mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang berguna ketimbang mengeluarkan peraturan yang kaku
yang selalu menjadi penghambat dalam kemajuan dunia pendidikan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sertifikasi di Indonesia
belum berjalan lancar dan belum tepat sasaran.Masih banyak
kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam seleksi sertifikasi, masih banyak pula
guru yang bersertifikasi namun tidak mempuyai profesionalisme dalam mengemban
tugasnya. Ketidakmampuan pemerintah dalam hal pengawasan membuat pemasalahan
ini meningkat dari tahun ketahun, ditambah dengan keluarnya aturan-aturan yang
kaku yang tidak berpihak kepada pengajar yang tidak mempunyai jenjang
pendidikan yang tinggi ( S1 atau D4 ). Untuk itu pemerintah harus lebih
selektif lagi dalam perekrutan tenaga pengajar dan harus lebih luwes lagi dalam
mengeluarkan peraturan.
Saran
Dari
permasalahan yang sudah diulas di depan, penulis mempunyai beberapa poin saran
yang perlu diperhatikan :
1) Pemerintah harus mengkaji ulang
sertifikasi berbasis portofolio karena masih banyak kecurangan dalam prosesnya,
terlebih profesionalisme dan loyalitas tidak bisa semata-mata dinilai dari
selembar kertas.
2) Pemerintah dan Dinas terkait harus
lebih hati-hati dan harus lebih selektif dalam perekrutan tenaga pengajar.
3) Pemerintah dan Dinas terkait harus
lebih meningkatkan pengawasan terhadap kinerja guru yang telah mendapatkan
sertifikasi demi tercapainya tujuan diadakannya sertifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnandar.2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Payong, Marselus R. 2011. Sertifikasi Profesi Guru Konsep Dasar,
Problematika, dan Implementasinya. Jakarta: PT Indeks.
Permendikbud No.05 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Guru dalam Jabatan – diakses melalui :http://www.kopertis12.or.id/2012/03/02/permendikbud-no-05-tahun-2012-tentang-sertifikasi-guru-dalam-jabatan-2.html (pada 8 Agustus 2015)
Sahertian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta:
Andi Offset. Diakses melalui :http://umikhasanah49.blogspot.com/2013/04/makalah-peningkatan-profesionalisme.html (pada 8 Agustus 2015)
Surakhmad, Winarno. 2009. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Diakses melalui :http://umikhasanah49.blogspot.com/2013/04/makalah-peningkatan-profesionalisme.html (pada 8 Agustus 2015)
Anonim.”Pengaruh Sertifikasi
Terhadap Kinerja Guru”.Diakses melalui :http://smkn1bongas-tkj.blogspot.com/2010/01/pengaruh-sertifikasi-terhadap-kinerja.html. (pada 8Agustus 2015)
Mulyasa, Uji kompetensi dan
penilaian kinerja Guru (Bandung: PT. Remaja, 2013) 44. Diakses melalui :http://www.rangkumanmakalah.com/sistem-sertifikasi-guru-dan-dosen-di-indonesia/ (pada 9 Agustus 2015)
Masnur Muslich, sertifikasi guru
menuju profesionalisme pendidik;.
Diakses melalui :http://www.rangkumanmakalah.com/sistem-sertifikasi-guru-dan-dosen-di-indonesia/ (pada 9
Agustus 2015)
Direktorat Tenaga Kependidikan.
2003. Standar Kompetensi Guru. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Diakses melalui :http://suparlan.com/29/2010/07/24/menelusuri-jejak-sejarah-perkembangan-kompetensi-guru-di-indonesia/ (pada 9 Agustus 2015)
Haryono,Agung. (2005). Tantangan
Profesionalisme Guru Dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Diambil dari http://kompas.com/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm.