POTENSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PROSES PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA
Disusun oleh ;
S1 ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
Abstrak
Di dalam praktik penyelenggaran negara,
tidak jarang perbuatan atau tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah yang di maksudkan untuk memberikan perlindungan
terhadap masyarakat atau untuk mengatasi kegentingan yang memaksa, menimbulkan
pelanggaran atau penyimpangan dan/atau menimbulkan kerugian terhadap keuangan
negara yang oleh
hakim, jaksa, polisi, dan KPK dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi,
sehingga berakibat pada penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif
berupa pemberhentian atau pemecatan pejabat pemerintah dari kedudukannya
sebagai ASN. Hal ini membawa implikasi yang sangat serius, karena menimbulkan
fenomena ketakutan, keengganan, dan keraguan pejabat negara untuk melakukan
tindakan atau perbuatan hukum administrasi, sehingga mempengaruhi kinerja
aparat pemerintah dan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.
Pelaksanaan pemberian insentif pajak bagi wajib pajak yang terdapak pandemi
corona ini termasuk salah satu proses pengadministrasian negara di dunia
perpajakan yang gencar dilakuakan oleh Direktorat Jendral Pajak akhir - akhir
ini. Dengan adanya kelonggaran yang diberikan pemerintah tanpa syarat terhadap
wajib pajak yang masuk dalam klasifikasi wajib pajak terdampak corona termasuk
menyimpan potensi penyalahgunaan wewenang ketika petugas pajak tidak
mengedepankan asas asas penentuan wajib pajak yang direstui oleh pemerintah
untuk mendapatkan insentif pajak.
Kata
kunci : Penyalahgunaan Wewenang, DJP, Insentif Pajak, Wajib Pajak Terdampak
Covid-19.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Etika administrasi
negara merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Manakala
administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan
baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus
menyandarkan pada etika administrasi negara. Etika administrasi negara
disamping digunakan sebagai pedoman, acuan, referensi administrasi negara dapat
pula digunakan sebagai standar untuk menentukan sikap, perilaku, dan
kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk. Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari
birokrasi dan manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan
oleh birokratbirokrat dapat terlihat dan ter-akuntable dengan jelas sehingga
akan memudahakan law enforcement yang
baik pada reinventing government
dalam upaya menata ulang manajemen pemerintahan Indonesia yang sehat dan
berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance dan berasaskan nilai-nilai
etika administrasi.
Darwin (1999) juga
mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Negara) adalah sebagai seperangkat
nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi.
Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu
pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi
publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam
birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan
birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat
nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi,
penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalan tugas dan kewenangannya antara
lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal,
merytal system,responsible, accountable, dan responsiveness.
Dalam era reformasi,
banyak “mal pratik” pada tubuh birokrasi yang selama era orde baru terjadi
diblejeti satu persatu oleh masyarakat, baik mal-praktek dalam bentuk “korupsi,
kolusi, maupun nepotisme”.KKN merupakan tindakan yang menyimpang hukum dan
biasanya pada kasus-kasus ini terdapat banyak penyimpangan serta penyelewengan
pada law enforcement, hal ini sangat besar kemungkinan pada etika adaministrasi
negara dalam revitalisasi manajemen pemerintahan dalam rangka upaya penataan
ulang pemerintahan Indonesia yang tidak sesuai dengan good governance.
Sebenarnya apakah yang menjadi landasan dasar yang dapat menjadi acuan,
pedoman, dan referensi dalam melaksanakan manajemen pemerintahan yang baik dan
sehat serta birokrasi yang sehat adalah etika administrasi yang memiliki acuan
dan pedoman serta referensi, salah satu wujud konkrit yang tegas dalam menindaklanjuti
mal administrasi seprti contoh yang sangat sering terjadi Korupsi, melalui Law
enforcement maka semua penyelewengan akan mudah diminimalisir, Law enforcement
akan mudah terdeteksi sangat berkaitan dengan adanya akuntabilitas birokrasi
dan manajemen pemerintahan yang sedang malaksanakan revitalisasi yang memegang
prinsip good governance guna mencapai reinventing government dan menata ulang
manajemen pemerintahan indonesia kearah yang lebih sehat dan profesional.
Pemerintah melalui Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan 215.255 wajib pajak (WP) telah
mengajukan insentif pajak kepada pemerintah. Kebijakan insentif ini sengaja
dibuat pemerintah demi meringankan beban masyarakat dan dunia usaha di tengah
penyebaran virus corona. Sri Mulyani menyatakan tak semua pengajuan diterima.
Sejauh ini, jumlah permohonan yang disetujui sebanyak 193.151 WP. Jadi total
yang mengajukan 215 ribu WP tapi yang di-approve 193 ribu WP. Jika dirinci
sebanyak 72.869 WP mengajukan untuk mendapatkan insentif pajak penghasilan
(PPh) Pasal 21. Namun, pemerintah hanya memberikan kepada 62.875 WP. Kemudian,
WP yang mengajukan mendapatkan insentif PPh Pasal 22 sebanyak 2.689 WP dan
semuanya disetujui pemerintah. Lalu, sebanyak 8.613 WP melakukan permohonan
untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 22 impor. Hanya saja, pemerintah cuma
memberikan kepada 5.978 WP. Selanjutnya, total WP yang mengajukan mendapatkan
insentif PPh Pasal 23 sebanyak 1.275 dan semuanya diloloskan oleh pemerintah.
Kemudian, pemerintah memberikan insentif pajak berupa PPh Pasal 25 kepada
29.730 WP dari 37.712 WP yang melakukan permohonan. Terakhir, jumlah yang
mengajukan untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 23 sebanyak 92.097. Namun,
hanya 90.604 yang diloloskan. Dari kasus gambaran diatas sebenarnya pemerintah
belum sepenuhnya bisa mengklasifikasikan mana wajib pajak yang memang berhak
menerima insentif pajak dan mana yang tidak berhak menerima insentif pajak.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas lebih jauh lagi tentang program
Insentif pajak yang diberikan pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak
dengan menarik judul “POTENSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM
PROSES PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA”.
B. Rumusan
Masalah
Dalam karya ilmiah ini penulis ingin
membahas beberapa hal diantaranya :
1)
Apa
itu penyalahgunaan wewenang ?
2)
Apa
itu insentif pajak bagi wajib pajak terdampak pandemi corona ?
3)
Bagaimana
cara agar wajib pajak mendapatkan insentif pajak dan seberapa besar potensi
kesalahan administrasi dalam pemberian insentif pajak ?
C. Tujuan
Penulisan
1)
Mengetahui
konsep penyalahgunaan wewenang.
2)
Untuk
mengetahui apa itu program pemeberian insentif pajak bagi wajib pajak terdampak
pandemi corona.
3)
Untuk
mengetahui bagaimana cara mendapatkan insentif pajak dan potensi mal
administrasi dalam proses pemberian insentif pajak.
D. Manfaat
Penulisan
1)
Bagi
Penulis, untuk mengetahui konsep penyalahgunaan wewenang dalam dunia
perpajakan.
2)
Bagi
Pembaca dan Wajib Pajak, untuk menegetahui siapa saja yang berhak menerima
program insentif pajak dari pemerintah.
PEMBAHASAN
A. Konsep
Penyalahgunaan Wewenang dan Konsep Menyalahgunakan Kewenangan
Penyalahgunaan
wewenang dan menyalahgunakan kewenangan merupakan istilah yang lahir dari
doktrin Hukum Administrasi Negara dan lazim digunakan dalam ranah hukum
tersebut. Secara etimologis, istilah penyalahgunaan dan menyalahgunakan berasal
dari dua suku kata salah dan guna. Penyalahgunaan yang berbentuk noun berarti
proses, cara, perbuatan menyalahgunakan penyelewengan, sedangkan menyalahgunakan
yang berbentuk verb dimaknai melakukan sesuatu tidak sebagaimana
mestinya menyelewengkan. Istilah penyalahgunaan/menyalahgunakan dalam istilah
Belanda dikenal dengan misbruik yang memiliki kemiripan dengan istilah missbrauch
dalam bahasa Jerman atau misuse dan abuse dalam istilah
bahasa Inggris yang maknanya selalu diasosiasikan dengan hal yang bersifat
negatif yaitu penyelewenangan.
Jadi antara istilah penyalahgunaan
dan menyalahgunakan tidak ada perbedaan, penyalahgunaan menunjuk pada proses, cara,
perbuatannya, sedangkan menyalahgunakan menunjuk pada tindakan atau
pelaksanaanya. Sementara itu, istilah wewenang dan kewenangan berasal dari kata
wenang keduanya berbentuk noun.
Wewenang dimaknai Hak dan kekuasaan untuk bertindak kewenangan. Sedangkan
kewenangan berarti Hal berwenang, Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk
melakukan sesuatu. Yang dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan “authority”
dan tidak ada pembedaan antara keduanya, sama halnya dengan istilah dalam
bahasa Belanda, yang tidak membedakan keduanya. Istilah yang sering digunakan
adalah bevoegdheid, meskipun ada istilah lain yang terjemahannya adalah
kewenangan atau kompetensi yaitu bekwaamheid. Jadi secara terminologis,
antara istilah wewenang
dengan kewenangan tidak ada perbedaan substansial/prinsipil. Istilah wewenang
dan kewenangan selalu di kaitkan dengan hak dan kekuasaan untuk bertindak atau
melakukan sesuatu. Jadi pembedaan yang dilakukan terhadap konsepsi
menyalahgunakan kewenangan dan penyalahgunaan wewenang dengan argumentasi
adanya perbedaan pengertian atau definisi yuridis antara kewenangan dan wewenang
menjadi tidak lagi relevan.
Konsep
Penyalahgunaan Wewenang
Penyalahgunaan
wewenang dalam konsep Hukum Administrasi Negara selalu diparalelkan dengan
konsep detournament de pouvoir dalam sistem hukum Prancis atau abuse of
power/misuse of power dalam istilah bahasa Inggris. Secara historis, konsep
“detournament de pouvoir” pertama kali muncul di Prancis dan merupakan dasar
pengujian lembaga Peradilan Administrasi Negara terhadap tindakan pemerintahan
dan dianggap sebagai asas hukum yang merupakan bagian dari “de principes
generaux du droit”. Conseil d’Etat adalah lembaga peradilan pertama yang
menggunakannya sebagai alat uji, yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Pejabat pemerintahan dinyatakan melanggar prinsip détournement de pouvoir,
manakala tujuan dari keputusan yang dikeluarkan atau tindakan yang dilakukan
bukan untuk kepentingan atau ketertiban umum tetapi untuk kepentingan pribadi
si pejabat (termasuk keluarga atau rekannya).
Konsep “détournement
de pouvoir” oleh Conseil d’Etat Prancis
telah dikembangkan menjadi tiga kategori, yaitu: a. when the administrative act is completely taken without the public
interest in mind; b. when the administrative act is taken on the basis of the public
interest but the discretion which the administration exercises in doing so was
not conferred by law for that purpose; c. in cases of détournement de procedure
where the administration, concealing the real content of the act under a false
appearance, follows a procedure reserved by law for other purposes.
Terjadinya
penyalahgunaan wewenang perlu diukur dengan membuktikan,secara faktual bahwa
seorang pejabat telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain atau tidak.
Harus dapat dibuktikan juga bahwa terjadinya penyalahgunaan wewenang dilakukan
secara sadar dengan mengalihkan tujuan yang telah diberikan kepada wewenang itu
(bukan karena kealpaan). Pengalihan tujuan tersebut didasarkan atas interest
pribadi, baik untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Secara
yuridis, penyalahgunaan wewenang dalam UU Administrasi Pemerintahan dinyatakan
terjadi ketika badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam membuat keputusan
dan/atau melakukan tindakan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang,
dan/atau bertindak sewenang-wenang. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
melampaui wewenang ketika keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan dengan melampaui
masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya
wewenang; dan/atau, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sedangkan
keputusan dan/atau tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan
mencampuradukkan wewenang apabila dilakukan di luar cakupan bidang atau materi
wewenang yang diberikan dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang
diberikan. Terakhir Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dinyatakan
sewenang-wenang manakala keputusan dan/atau tindakannya dilakukan tanpa dasar
kewenangan dan/atau bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.
Konsep Menyalahgunakan Kewenangan
Istilah
“menyalahgunakan kewenangan” merupakan istilah yang digunakan dan populer dalam
hukum pidana, khususnya dalam praktek peradilan pidana ketika berbicara tentang
Tipikor yang berkaitan dengan jabatan publik atau jabatan pemerintahan. Hal ini
tidak mengherankan karena “menyalahgunakan kewenangan” merupakan salah satu
unsur penting dalam Tipikor yang berkaitan dengan jabatan bahkan merupakan bestanddeel
delict. Menyalahgunakan kewenangan sebagai salah satu unsur dalam Tipikor
menurut Abdul Latif, merupakan species delict dari
unsur melawan hukum sebagai genus delict.Menyalahgunakan kewenangan
dalam konteks ini akan selalu berkaitan dengan jabatan pejabat publik, bukan
dalam kaitan dan pemahaman jabatan dalam ranah struktur keperdataan. Namun
demikian, istilah “menyalahgunakan kewenangan” seperti halnya “penyalahgunaan
wewenang” sebenarnya merupakan istilah yang lahir dalam rumpun Hukum
Administrasi Negara, bahkan istilah tersebut merupakan salah satu asas dalam
AUPB, yaitu asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
Melampaui
Wewenang
Secara sederhana
penyalahgunaan wewenang terjadi karena adanya wewenang atau dengan istilah lain
adanya kekuasaan (power). Penyalahgunaan wewenang berarti terdapat tindakan
yang dilakukan oleh si pemegang wewenang di luar koridor kewenangannya dan hal
tersebut mengakibatkan kerugian negara. Ketika terdapat kerugian negara akibat
penyalahgunaan kewenangan, maka dalam konteks hukum pidana masuk dalam kategori
melawan hukum (wederrechtelijkheid). Dalam kurun waktu satu dekade pasal
penyalahgunaan kewenangan tersebut melekat dan eksis dalam rezim hukum pidana
yakni sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi. Namun sejatinya wacana
atau kajian tentang wewenang atau kewenangan dalam sebuah tata pemerintahan
merupakan domain hukum administrasi negara. Namun pada faktanya sejak tahun
1999 perumus UU di negeri ini menempatkan salah satu kajian hukum administrasi
negara yakni wewenang dalam melaksanakan pemerintahan termasuk halnya ketika
terjadi penyalahgunaan wewenang menjadi bagian dari tindak pidana, khususnya
pidana korupsi.
B. Insentif
Pajak Bagi Wajib Pajak
Menurut
Spitz sebagaimana dikutip Erly Suandy, umumnya terdapat empat macam bentuk
insentif pajak; Pertama Pengecualian dari
pengenaan pajak, Insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari pengenaan
pajak merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Jenis insentif
ini memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu
tertentu yang ditentukan oleh pemerintah. Namun diperlukan kehati-hatian dalam
mempertimbangkan pemberian insentif ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah
sampai berapa lama pembebasan pajak ini diberikan dan sampai berapa lama
investasi dapat memberikan hasil. Contoh dari jenis insentif ini adalah tax
holiday atau tax exemption. Kedua Pengurangan dasar pengenaan pajak, Jenis insentif yang kedua berupa
pengurangan dasar pengenaan pajak. Jenis insentif ini biasanya diberikan dalam
bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak.
Pada umumnya biaya yang dapat menjadi pengurang boleh dikurangkan lebih dari
nilai yang seharusnya. Jenis insentif ini misalnya dapat ditemui dalam
bentuk double deduction, investment allowances, dan loss
carry forwards.
Ketiga
Pengurangan tarif pajak, Jenis
insentif yang ketiga adalah pengurangan tarif pajak. Insentif ini yaitu berupa
pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang
diatur oleh pemerintah. Insentif ini paling sering ditemui dalam pajak
penghasilan. Misalnya pengurangan tarif corporate income tax atau
tarif witholding tax. Keempat Penangguhan
pajak, Jenis insentif yang terakhir menurut Spitz adalah penangguhan pajak.
Jenis insentif ini pada umumnya diberikan kepada wajib pajak sehingga pembayar
pajak dapat menunda pembayaran pajak hingga suatu waktu tertentu.
Insentif
pajak bagi wajib pajak terdampak corona
Pemerintah menambah
18 sektor, dengan 749 Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), penerima paket insentif
pajak menyusul semakin luasnya dampak pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas baru yang
diperuntukan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yakni dengan
menanggung Pajak Penghasilan (PPh) untuk masa pajak April sampai dengan September
2020. Perluasan insentif perpajakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak
Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, yang efektif berlaku sejak
diundangkan pada 27 April 2020.
Beleid ini merupakan
revisi sekaligus mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020, yang sebelumnya mengatur
pemberian insentif pajak berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22, pengurangan 30% angsuran PPh Pasal
25, dan percepatan restitusi PPN. Dengan terbitnya PMK Nomor 44/PMK.03/2020
maka jenis insentif pajak dan wajib pajak penerimanya diperluas menjadi sebagai
berikut:
Insentif PPh Pasal 21
Penerima insentif PPh
Pasal 21 DTP adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di
salah satu dari 1.062 bidang industri tertentu (KLU), perusahaan yang
mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan perusahaan di
Kawasan Berikat. Penghasilan karyawan yang PPh-nya ditanggung pemerintah
dibatasi nilainya tidak lebih dari Rp200 juta setahun dan hanya untuk masa
pajak April hingga September 2020.
Melalui PMK tersebut,
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan perusahaan yang masuk dalam
daftar KLU penerima fasilitas PPh 21 DTP wajib memberikan secara tunai pajak
karyawan yang ditanggung pemerintah. Dengan demikian, selama enam bulan ke
depan karyawan berhak atas penghasilan penuh yang tidak dipotong pajak.
Selanjutnya, perusahaan selaku pemberi kerja wajib menyampaikan laporan bulanan
realisasi PPh 21 DTP
Pembebasan PPh Pasal 22
Impor
Insentif ini
diberikan bagi wajib pajak badan yang bergerak di salah satu dari 431 bidang
industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di Kawasan Berikat. Fasilitas
ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan
KITE.
Pengurangan 30% Angsuran PPh
Pasal 25
Berkaitan dengan
insentif ini, sektor usaha wajib pajak yang berhak mendapatkan pengurangan 30%
angsuran PPh Pasal 25 diperluas menjadi 846 bidang industri tertentu,
perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat. Sebelunya, fasilitas ini
hanya diperuntukan bagi wajib pajak yang bergerak di 102 bidang industri dan
perusahaan KITE.
Percepatan Restitusi
PPN
Percepatan restitusi
PPN diberikan bagi wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 431 bidang
industri tertentu, perusahaan KITE, perusahaan di kawasan berikat, dan
ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah. Fasilitas
restitusi yang dipercepat ini dibatasi nilai lebih bayarnya paling banyak Rp5
miliar, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti melakukan ekspor
barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan
yang tidak dipungut PPN. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102
bidang industri dan perusahaan KITE.
PPh Final UMKM Ditanggung
Pemerintah
Insentif pajak baru
ini diperuntukan bagi pelaku UMKM yang mendapatkan fasilitas PPh final 0,5%
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 23/2018. Dengan demikian
wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak, sedangkan lawan transaksi
UMKM tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan
pembayaran kepada UMKM. Namun, UMKM terlebih dahulu mendapatkan Surat Keterangan
PP 23 serta wajib membuat laporan realisasi PPh Final DTP setiap masa
pajak.
Jenis
Insentif |
Penerima
Insentif |
Penerima
Sebelumnya |
PPh Pasal 21
DTP |
Pekerja di 1.062
KLU |
Pekerja di
440 KLU |
Pembebasan PPh
Pasal 22 Impor |
Wajib pajak di
431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan Kawasan Berikat |
Wajib pajak di
102 bidang industri dan perusahaan KITE |
Pengurangan 30%
Angsuran PPh Pasal 25 |
Wajib pajak di
846 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan Kawasan Berikat |
Wajib pajak
di 102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE |
Restitusi PPN
Dipercepat |
Wajib pajak
di 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan Kawasan Berikat |
Wajib pajak di
102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE |
PPh Final 0,5%
Ditanggung Pemerintah |
Wajib pajak
UMKM |
- |
Pengajuan Online
Untuk mendapatkan
insentif fiskal di atas, wajib pajak harus mengajukan permohonan secara online
dengan terlebih dahulu login melalui situs pajak.go.id. Setelah
masuk sistem, klik fitur “Layanan’ dan pilih “Info KSWP”. Selanjutnya, wajib
pajak akan diarahkan ke fitur “Profil Pemenuhan Kewajiban Saya”, sebelum
kemudian diberikan pilihan fasilitas pajak yang ingin dimanfaatkan. Melalui
keterangan resminya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengambil kebijakan bahwa
pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP dan/atau pengurangan 30%
angsuran PPh Pasal 25 yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020 tetap berlaku
untuk masa pajak April 2020. Kebijakan ini akan dituangkan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak yang akan menyusul terbit.
Seluruh fasilitas di
atas mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan atau surat keterangan
diterbitkan hingga masa pajak September 2020 dan dapat diperoleh dengan
menyampaikan pemberitahuan atau mendapatkan surat keterangan yang dapat
dilakukan secara online di www.pajak.go.id.
Mengingat insentif ini diberikan untuk masa pajak April 2020 hingga September
2020, dan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan sudah mendekati akhir bulan
April 2020, serta mempertimbangkan proses deployment sistem aplikasi online
terkait perluasan sektor penerima fasilitas, maka DJP mengambil kebijakan bahwa
pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah dan/atau
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020,
tetap berlaku untuk masa pajak April 2020.
C. Cara
Mendapatkan Insentif Pajak
Insentif pajak yang
diberikan pemeritah untuk menanggulangi dampak pandemi virus corona (Covid-19)
bisa diperoleh dengan mengajukan permohonan secara online di situs DJP. Pemerintah
telah memutuskan pengalokasian anggaran tambahan senilai Rp405,1 triliun di
APBN 2020 untuk biaya penanganan dampak pandemi virus corona (Covid-19).
Alokasi anggaran di APBN 2020 tersebut didasari Perppu Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Pemerintah
juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan
Postur APBN 2020. Dana yang dialokasikan pemerintah untuk penanganan dampak
pandemi virus corona akan dipakai untuk belanja di bidang kesehatan, anggaran
perlindungan sosial, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat,
serta pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan penjelasan
Presiden Joko Widodo pada 31 Maret lalu, untuk insentif perpajakan dan stimulus
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dialokasikan anggaran senilai Rp70,1 triliun. Sesuai
dengan keterangan resmi di laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Informasi
lebih lengkap mengenai insentif pajak yang diberikan kepada WP terdampak
pandemi corona bisa dilihat di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020.
Insentif pajak ini bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dengan cara menyampaikan
pemberitahuan ataupun permohonan secara online melalui laman DJP. Caranya ialah
sebagai berikut:
a)
Kunjungi
situs www.pajak.go.id dan kemudian klik tombol Login di pojok kanan atas
b)
Lalu,
masukkan NPWP dan password
c)
Kemudian,
pilih tab Layanan dan klik pada icon KSWP
d)
Selanjutnya,
scroll ke bawah dan pada bagian Profil Pemenuhan Kewajiban Saya, pilih jenis
insentif yang ingin dimanfaatkan.
Untuk pemberian
insentif ini, DJP telah menentukan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) wajib pajak
berdasarkan SPT tahun pajak 2018. Klasifikasi sesuai dengan KLU yang
dicantumkan wajib pajak pada SPT tersebut. Apabila wajib pajak tidak mengisi
KLU pada SPT yang dimaksud maka KLU wajib pajak ditentukan berdasarkan data KLU
terakhir yang ada pada database Direktorat Jenderal Pajak. Sementara jika KLU
yang sebenarnya berbeda dengan KLU yang tercantum pada SPT 2018 maka wajib
pajak bisa melakukan pembetulan. KLU dapat diubah dengan cara pembetulan SPT.
Namun, jika SPT 2018
sedang atau telah diperiksa sehingga tidak dapat dibetulkan, Wajib Pajak bisa
mengajukan perubahan data KLU pada database DJP. Untuk itu, Direktorat Jenderal
Pajak mengimbau wajib pajak yang bergerak di bidang usaha yang berhak
mendapatkan insentif pajak sesuai PMK-23/2020 namun belum menyampaikan SPT 2018
untuk segera menyampaikan SPT 2018 dengan mencantumkan KLU yang sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya agar dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut. Sedangkan
wajib pajak yang baru terdaftar setelah 1 Januari 2019, kode KLU yang digunakan
ialah sebagaimana tercantum di Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan KPP
tempat WP terdaftar.
Potensi
penyalahgunaan wewenang dari pegawai pajak
Penyalahgunaan
wewenang aparat pajak merupakan topik pengaduan terbanyak yang diterima Subdit
Kepatuhan Internal Ditjen Pajak. Hal tersebut terungkap dalam data yang
dipaparkan Subdit Kepatuhan Internal Ditjen Pajak. Dalam temu media di
Kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Direktur Kepatuhan Internal dan
Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Ditjen Pajak Wahyu Karya Tumakaka
mencontohkan, penyalahgunaan wewenang tersebut berupa tindakan yang dilakukan
pegawai Pajak yang dengan sengaja mempermainkan nilai pajak yang harus
dibayarkan wajib pajak (WP).
Berdasarkan data
tersebut, terdapat 19 kasus pengaduan penyalagunaan wewenang, 16 kasus
pelayanan, 10 kasus kedisiplinan, 9 kasus pribadi, dan 3 kasus gaya hidup
pegawai pajak yang dinilai tidak mencerminkan jabatannya. Sementara berdasarkan
saluran pengaduan, masyarakat dan pegawai pajak lebih memilih sarana surat
eletronik (e-mail) untuk menyampaikan keluhan mereka yang jumlahnya 20 aduan. Dan
melalui saluran media lainnya, surat ada 16 aduan, telepon ada 9 aduan, media
(surat kabar atau lainnya) ada 5 aduan, pesan singkat (SMS) dan secara langsung
ada 3 aduan, dan lainnya ada 1 aduan.
Sedangkan,
berdasarkan saluran pelaporan, data KITSDA memaparkan paling banyak menerima
pengaduan melalui email sebanyak 20 pengaduan, yang diikuti oleh surat sebanyak
16 pengaduan, dan telepon sebanyak 9 pengaduan. Sementara itu, pengaduan lain
yang diterima KITSDA juga berasal dari 5 pengaduan, sedangkan pengaduan
langsung dan SMS masing-masing mendapat porsi 3 pengaduan. Menurut ketua panja
perpajakan Melchias Markus Mekeng, ada beberapa titik rawan yang sering terjadi
penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang diataranya ; Proses pemeriksaan,
penagihan, dan pengadilan pajak, Pada proses keberatan pajak yang diajukan oleh
wajib pajak, Proses banding pajak, Proses pemeriksaan bukti permulaan dan
penyidikan pajak, Proses penuntutan (Kejaksaan), Proses persidangan (Pengadilan
Negeri), Wajib pajak (plus konsultan pajak), Oknum pejabat pajak, Oknum
pengadilan pajak, bermain pada proses rekayasa akuntansi, bermain melalui
fasilitas pajak, bermain melalui peraturan perpajakan salah satunya pada
program insentif pajak atau pengampunan pajak.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Wabah Corona Virus
Disease 2019 ( Covid-19) merupakan bencana nasional yang mempengaruhi
stabilitas ekonomi nasional dan produktivitas masyarakat. Pandemi virus korona
Covid-19 memberikan dampak kepada setiap aspek kehidupan, baik sosial, politik
maupun ekonomi baik di Tanah Air maupun di mancanegara. Semua negara mengalami
imbas atas musibah ini, sehingga pemerintah memberikan perhatian pada berbagai
sektor untuk dapat menekan gejolak pada masyarakat atas dampak wabah ini.
Berdasarkan teori
perpajakan salah satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara
dan digunakan dalam pembangunan. Namun fungsi pajak juga dapat memberikan
regulasi untuk membantu masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi. Insentif pajak
saat ini lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu
menggerakan roda perekonomian negara. Saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang
sangat mengkhawatirkan. Roda perekonomian berjalan lambat diikuti dengan
lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Di sisi lain daya
beli masyarakat juga menurun.
Namun tidak semua
sektor usaha mendapat fasilitas perpajakan ini. Hanya sektor industri tertentu
dan bagi wajib pajak dengan status kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) dan
KITE IKM yakni kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah. Jika
diuraikan tujuan regulasi ini, misalnya untuk PPh 21, agar para pekerja
disektor industri pengelolaan khususnya pabrik yang jumlah karyawannya
signifikan dapat mempertahankan daya beli. Sedangkan untuk PPh 22 bertujuan
memberikan stimulus bagi industri dimaksud untuk tetap mempertahankan laju
impornya. Bagi PPh 25 bertujuan menyetabilkan perekonomian dalam negeri dan
peningkatkan ekspor.
Namun pemerintah
perlu mengkaji dengan cermat atas perlakuan insentif pajak, karena hal ini akan
menggerus penerimaan pajak secara signifikan. Misalnya PPh 21 atau PPh atas
penghasilan karyawan, pada tahun 2019 realisasi penerimaannya sebesar Rp 148,63
triliun. Jika diberikan insentif pajak atas PPh 21 tersebut maka negara akan
kehilangan pendapatannya yang cukup besar dan yang lebih ditakutkan lagi adalah
oknum yang sengaja mencuri kesempatan dalam program pemberian insentif pajak.
Memang diharapkan akan membantu ke daya beli masyarakat yang meningkat sehingga
terjadi peningkatan pula atas penerimaan PPN karena masyarakat akan mengomsumsi
barang, namun efek atas hal ini belum tentu terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Wabah Covid-19 Meluas, Penerima Insentif Pajak
Ditambah Hingga UMKM”,Artikel
diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui : https://mucglobal.com/id/news/2089/wabah-covid-19-meluas-penerima-insentif-pajak-ditambah-hingga-umkm
Wisanggeni,
Irwan. 2020. “Mengkaji Insentif Pajak atas Covid-19" dan
Tantangan Konvergensi Media di Indonesia” ,Artikel diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui : https://analisis.kontan.co.id/news/mengkaji-insentif-pajak-atas-covid-19opini
Nursadi,
Haryanto. 2018. “TINDAKAN HUKUM ADMINISTRASI (NEGARA) PERPAJAKAN YANG DAPAT BERAKIBAT PADA TINDAKAN PIDANA” , Artikel diambil
dari internet pada 20 Mei 2020 melalui file:///C:/Users/WIN-7/Downloads/1598-3174-7-PB.pdf
Suprapto,
Hadi. 2011. “12 Titik Rawan Penyalahgunaan
Wewenang Pajak”, Artikel diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui : https://www.viva.co.id/arsip/201322-12-titik-rawan-penyalahgunaan-wewenang-pajak
“Penyalahgunaan Wewenang Aparat
Pajak Masih Sering Terjadi”. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1410267/penyalahgunaan-wewenang-aparat-pajak-masih-sering-terjadi
Adi,
Komang 2016. “PENYALAHGUNAAN WEWENANG ADMINISTRASI NEGARA DALAM
BIROKRASI DI INDONESIA” ,Artikel
diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/4b8ac60e12f5adc0d0269e78c657f876.pdf
Sarwo,
Nicken. 2018. “PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN
ADMINISTRASI DALAM UNDANG UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI (Abuse ff Administrative
Powers in Corruption Crime Laws)”, Artikel diambil dari internet pada 21
Mei 2020 melalui : https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/viewFile/458/pdf_1
Sahlan,
Mohammad. 2016. “Unsur Menyalahgunakan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai Kompetensi
Absolut Peradilan Administrasi”. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://media.neliti.com/media/publications/96221-ID-unsur-menyalahgunakan-kewenangan-dalam-t.pdf
Charda,
Ujang. 2012. “POTENSI PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN OLEH PEJABAT ADMINISTRASI NEGARA DALAM PENGAMBILAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PUBLIK (POTENTIAL FOR ABUSE OF AUTHORITY BY THE ADMINISTRATIVE OFFICERS OF THE STATE OF PUBLIC POLICY MAKING AND
EXECUTION)”. Artikel
diambil dari internet pada 22 Mei 2020 melalui : http://www.sthb.ac.id/ejournal/index.php/jwy/article/download/57/39
Idham,
Muhammad. 2020. “Cara Mendapatkan Insentif Pajak Dampak Corona
Online via Situs DJP”. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://tirto.id/cara-mendapatkan-insentif-pajak-dampak-corona-online-via-situs-djp-eLl4
Ika,
Pipit. 2020. “Daftar Insentif Pajak Bagi Pengusaha yang
Terdampak Virus Corona”. Artikel
diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4242164/daftar-insentif-pajak-bagi-pengusaha-yang-terdampak-virus-corona
“Pemerintah Berikan Insentif Pajak untuk Dukung
Dunia Usaha dan Masyarakat Selama Pandemi COVID-19”. Artikel
diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-berikan-insentif-pajak-untuk-dukung-dunia-usaha-dan-masyarakat-selama-pandemi-covid-19/
“Perpajakan di Tengah Pandemi”. Artikel
diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : http://www.sfconsulting.co.id/sf/?mod=berita&page=show&stat=&id=16932&q=&hlm=
Suwiknyo,
Edi. 2018. “Jumlah Penyalahgunaan Wewenang oleh Petugas Pajak
Meningkat”. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://ekonomi.bisnis.com/read/20181211/10/868664/jumlah-penyalahgunaan-wewenang-olehpetugas-pajak-meningkat
Rahma,
Sakina. 2020. “Insentif Pajak di Tengah Pandemi Corona Jadi Angin
Segar Dunia Usaha?”. Artikel
diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://hisconsulting.co.id/id/insentif-pajak-di-tengah-pandemi-corona-jadi-angin-segar-dunia-usaha
Rohmani,
Edmalia. 2020. “Perhatikan Syarat Ini untuk Dapatkan Insentif
Pajak Super”. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://www.pajak.go.id/id/artikel/perhatikan-syarat-ini-untuk-dapatkan-insentif-pajak-super
Mulia,
Batara. 2016. “SEKILAS TENTANG INSENTIF PAJAK”. Artikel
diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://business-law.binus.ac.id/2016/10/17/sekilas-tentang-insentif-pajak/