Contoh Karil FISIP Yang sudah Lolos Plagiasi dan Testimoni



POTENSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PROSES PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA

 

 

 

Disusun oleh ;


S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA


 

 

 

Abstrak

Di dalam praktik penyelenggaran negara, tidak jarang perbuatan atau tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang di maksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat atau untuk mengatasi kegentingan yang memaksa, menimbulkan pelanggaran atau penyimpangan dan/atau menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara yang oleh hakim, jaksa, polisi, dan KPK dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, sehingga berakibat pada penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif berupa pemberhentian atau pemecatan pejabat pemerintah dari kedudukannya sebagai ASN. Hal ini membawa implikasi yang sangat serius, karena menimbulkan fenomena ketakutan, keengganan, dan keraguan pejabat negara untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum administrasi, sehingga mempengaruhi kinerja aparat pemerintah dan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan. Pelaksanaan pemberian insentif pajak bagi wajib pajak yang terdapak pandemi corona ini termasuk salah satu proses pengadministrasian negara di dunia perpajakan yang gencar dilakuakan oleh Direktorat Jendral Pajak akhir - akhir ini. Dengan adanya kelonggaran yang diberikan pemerintah tanpa syarat terhadap wajib pajak yang masuk dalam klasifikasi wajib pajak terdampak corona termasuk menyimpan potensi penyalahgunaan wewenang ketika petugas pajak tidak mengedepankan asas asas penentuan wajib pajak yang direstui oleh pemerintah untuk mendapatkan insentif pajak.

 

Kata kunci : Penyalahgunaan Wewenang, DJP, Insentif Pajak, Wajib Pajak Terdampak Covid-19.

 

 

 

 

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Etika administrasi negara merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara. Etika administrasi negara disamping digunakan sebagai pedoman, acuan, referensi administrasi negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk. Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari birokrasi dan manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokratbirokrat dapat terlihat dan ter-akuntable dengan jelas sehingga akan memudahakan law enforcement yang baik pada reinventing government dalam upaya menata ulang manajemen pemerintahan Indonesia yang sehat dan berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance dan berasaskan nilai-nilai etika administrasi.

Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Negara) adalah sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalan tugas dan kewenangannya antara lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal, merytal system,responsible, accountable, dan responsiveness.

Dalam era reformasi, banyak “mal pratik” pada tubuh birokrasi yang selama era orde baru terjadi diblejeti satu persatu oleh masyarakat, baik mal-praktek dalam bentuk “korupsi, kolusi, maupun nepotisme”.KKN merupakan tindakan yang menyimpang hukum dan biasanya pada kasus-kasus ini terdapat banyak penyimpangan serta penyelewengan pada law enforcement, hal ini sangat besar kemungkinan pada etika adaministrasi negara dalam revitalisasi manajemen pemerintahan dalam rangka upaya penataan ulang pemerintahan Indonesia yang tidak sesuai dengan good governance. Sebenarnya apakah yang menjadi landasan dasar yang dapat menjadi acuan, pedoman, dan referensi dalam melaksanakan manajemen pemerintahan yang baik dan sehat serta birokrasi yang sehat adalah etika administrasi yang memiliki acuan dan pedoman serta referensi, salah satu wujud konkrit yang tegas dalam menindaklanjuti mal administrasi seprti contoh yang sangat sering terjadi Korupsi, melalui Law enforcement maka semua penyelewengan akan mudah diminimalisir, Law enforcement akan mudah terdeteksi sangat berkaitan dengan adanya akuntabilitas birokrasi dan manajemen pemerintahan yang sedang malaksanakan revitalisasi yang memegang prinsip good governance guna mencapai reinventing government dan menata ulang manajemen pemerintahan indonesia kearah yang lebih sehat dan profesional.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan 215.255 wajib pajak (WP) telah mengajukan insentif pajak kepada pemerintah. Kebijakan insentif ini sengaja dibuat pemerintah demi meringankan beban masyarakat dan dunia usaha di tengah penyebaran virus corona. Sri Mulyani menyatakan tak semua pengajuan diterima. Sejauh ini, jumlah permohonan yang disetujui sebanyak 193.151 WP. Jadi total yang mengajukan 215 ribu WP tapi yang di-approve 193 ribu WP. Jika dirinci sebanyak 72.869 WP mengajukan untuk mendapatkan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Namun, pemerintah hanya memberikan kepada 62.875 WP. Kemudian, WP yang mengajukan mendapatkan insentif PPh Pasal 22 sebanyak 2.689 WP dan semuanya disetujui pemerintah. Lalu, sebanyak 8.613 WP melakukan permohonan untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 22 impor. Hanya saja, pemerintah cuma memberikan kepada 5.978 WP. Selanjutnya, total WP yang mengajukan mendapatkan insentif PPh Pasal 23 sebanyak 1.275 dan semuanya diloloskan oleh pemerintah. Kemudian, pemerintah memberikan insentif pajak berupa PPh Pasal 25 kepada 29.730 WP dari 37.712 WP yang melakukan permohonan. Terakhir, jumlah yang mengajukan untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 23 sebanyak 92.097. Namun, hanya 90.604 yang diloloskan. Dari kasus gambaran diatas sebenarnya pemerintah belum sepenuhnya bisa mengklasifikasikan mana wajib pajak yang memang berhak menerima insentif pajak dan mana yang tidak berhak menerima insentif pajak. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas lebih jauh lagi tentang program Insentif pajak yang diberikan pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak dengan menarik judul “POTENSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PROSES PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA”.

 

 

 

 

 

 

 

 

B.     Rumusan Masalah

Dalam karya ilmiah ini penulis ingin membahas beberapa hal diantaranya :

1)      Apa itu penyalahgunaan wewenang ?

2)      Apa itu insentif pajak bagi wajib pajak terdampak pandemi corona ?

3)      Bagaimana cara agar wajib pajak mendapatkan insentif pajak dan seberapa besar potensi kesalahan administrasi dalam pemberian insentif pajak ?

C.     Tujuan Penulisan

1)      Mengetahui konsep penyalahgunaan wewenang.

2)      Untuk mengetahui apa itu program pemeberian insentif pajak bagi wajib pajak terdampak pandemi corona.

3)      Untuk mengetahui bagaimana cara mendapatkan insentif pajak dan potensi mal administrasi dalam proses pemberian insentif pajak.

D.     Manfaat Penulisan

1)      Bagi Penulis, untuk mengetahui konsep penyalahgunaan wewenang dalam dunia perpajakan.

2)      Bagi Pembaca dan Wajib Pajak, untuk menegetahui siapa saja yang berhak menerima program insentif pajak dari pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

A.     Konsep Penyalahgunaan Wewenang dan Konsep Menyalahgunakan Kewenangan

Penyalahgunaan wewenang dan menyalahgunakan kewenangan merupakan istilah yang lahir dari doktrin Hukum Administrasi Negara dan lazim digunakan dalam ranah hukum tersebut. Secara etimologis, istilah penyalahgunaan dan menyalahgunakan berasal dari dua suku kata salah dan guna. Penyalahgunaan yang berbentuk noun berarti proses, cara, perbuatan menyalahgunakan penyelewengan, sedangkan menyalahgunakan yang berbentuk verb dimaknai melakukan sesuatu tidak sebagaimana mestinya menyelewengkan. Istilah penyalahgunaan/menyalahgunakan dalam istilah Belanda dikenal dengan misbruik yang memiliki kemiripan dengan istilah missbrauch dalam bahasa Jerman atau misuse dan abuse dalam istilah bahasa Inggris yang maknanya selalu diasosiasikan dengan hal yang bersifat negatif yaitu penyelewenangan.

Jadi antara istilah penyalahgunaan dan menyalahgunakan tidak ada perbedaan, penyalahgunaan menunjuk pada proses, cara, perbuatannya, sedangkan menyalahgunakan menunjuk pada tindakan atau pelaksanaanya. Sementara itu, istilah wewenang dan kewenangan berasal dari kata wenang keduanya berbentuk noun. Wewenang dimaknai Hak dan kekuasaan untuk bertindak kewenangan. Sedangkan kewenangan berarti Hal berwenang, Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Yang dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan “authority” dan tidak ada pembedaan antara keduanya, sama halnya dengan istilah dalam bahasa Belanda, yang tidak membedakan keduanya. Istilah yang sering digunakan adalah bevoegdheid, meskipun ada istilah lain yang terjemahannya adalah kewenangan atau kompetensi yaitu bekwaamheid. Jadi secara terminologis, antara istilah wewenang dengan kewenangan tidak ada perbedaan substansial/prinsipil. Istilah wewenang dan kewenangan selalu di kaitkan dengan hak dan kekuasaan untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Jadi pembedaan yang dilakukan terhadap konsepsi menyalahgunakan kewenangan dan penyalahgunaan wewenang dengan argumentasi adanya perbedaan pengertian atau definisi yuridis antara kewenangan dan wewenang menjadi tidak lagi relevan.

Konsep Penyalahgunaan Wewenang

Penyalahgunaan wewenang dalam konsep Hukum Administrasi Negara selalu diparalelkan dengan konsep detournament de pouvoir dalam sistem hukum Prancis atau abuse of power/misuse of power dalam istilah bahasa Inggris. Secara historis, konsep “detournament de pouvoir” pertama kali muncul di Prancis dan merupakan dasar pengujian lembaga Peradilan Administrasi Negara terhadap tindakan pemerintahan dan dianggap sebagai asas hukum yang merupakan bagian dari “de principes generaux du droit”. Conseil d’Etat adalah lembaga peradilan pertama yang menggunakannya sebagai alat uji, yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain. Pejabat pemerintahan dinyatakan melanggar prinsip détournement de pouvoir, manakala tujuan dari keputusan yang dikeluarkan atau tindakan yang dilakukan bukan untuk kepentingan atau ketertiban umum tetapi untuk kepentingan pribadi si pejabat (termasuk keluarga atau rekannya).

Konsep “détournement de pouvoir” oleh Conseil d’Etat Prancis telah dikembangkan menjadi tiga kategori, yaitu: a. when the administrative act is completely taken without the public interest in mind; b. when the administrative act is taken on the basis of the public interest but the discretion which the administration exercises in doing so was not conferred by law for that purpose; c. in cases of détournement de procedure where the administration, concealing the real content of the act under a false appearance, follows a procedure reserved by law for other purposes.

Terjadinya penyalahgunaan wewenang perlu diukur dengan membuktikan,secara faktual bahwa seorang pejabat telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain atau tidak. Harus dapat dibuktikan juga bahwa terjadinya penyalahgunaan wewenang dilakukan secara sadar dengan mengalihkan tujuan yang telah diberikan kepada wewenang itu (bukan karena kealpaan). Pengalihan tujuan tersebut didasarkan atas interest pribadi, baik untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Secara yuridis, penyalahgunaan wewenang dalam UU Administrasi Pemerintahan dinyatakan terjadi ketika badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-wenang. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan melampaui wewenang ketika keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan dengan melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sedangkan keputusan dan/atau tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila dilakukan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan. Terakhir Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dinyatakan sewenang-wenang manakala keputusan dan/atau tindakannya dilakukan tanpa dasar kewenangan dan/atau bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Konsep Menyalahgunakan Kewenangan

Istilah “menyalahgunakan kewenangan” merupakan istilah yang digunakan dan populer dalam hukum pidana, khususnya dalam praktek peradilan pidana ketika berbicara tentang Tipikor yang berkaitan dengan jabatan publik atau jabatan pemerintahan. Hal ini tidak mengherankan karena “menyalahgunakan kewenangan” merupakan salah satu unsur penting dalam Tipikor yang berkaitan dengan jabatan bahkan merupakan bestanddeel delict. Menyalahgunakan kewenangan sebagai salah satu unsur dalam Tipikor menurut Abdul Latif, merupakan species delict dari unsur melawan hukum sebagai genus delict.Menyalahgunakan kewenangan dalam konteks ini akan selalu berkaitan dengan jabatan pejabat publik, bukan dalam kaitan dan pemahaman jabatan dalam ranah struktur keperdataan. Namun demikian, istilah “menyalahgunakan kewenangan” seperti halnya “penyalahgunaan wewenang” sebenarnya merupakan istilah yang lahir dalam rumpun Hukum Administrasi Negara, bahkan istilah tersebut merupakan salah satu asas dalam AUPB, yaitu asas tidak menyalahgunakan kewenangan.

Melampaui Wewenang

Secara sederhana penyalahgunaan wewenang terjadi karena adanya wewenang atau dengan istilah lain adanya kekuasaan (power). Penyalahgunaan wewenang berarti terdapat tindakan yang dilakukan oleh si pemegang wewenang di luar koridor kewenangannya dan hal tersebut mengakibatkan kerugian negara. Ketika terdapat kerugian negara akibat penyalahgunaan kewenangan, maka dalam konteks hukum pidana masuk dalam kategori melawan hukum (wederrechtelijkheid). Dalam kurun waktu satu dekade pasal penyalahgunaan kewenangan tersebut melekat dan eksis dalam rezim hukum pidana yakni sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi. Namun sejatinya wacana atau kajian tentang wewenang atau kewenangan dalam sebuah tata pemerintahan merupakan domain hukum administrasi negara. Namun pada faktanya sejak tahun 1999 perumus UU di negeri ini menempatkan salah satu kajian hukum administrasi negara yakni wewenang dalam melaksanakan pemerintahan termasuk halnya ketika terjadi penyalahgunaan wewenang menjadi bagian dari tindak pidana, khususnya pidana korupsi.

B.     Insentif Pajak Bagi Wajib Pajak

            Menurut Spitz sebagaimana dikutip Erly Suandy, umumnya terdapat empat macam bentuk insentif pajak; Pertama Pengecualian dari pengenaan pajak, Insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari pengenaan pajak merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Jenis insentif ini memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh pemerintah. Namun diperlukan kehati-hatian dalam mempertimbangkan pemberian insentif ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah sampai berapa lama pembebasan pajak ini diberikan dan sampai berapa lama investasi dapat memberikan hasil. Contoh dari jenis insentif ini adalah tax holiday atau tax exemption. Kedua Pengurangan dasar pengenaan pajak, Jenis insentif yang kedua berupa pengurangan dasar pengenaan pajak. Jenis insentif ini biasanya diberikan dalam bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak. Pada umumnya biaya yang dapat menjadi pengurang boleh dikurangkan lebih dari nilai yang seharusnya. Jenis insentif ini misalnya dapat ditemui dalam bentuk double deductioninvestment allowances, dan loss carry forwards.

            Ketiga Pengurangan tarif pajak, Jenis insentif yang ketiga adalah pengurangan tarif pajak. Insentif ini yaitu berupa pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang diatur oleh pemerintah. Insentif ini paling sering ditemui dalam pajak penghasilan. Misalnya pengurangan tarif corporate income tax atau tarif witholding tax. Keempat Penangguhan pajak, Jenis insentif yang terakhir menurut Spitz adalah penangguhan pajak. Jenis insentif ini pada umumnya diberikan kepada wajib pajak sehingga pembayar pajak dapat menunda pembayaran pajak hingga suatu waktu tertentu.

Insentif pajak bagi wajib pajak terdampak corona

Pemerintah menambah 18 sektor, dengan 749 Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), penerima paket insentif pajak menyusul semakin luasnya dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas baru yang diperuntukan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yakni dengan menanggung Pajak Penghasilan (PPh) untuk masa pajak April sampai dengan September 2020. Perluasan insentif perpajakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, yang efektif berlaku sejak diundangkan pada 27 April 2020.  

Beleid ini merupakan revisi sekaligus mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020, yang sebelumnya mengatur pemberian insentif pajak berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22, pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25, dan percepatan restitusi PPN. Dengan terbitnya PMK Nomor 44/PMK.03/2020 maka jenis insentif pajak dan wajib pajak penerimanya diperluas menjadi sebagai berikut:  

Insentif PPh Pasal 21  

Penerima insentif PPh Pasal 21 DTP adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.062 bidang industri tertentu (KLU), perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan perusahaan di Kawasan Berikat. Penghasilan karyawan yang PPh-nya ditanggung pemerintah dibatasi nilainya tidak lebih dari Rp200 juta setahun dan hanya untuk masa pajak April hingga September 2020.  

Melalui PMK tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan perusahaan yang masuk dalam daftar KLU penerima fasilitas PPh 21 DTP wajib memberikan secara tunai pajak karyawan yang ditanggung pemerintah. Dengan demikian, selama enam bulan ke depan karyawan berhak atas penghasilan penuh yang tidak dipotong pajak. Selanjutnya, perusahaan selaku pemberi kerja wajib menyampaikan laporan bulanan realisasi PPh 21 DTP  

Pembebasan PPh Pasal 22 Impor  

Insentif ini diberikan bagi wajib pajak badan yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di Kawasan Berikat. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE.  

Pengurangan 30% Angsuran PPh Pasal 25  

Berkaitan dengan insentif ini, sektor usaha wajib pajak yang berhak mendapatkan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 diperluas menjadi 846 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat. Sebelunya, fasilitas ini hanya diperuntukan bagi wajib pajak yang bergerak di 102 bidang industri dan perusahaan KITE.  

Percepatan Restitusi PPN  

Percepatan restitusi PPN diberikan bagi wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, perusahaan di kawasan berikat, dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah. Fasilitas restitusi yang dipercepat ini dibatasi nilai lebih bayarnya paling banyak Rp5 miliar, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti melakukan ekspor barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang tidak dipungut PPN. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE. 

PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah 

Insentif pajak baru ini diperuntukan bagi pelaku UMKM yang mendapatkan fasilitas PPh final 0,5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 23/2018. Dengan demikian wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak, sedangkan lawan transaksi UMKM  tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada UMKM. Namun,  UMKM terlebih dahulu mendapatkan Surat Keterangan PP 23 serta wajib membuat laporan realisasi PPh Final DTP setiap masa pajak. 

Jenis Insentif  

Penerima Insentif 

Penerima Sebelumnya 

PPh Pasal 21 DTP 

Pekerja di 1.062 KLU

 Pekerja di 440 KLU 

Pembebasan PPh Pasal 22 Impor 

Wajib pajak di 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan Kawasan Berikat 

Wajib pajak di 102 bidang industri dan perusahaan KITE 

Pengurangan 30% Angsuran PPh Pasal 25 

Wajib pajak di 846 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan Kawasan Berikat

 Wajib pajak di 102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE 

Restitusi PPN Dipercepat

 Wajib pajak di 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE dan Kawasan Berikat

Wajib pajak di 102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE 

PPh Final 0,5% Ditanggung Pemerintah

 Wajib pajak UMKM 

-

Pengajuan Online 

Untuk mendapatkan insentif fiskal di atas, wajib pajak harus mengajukan permohonan secara online dengan terlebih dahulu login melalui situs pajak.go.id. Setelah masuk sistem, klik fitur “Layanan’ dan pilih “Info KSWP”. Selanjutnya, wajib pajak akan diarahkan ke fitur “Profil Pemenuhan Kewajiban Saya”,  sebelum kemudian diberikan pilihan fasilitas pajak yang ingin dimanfaatkan.  Melalui keterangan resminya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengambil kebijakan bahwa pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP dan/atau pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020 tetap berlaku untuk masa pajak April 2020. Kebijakan ini akan dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang akan menyusul terbit. 

Seluruh fasilitas di atas mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan atau surat keterangan diterbitkan hingga masa pajak September 2020 dan dapat diperoleh dengan menyampaikan pemberitahuan atau mendapatkan surat keterangan yang dapat dilakukan secara online di www.pajak.go.id. Mengingat insentif ini diberikan untuk masa pajak April 2020 hingga September 2020, dan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan sudah mendekati akhir bulan April 2020, serta mempertimbangkan proses deployment sistem aplikasi online terkait perluasan sektor penerima fasilitas, maka DJP mengambil kebijakan bahwa pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah dan/atau pengurangan angsuran PPh Pasal 25 yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020, tetap berlaku untuk masa pajak April 2020.

C.     Cara Mendapatkan Insentif Pajak

Insentif pajak yang diberikan pemeritah untuk menanggulangi dampak pandemi virus corona (Covid-19) bisa diperoleh dengan mengajukan permohonan secara online di situs DJP. Pemerintah telah memutuskan pengalokasian anggaran tambahan senilai Rp405,1 triliun di APBN 2020 untuk biaya penanganan dampak pandemi virus corona (Covid-19). Alokasi anggaran di APBN 2020 tersebut didasari Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020. Dana yang dialokasikan pemerintah untuk penanganan dampak pandemi virus corona akan dipakai untuk belanja di bidang kesehatan, anggaran perlindungan sosial, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Berdasarkan penjelasan Presiden Joko Widodo pada 31 Maret lalu, untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR) dialokasikan anggaran senilai Rp70,1 triliun. Sesuai dengan keterangan resmi di laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Informasi lebih lengkap mengenai insentif pajak yang diberikan kepada WP terdampak pandemi corona bisa dilihat di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020. Insentif pajak ini bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dengan cara menyampaikan pemberitahuan ataupun permohonan secara online melalui laman DJP. Caranya ialah sebagai berikut:

a)      Kunjungi situs www.pajak.go.id dan kemudian klik tombol Login di pojok kanan atas

b)      Lalu, masukkan NPWP dan password

c)      Kemudian, pilih tab Layanan dan klik pada icon KSWP

d)      Selanjutnya, scroll ke bawah dan pada bagian Profil Pemenuhan Kewajiban Saya, pilih jenis insentif yang ingin dimanfaatkan.

Untuk pemberian insentif ini, DJP telah menentukan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) wajib pajak berdasarkan SPT tahun pajak 2018. Klasifikasi sesuai dengan KLU yang dicantumkan wajib pajak pada SPT tersebut. Apabila wajib pajak tidak mengisi KLU pada SPT yang dimaksud maka KLU wajib pajak ditentukan berdasarkan data KLU terakhir yang ada pada database Direktorat Jenderal Pajak. Sementara jika KLU yang sebenarnya berbeda dengan KLU yang tercantum pada SPT 2018 maka wajib pajak bisa melakukan pembetulan. KLU dapat diubah dengan cara pembetulan SPT.

Namun, jika SPT 2018 sedang atau telah diperiksa sehingga tidak dapat dibetulkan, Wajib Pajak bisa mengajukan perubahan data KLU pada database DJP. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak mengimbau wajib pajak yang bergerak di bidang usaha yang berhak mendapatkan insentif pajak sesuai PMK-23/2020 namun belum menyampaikan SPT 2018 untuk segera menyampaikan SPT 2018 dengan mencantumkan KLU yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya agar dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut. Sedangkan wajib pajak yang baru terdaftar setelah 1 Januari 2019, kode KLU yang digunakan ialah sebagaimana tercantum di Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan KPP tempat WP terdaftar.

Potensi penyalahgunaan wewenang dari pegawai pajak

Penyalahgunaan wewenang aparat pajak merupakan topik pengaduan terbanyak yang diterima Subdit Kepatuhan Internal Ditjen Pajak. Hal tersebut terungkap dalam data yang dipaparkan Subdit Kepatuhan Internal Ditjen Pajak. Dalam temu media di Kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Ditjen Pajak Wahyu Karya Tumakaka mencontohkan, penyalahgunaan wewenang tersebut berupa tindakan yang dilakukan pegawai Pajak yang dengan sengaja mempermainkan nilai pajak yang harus dibayarkan wajib pajak (WP).

Berdasarkan data tersebut, terdapat 19 kasus pengaduan penyalagunaan wewenang, 16 kasus pelayanan, 10 kasus kedisiplinan, 9 kasus pribadi, dan 3 kasus gaya hidup pegawai pajak yang dinilai tidak mencerminkan jabatannya. Sementara berdasarkan saluran pengaduan, masyarakat dan pegawai pajak lebih memilih sarana surat eletronik (e-mail) untuk menyampaikan keluhan mereka yang jumlahnya 20 aduan. Dan melalui saluran media lainnya, surat ada 16 aduan, telepon ada 9 aduan, media (surat kabar atau lainnya) ada 5 aduan, pesan singkat (SMS) dan secara langsung ada 3 aduan, dan lainnya ada 1 aduan.

Sedangkan, berdasarkan saluran pelaporan, data KITSDA memaparkan paling banyak menerima pengaduan melalui email sebanyak 20 pengaduan, yang diikuti oleh surat sebanyak 16 pengaduan, dan telepon sebanyak 9 pengaduan. Sementara itu, pengaduan lain yang diterima KITSDA juga berasal dari 5 pengaduan, sedangkan pengaduan langsung dan SMS masing-masing mendapat porsi 3 pengaduan. Menurut ketua panja perpajakan Melchias Markus Mekeng, ada beberapa titik rawan yang sering terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang diataranya ; Proses pemeriksaan, penagihan, dan pengadilan pajak, Pada proses keberatan pajak yang diajukan oleh wajib pajak, Proses banding pajak, Proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak, Proses penuntutan (Kejaksaan), Proses persidangan (Pengadilan Negeri), Wajib pajak (plus konsultan pajak), Oknum pejabat pajak, Oknum pengadilan pajak, bermain pada proses rekayasa akuntansi, bermain melalui fasilitas pajak, bermain melalui peraturan perpajakan salah satunya pada program insentif pajak atau pengampunan pajak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Wabah Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional dan produktivitas masyarakat. Pandemi virus korona Covid-19 memberikan dampak kepada setiap aspek kehidupan, baik sosial, politik maupun ekonomi baik di Tanah Air maupun di mancanegara. Semua negara mengalami imbas atas musibah ini, sehingga pemerintah memberikan perhatian pada berbagai sektor untuk dapat menekan gejolak pada masyarakat atas dampak wabah ini.

Berdasarkan teori perpajakan salah satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara dan digunakan dalam pembangunan. Namun fungsi pajak juga dapat memberikan regulasi untuk membantu masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi. Insentif pajak saat ini lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda perekonomian negara. Saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang sangat mengkhawatirkan. Roda perekonomian berjalan lambat diikuti dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Di sisi lain daya beli masyarakat juga menurun.

Namun tidak semua sektor usaha mendapat fasilitas perpajakan ini. Hanya sektor industri tertentu dan bagi wajib pajak dengan status kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) dan KITE IKM yakni kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah. Jika diuraikan tujuan regulasi ini, misalnya untuk PPh 21, agar para pekerja disektor industri pengelolaan khususnya pabrik yang jumlah karyawannya signifikan dapat mempertahankan daya beli. Sedangkan untuk PPh 22 bertujuan memberikan stimulus bagi industri dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya. Bagi PPh 25 bertujuan menyetabilkan perekonomian dalam negeri dan peningkatkan ekspor.

Namun pemerintah perlu mengkaji dengan cermat atas perlakuan insentif pajak, karena hal ini akan menggerus penerimaan pajak secara signifikan. Misalnya PPh 21 atau PPh atas penghasilan karyawan, pada tahun 2019 realisasi penerimaannya sebesar Rp 148,63 triliun. Jika diberikan insentif pajak atas PPh 21 tersebut maka negara akan kehilangan pendapatannya yang cukup besar dan yang lebih ditakutkan lagi adalah oknum yang sengaja mencuri kesempatan dalam program pemberian insentif pajak. Memang diharapkan akan membantu ke daya beli masyarakat yang meningkat sehingga terjadi peningkatan pula atas penerimaan PPN karena masyarakat akan mengomsumsi barang, namun efek atas hal ini belum tentu terjadi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Wabah Covid-19 Meluas, Penerima Insentif Pajak Ditambah Hingga UMKM”,Artikel diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui : https://mucglobal.com/id/news/2089/wabah-covid-19-meluas-penerima-insentif-pajak-ditambah-hingga-umkm

Wisanggeni, Irwan. 2020. “Mengkaji Insentif Pajak atas Covid-19" dan Tantangan Konvergensi Media di Indonesia” ,Artikel diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui : https://analisis.kontan.co.id/news/mengkaji-insentif-pajak-atas-covid-19opini

Nursadi, Haryanto. 2018. “TINDAKAN HUKUM ADMINISTRASI (NEGARA) PERPAJAKAN YANG DAPAT BERAKIBAT PADA TINDAKAN PIDANA , Artikel diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui file:///C:/Users/WIN-7/Downloads/1598-3174-7-PB.pdf

Suprapto, Hadi. 2011. 12 Titik Rawan Penyalahgunaan Wewenang Pajak”, Artikel diambil dari internet pada 20 Mei 2020 melalui : https://www.viva.co.id/arsip/201322-12-titik-rawan-penyalahgunaan-wewenang-pajak

Penyalahgunaan Wewenang Aparat Pajak Masih Sering Terjadi. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1410267/penyalahgunaan-wewenang-aparat-pajak-masih-sering-terjadi

Adi, Komang 2016. “PENYALAHGUNAAN WEWENANG ADMINISTRASI NEGARA DALAM BIROKRASI DI INDONESIA” ,Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/4b8ac60e12f5adc0d0269e78c657f876.pdf

Sarwo, Nicken. 2018. “PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN ADMINISTRASI DALAM UNDANG UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI (Abuse ff Administrative Powers in Corruption Crime Laws)”, Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/viewFile/458/pdf_1

Sahlan, Mohammad. 2016. “Unsur Menyalahgunakan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai Kompetensi Absolut Peradilan Administrasi”. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://media.neliti.com/media/publications/96221-ID-unsur-menyalahgunakan-kewenangan-dalam-t.pdf

Charda, Ujang. 2012. “POTENSI PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN OLEH PEJABAT ADMINISTRASI NEGARA DALAM PENGAMBILAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PUBLIK (POTENTIAL FOR ABUSE OF AUTHORITY BY THE ADMINISTRATIVE OFFICERS OF THE STATE OF PUBLIC POLICY MAKING AND EXECUTION)”. Artikel diambil dari internet pada 22 Mei 2020 melalui : http://www.sthb.ac.id/ejournal/index.php/jwy/article/download/57/39

Idham, Muhammad. 2020. Cara Mendapatkan Insentif Pajak Dampak Corona Online via Situs DJP. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://tirto.id/cara-mendapatkan-insentif-pajak-dampak-corona-online-via-situs-djp-eLl4

Ika, Pipit. 2020. Daftar Insentif Pajak Bagi Pengusaha yang Terdampak Virus Corona. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4242164/daftar-insentif-pajak-bagi-pengusaha-yang-terdampak-virus-corona

Pemerintah Berikan Insentif Pajak untuk Dukung Dunia Usaha dan Masyarakat Selama Pandemi COVID-19. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-berikan-insentif-pajak-untuk-dukung-dunia-usaha-dan-masyarakat-selama-pandemi-covid-19/

Perpajakan di Tengah Pandemi. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : http://www.sfconsulting.co.id/sf/?mod=berita&page=show&stat=&id=16932&q=&hlm=

Suwiknyo, Edi. 2018. Jumlah Penyalahgunaan Wewenang oleh Petugas Pajak Meningkat. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://ekonomi.bisnis.com/read/20181211/10/868664/jumlah-penyalahgunaan-wewenang-olehpetugas-pajak-meningkat

Rahma, Sakina. 2020. Insentif Pajak di Tengah Pandemi Corona Jadi Angin Segar Dunia Usaha?. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://hisconsulting.co.id/id/insentif-pajak-di-tengah-pandemi-corona-jadi-angin-segar-dunia-usaha

Rohmani, Edmalia. 2020. Perhatikan Syarat Ini untuk Dapatkan Insentif Pajak Super. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://www.pajak.go.id/id/artikel/perhatikan-syarat-ini-untuk-dapatkan-insentif-pajak-super

Mulia, Batara. 2016. SEKILAS TENTANG INSENTIF PAJAK. Artikel diambil dari internet pada 21 Mei 2020 melalui : https://business-law.binus.ac.id/2016/10/17/sekilas-tentang-insentif-pajak/

 

Contoh Karil UT Yang sudah Lolos Plagiasi dan Testimoni



PENGARUH SANKSI DAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN DALAM UPAYA PERCEPATAN PENDAPATAN NEGARA

 

 

Disusun oleh ;

S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA 

 

Abstrak

Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pembangunan maupun pembiayaan rutin. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke waktu yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan, agar basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan social dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak.

Keberhasilan penerimaan pajak, dalam perspektif administrasi perpajakan dapat dilihat dari Meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak, dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Sistem administrasi perpajakan modern mempunyai pengaruh besar terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Modernisasi struktur organisasi memberikan kontribusi pengaruh yang terbesar, Modernisasi budaya organisasi dan modernisasi strategi organisasi memberikan pengaruh lebih rendah. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara implementasi sistem administrasi perpajakan modern dari dimensi modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi terhadap kepatuhan wajib pajak.

 

Kata Kunci : Perpajakan, Sistem Administrasi Modern, Kepatuhan Wajib Pajak.

 

 

 

 

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Sumber utama bagi Indonesia untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah pajak. Lebih dari 70% sumber pendapatan negara adalah dari pajak, sisanya dari kepabeanan dan cukai, penerimaan bukan pajak dan hibah, dengan kata lain pajak merupakan primadona sumber penerimaan Negara Indonesia (UU No. 12 Tahun 2018). Negara menggunakan penerimaan pajak untuk menopang pembiayaan pembangunan. Penerimaan pajak diharapkan terus meningkat agar pembangunan Negara dapat berjalan dengan baik. Peningkatan penerimaan pajak tercapai jika peningkatan jumlah wajib pajak terjadi. Usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya mengandalkan peran dari Direktorat Jenderal Pajak maupun petugas pajak, tetapi dibutuhkan juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri.

Mengingat begitu pentingnya peranan pajak, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan diberlakukannya Self Assesment System. Self Assessment System mengharuskan Wajib Pajak untuk mendaftar, menghitung, membayar serta melaporkan sendiri jumlah pajak terutang yang menjadi kewajiban mereka (Tiraada, 2013). Self Assessment System menuntut adanya perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat Wajib Pajak untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance). Kepatuhan memenuhi kewajiban pajak secara sukarela merupakan tulang punggung dari Self Assessment System.

Salah satu kendala yang dapat menghambat keefektifan pengumpulan pajak adalah kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance). Kepatuhan wajib pajak yaitu bagaimana sikap dari seorang Wajib Pajak yang mau dan melaksanakan kewajiban perpajakan yang ada. Kepatuhan Wajib Pajak diketahui dapat meningkatkan pendapatan negara. Bila ingin memaksimalkan penerimaan pajak, maka pemerintah harus berupaya agar wajib pajak semakin sadar bahwa peranan pajak sangatlah penting bagi tercapainya pembangunan nasional. Pelayanan yang diberikan oleh fiskus juga penting mengingat Wajib Pajak membutuhkan kenyamanan dalam membayar pajak.

Di era teknologi yang semakin maju, khususnya di bidang elektronik, memberikan dampak positif bagi perkantoran yang membutuhkan layanan cepat, tepat dan praktis. Ini mendorong reformasi untuk Direktorat Jenderal Pajak di bawah naungan Departemen Keuangan untuk memperbarui aplikasi perpajakan (Suharyono, 2018). Salah satu bentuk pembaruan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah melalui sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Mengingat pentingnya penerimaan pajak bagi negara, pemerintah melakukan reformasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial serta memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak (Lingga, 2012). Dengan adanya teknologi informasi, memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan sistem administrasi pajak yang bertujuan untuk memudahkan Wajib Pajak yang memiliki pengetahuan terbatas dalam pelaporan perpajakan (Mustapha & Obid, 2015).

Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak melakukan modernisasi sistem administrasi perpajakan guna meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan terhadap Wajib Pajak yaitu dengan dikembangkannya pelaporan pajak terutang berbasis e-system seperti e-registration, e-spt, e-filing dan e-billing yang diharapkan dapat meningkatkan mekanisme kontrol dan pelaporan yang lebih efektif (Widjaja & Siagian, 2017). Tujuan di perbaharuinya e-system perpajakan ini dibuat dengan harapan dapat mempermudah wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Seperti e-registration yang mempermudah pendaftaran NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak untuk berkonsultasi mengenai pajak melalui online, e-SPT dengan penyampaian SPT dengan program yang telah disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak, e-filing dan e-payment yang berguna untuk melaporkan surat pemberitahuan serta pembayaran pajak secara elektronik. Serta tujuan lainya adalah untuk menghemat waktu, mudah, akurat dan tanpa kertas sehingga menghasilkan pelayanan secara efisien dan efektif.

Penggunaan e-system ini dikatakan efektif apabila dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam sarana penyampaian , perhitungan , dan pembayaran pajak. Sistem pajak online membuat dampak yang efektif pada ekonomi karena meningkatkan pendapatan negara serta meningkatnya kepatuhan pajak oleh Wajib Pajak. Ini karena kenyamanan, penghematan waktu, efektivitas biaya dari Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak ajak (Azmi, 2012). Dengan diterapkannya pelaporan berbasis e-system ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perpajakan, meningkatkan mekanisme kontrol serta membuat pelaporan menjadi lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu penulis tertarik membahasnya lebih rinci lagi dengan menarik judul “PENGARUH SANKSI DAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN DALAM UPAYA PERCEPATAN PENDAPATAN NEGARA”.

 

 

 

 

 

B.     Rumusan Masalah

 

1)      Peran pajak dan Pentingnya penerimaan pajak dalam suatu Negara ?

2)      Seberapa besar pengaruh dari sanksi dan kebijakan administrasi pajak ?

3)      Seberapa besar pencapaian DJP dalam pelaksanaan sistem administrasi modern ?

C.     Tujuan Penulisan

 

1)      Mengetahui pentingnya pajak bagi suatu Negara.

2)      Mengetahui pengaruh sanksi dan kebijakan administrasi pajak yang dikeluarkan oleh DJP.

3)      Mengetahui pencapaian dari pelaksanaan sistem administrasi modern yang dikeluarkan oleh DJP.

D.     Manfaat Penulisan

 

1)      Bagi Penulis, untuk mengetahui manfaat pajak.

2)      Bagi Masyarakat, untuk mengetahui pentingnya membayar pajak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

A.     Peran pajak dalam suatu Negara

Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut, maka negara harus menggali sumber dana dari dalam negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada negara yang terutang, baik sebagai orang pribadi atau badan usaha yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk ikut secara langsung dan bersama-sama melaksanakan pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 

Seperti perekonomian dalam rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang menyumbang sekitar 70% dari seluruh penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara akan sulit untuk dilaksanakan. Penggunaan pajak mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum, seperti: jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, dan kantor polisi dibiayai dari pajak. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), gaji pegawai negeri, dan pembangunan fasilitas publik semua dibiayai dari pajak. Semakin banyak pajak yang dipungut, maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun.

Karena itu, pajak merupakan ujung tombak pembangunan sebuah negara. Sehingga sudah sepantasnya sebagai warga negara yang baik untuk taat membayar pajak. Pemerintah Indonesia sudah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk membayar pajak. Banyaknya masyarakat yang belum taat membayar pajak disebabkan minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat pajak. Sebaiknya pelajarilah manfaat dan fungsi pajak berikut ini agar lebih bijak taat pajak. Pajak sangat bermanfaat bagi negara. Secara lengkap pajak banyak digunakan untuk :

a)      Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti: pengeluaran yang bersifat self liquiditing, contohnya: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor.

b)      Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti: pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya: pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.

c)      Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif, contohnya: pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi.

d)      Membiayai pengeluaran yang tidak produktif, contohnya: pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu.

Pajak yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan negara untuk kesejahteraan masyarakat, antara lain: memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan membayar utang-utang negara. Selain itu pajak juga digunakan untuk menunjang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar perekonomian dapat terus berkembang. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

Fungsi Anggaran (Budgetair), yaitu pajak dijadikan alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, sehingga pajak berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan proses pemerintahan. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti: belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lainnya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yaitu penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah tersebut ditingkatkan terus dari tahun ke tahun sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat.

Fungsi Mengatur (Regulerend), yaitu pajak digunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dan pelengkap dari fungsi anggaran. Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Contohnya: dalam rangka penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi Stabilitas, yaitu pajak membuat pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Dan Fungsi Retribusi Pendapatan, yaitu pajak digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum. Termasuk untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

B.     Sanksi dan Kebijakan Administrasi Terhadap Kedisiplinan Wajib Pajak

Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan, dan denda adalah hukuman dengan cara membayar uang karena melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi denda adalah hukuman yang negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang. Suhartono (2010 : 305-312) menyatakan bahwa terdapat indikator dari sanksi administrasi :

 

a)       Keterlambatan Pembayaran Pajak

Adanya keterlambatan pembayaran pajak menjadi salah satu penyebab faktor munculnya sanksi administrasi. Ketika pajak yang tidak atau kurang untuk dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, pada saat itu pejabat pajak yang bertugas mengelola pajak pusat atau pajak daerah berwenang melakukan penagihan pajak disertai pengenaan sanksi administrasi berupa bunga

b)      Bunga 2% per bulan

Sanksi ini pada dasarnya menjadi beban wajib pajak atas kelalaian baik disengaja atau tidak disengaja yang mengakibatkan tidak tepatnya waktu pembayaran pajak yang menjadi kewajibannya.Ketika pajak yang tidak atau kurang untuk dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, pada saat itu pejabat pajak yang bertugas mengelola pajak pusat atau pajak daerah berwenang melakukan penagihan pajak disertai pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dengan ketentuan sebesar 2% per bulan.

c)      Pengenaan Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi yang berupa bunga merupakan salah satu jenis sanksi administrasi yang dapat dikenakan kepada wajib pajak tatkala melakukan pelanggaran hukum pajak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban. Kewajiban wajib pajak yang terkait dengan sanksi administrasi berupa bunga adalah pembayaran secara lunas pajak dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana yang tercantum dalam dasar penagihan pajak.

d)      Pengenaan Sanksi Denda

Pengenaan sanksi administrasi yang berupa denda kepada wajib pajak penghasilan maupun pengusaha kena pajak diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU KUP. Sanksi administrasi berupa denda dikenakan karena tidak menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan, termasuk jangka waktu perpanjangan penyampaian surat pemberitahuan.

e)      Pajak sebagai iuran rakyat

Pajak dianggap sebagai iuran yang berasal dari rakyat dan akan digunakan untuk rakyat itu sendiri, dalam hal pembangunan serta kesejahteraan rakyat.

 

 

 

f)       Perhitungan Sanksi Denda

Sanksi denda dapat dihitung berdasarkan tanggal jatuh tempo masa berlaku yang ada didalam STNK kendaraan bermotor dan belum melakukan perpanjangan atau belum membayar pajak tepat pada waktunya maka akan dikenai denda pajak kendaraan bermotor sebesar 2% perbulannya.

g)      Tujuan Sanksi Administrasi

Adapun tujuan dari sanksi adminitrasi adalah untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak guna pentingnya kesadaran wajib pajak terhadap pembayaran pajak.

Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal tentang pajak. Penilaian positif dari masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan dan menyadarkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Boediono, 2011 : 65).

Kepatuhan Wajib Pajak

E. Eliyani (2006 : 38) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayarkan pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidak patuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak terpenuhi. Pendapat lain tentang kepatuhan wajib pajak juga dikemukakan oleh Novak (2006 : 43) seperti dikutip oleh Suhartono (2010 : 54), yang menyatakan adanya indikator kepatuhan wajib pajak adalah : Kedisiplinan membayar pajak Tingkat kedisiplinan wajib pajak sangat erat halnya dengan kepatuhan wajib pajak, semakin banyak wajib pajak yang disiplin dalam membayar pajak maka semakin mengingkat kepatuhan wajib pajak terhadap pajak.

Tingkat Pengetahuan terhadap Pajak Pengetahuan terhadap pajak meliputi bagian dari fungsi dan tujuan dari pajak itu sendiri, wajib pajak harus memiliki pengetahuan dasar mengenai pajak. Sosialisasi tentang Pajak Sosialisasi tentang pajak akan membuat wajib pajak memiliki pemahaman secara langsung serta memiliki kesadaran langsung terhadap pentingnya pajak itu sendiri. Sosialisasi tentang Sanksi Administrasi Pajak ini memiliki tujuan agar wajib pajak tidak menganggap enteng tentang sanksi administrasi pajak dan akan membuat wajib pajak sadar serta patuh terhadap pembayaran pajak.

Wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan, Wajib pajak yang paham dan memiliki kesadaran terhadap pajak harus mengetahuimsecara jelas apa saja peraturan yang mengatur pajak terutama UU Perpajakan. Patuh terhadap Pajak Wajib pajak harus memiliki kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak tepat dengan waktunya, karena jika wajib pajak tidak membayar tepat dengan waktunya maka wajib pajak akan mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

C.     Penerapan Sistem Administrasi Modern DJP

Untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, Direktorat Jenderal Pajak terus melakukan transformasi digital guna meningkatkan kualitas layanan dan meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Bentuk reformasi perpajakan tersebut berupa modernisasi teknologi informasi perpajakan.  Salah satu pembaruan yang dilakukan adalah menerapkan teknologi informasi terbaru dalam pelayananan pajak. Pada awal tahun 2005 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan sistem administrasi perpajakan yang memanfaatkan teknologi yaitu e-System atau Electronic System. Sistem elektronik untuk administrasi pajak tersebut diantaranya adalah e-Registration, e-Filling, e-SPT, dan e-Billing. Modernisasi teknologi ini diyakini akan menjadi salah satu pilar penting dari reformasi perpajakan karena akan sangat bermanfaat sebagai upaya peningkatan tax ratio, penghindaran dan penggelapan pajak, serta mendorong kepatuhan wajib pajak.

Di zaman yang serba canggih ini Direktorat Jenderal Pajak sedang berusaha menciptakan teknologi informasi perpajakan baru yang diyakini akan berhasil untuk mendukung pengumpulan pajak menjadi lebih efektif dan efisien. Teknologi core tax yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak saat ini dinilai sudah terlalu lawas dengan usia lebih dari 15 tahun. Perlu ada pembaruan sistem karena sudah tidak kompatibel dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, sehingga sudah tidak dapat dikembangakan lebih lanjut lagi. Bapak Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pajak, mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak akan memiliki senjata baru yang dapat mendukung pengumpulan pajak. Senjata baru yang dimaksud beliau adalah Core Tax System baru. Pembenahan ini seiring dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 3 Mei 2018. Presiden berharap dengan adanya perpres ini Direktorat Jenderal Pajak semakin kuat, kredibel, dan akuntabel dengan proses efektif dan efisien.

Pengertian Core tax system itu sendiri adalah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak termasuk otomasi proses bisnis mulai dari proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi taxpayer accounting. Direktorat Jenderal Pajak menganggarkan Rp3,1 triliun untuk pembangunan sistem teknologi informasi pajak atau core tax system yang baru. Anggaran Rp3,1 triliun ini akan digunakan untuk membeli software, CODS software system informasi perpajakan yang teruji dengan modifikasi, sampai konsultasi yang membangun sistem tersebut.

Core tax system rencananya akan dibangun 3,5 sampai 4 tahun dengan total pengadaan multiyears 7 tahun. Core tax system yang baru diharapkan memberikan banyak kemudahan kepada wajib pajak dan terjamin keamanannya. Dengan Core tax system yang baru, Direktorat Jenderal Pajak akan memiliki sistem teknologi informasi yang bisa dengan cepat mendeteksi ketidakpatuhan dengan integritas data yang tinggi. Core tax system ini dilengkapi dengan sistem compliance risk management (CRM) yang akan mendeteksi profil risiko setiap wajib pajak sesuai dengan data yang ada di Direktorat Jenderal Pajak supaya lebih mudah untuk pelaksanaan kepada wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, sistem ini juga bisa digunakan untuk menganalisis margin yang membantu kantor pajak menemukan laporan-laporan keuangan yang dipalsukan atau kasus transfer pricing. Pegawai pajak nantinya tidak bisa berbuat curang karena sistem ini dapat mengetahui siapa saja yang membuka data wajib pajak. Bagi yang membuka akan ketahuan dalam taxpayer account milik wajib pajak. Kehebatan sistem yang canggih ini terletak pada traceability-nya.

Berdasarkan roadmap reformasi perpajakan, core tax sudah memasuki tahap bidding pada kuartal III-2018. Pembangunan sistem tersebut bisa berjalan di kuartal II-2019 hingga kuartal III-2020. Harapan di kuartal II-2021 Direktorat Jenderal Pajak sudah menerima SPT, pembayaran, dan registrasi menggunakan sistem yang baru. Menurut Bapak Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pajak, penggunaan teknologi ini mungkin masih belum cukup untuk mencapai target rasio penerimaan pajak sebesar 16% terhadap produk domestik bruto pada 2019. Namun, dengan teknologi ini menjadi langkah maju untuk terus melakukan perbaikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Tax Administration, merupakan cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Peran administrasi perpajakan, sebagai upaya untuk merealisasikan peraturan perpajakan, dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN. Administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah (Silvani, 1992): (1) Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers); (2) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); (3) Penyelundup pajak (tax evaders); (4) Penunggak pajak (delinquent tax pavers).

Jika kebijakan perpajakan yang ada mampu mengatasi masalah-masalah di atas secara efektif, maka administrasi perpajakannya sudah dapat dikatakan baik sehingga tax ratio akan meningkat. Dasar bagi terwujudnya suatu administrasi pajak yang baik adalah diterapkannya prinsip-prinsip manajemen modern yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling, terdapatnya kebijakan perpajakan yang jelas dan sederhana sehingga memudahkan WP untuk melaksanakan kewajibannya, tersedianya Pegawai Pajak yang berkualitas dan jujur serta pelaksanaan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa ekonomi digital menjadi tantangan terberat bagi Direktorat Jenderal Pajak. Jika kita lihat dari sistem yang semakin membaik ini tentunya untuk 10 tahun yang akan datang Direktorat Jenderal Pajak diyakini akan berhasil mencapai target penerimaan pajak yang diinginkan dan menaikkan tax ratio di Indonesia yang masih rendah. Dari sisi wajib pajak, akan semakin mudah dalam menjalankan kewajiban perpajakannya berkat sistem yang lebih canggih, sederhana, cepat serta lebih efektif dan efisien. Pegawai pajak juga terbantu pekerjaanya dengan adanya teknologi canggih yang menggantikan peran dan tenaga manusia. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia menjadi lebih baik, salah satunya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara melalui pajak.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Riski. 2016. PENGARUH PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi pada Kantor Samsat Kabupaten Bengkalis Riau)”,Artikel diambil dari internet pada 16 April 2020 melalui : https://media.neliti.com/media/publications/86610-ID-pengaruh-pengenaan-sanksi-administrasi-d.pdf

“LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2018” ,Artikel diambil dari internet pada 16 April 2020 melalui : https://www.pajak.go.id/sites/default/files/2019-05/LAKIN%20DJP%202018.pdf

“Modernisasi Administrasi Perpajakan” , Artikel diambil dari internet pada 16 April 2020  melalui https://pajak.go.id/sites/default/files/2019-03/Annual_Report%202007.pdf

Adiyanta, Susila. 2018. Kebijakan Penghapusan Sanksi Administrasi Perpajakan sebagai Stimulus Peningkatan Penerimaan Negara dari Sektor Pajak (Studi Evaluatif Normatif Kebijakan Perpajakan Nasional)”, Artikel diambil dari internet pada 16 April 2020 melalui : https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/download/2820/1760

Masyhur, Hadi. 2013. PENGARUH SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK. Artikel diambil dari internet pada 16 April 2020 melalui : https://media.neliti.com/media/publications/99953-ID-pengaruh-sistem-administrasi-perpajakan.pdf

“PENGARUH PENERAPAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo)” ,Artikel diambil dari internet pada 17 April 2020 melalui : http://eprints.ums.ac.id/37383/3/BAB%20I.pdf

Novia, Fitri. 2019. “Pokok-pokok Reformasi Perpajakan Periode 2017-2018”, Artikel diambil dari internet pada 17 April 2020 melalui : https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c6d374ac4dbe/pokok-pokok-reformasi-perpajakan-periode-2017-2018/

Agung, Gusti. 2020. “Penerapan E-System Perpajakan”. Artikel diambil dari internet pada 17 April 2020 melalui : https://www.pajakku.com/read/5dae7b994c6a88754c08803e/Penerapan-E-System-Perpajakan

“Manfaat Pajak bagi Masyarakat dan Negara”. Artikel diambil dari internet pada 17 April 2020 melalui : https://www.cermati.com/artikel/manfaat-pajak-bagi-masyarakat-dan-negara

Novitasari, Lela. 2018.Modernisasi Teknologi Informasi Perpajakan di Era Ekonomi Digital. Artikel diambil dari internet pada 18 April 2020 melalui : https://www.pajak.go.id/id/artikel/modernisasi-teknologi-informasi-perpajakan-di-era-ekonomi-digital

Pamungkas, Dimas. 2019. Menyoal Kebijakan “Setengah hati” Restitusi Pendahuluan. Artikel diambil dari internet pada 18 April 2020 melalui : https://mucglobal.com/id/news/560/insight.html

Memahami Pentingnya Pajak untuk Keberlangsungan Negara dan Kemajuan Bangsa. Artikel diambil dari internet pada 18 April 2020 melalui : https://sukabumiupdate.com/detail/bale-warga/opini/61566-Memahami-Pentingnya-Pajak-untuk-Keberlangsungan-Negara-dan-Kemajuan-Bangsa

Fungsi Pajak. Artikel diambil dari internet pada 18 April 2020 melalui : https://www.pajak.go.id/id/fungsi-pajak

 

yang terbaik

jasa joki UT dan karya ilmiyah segala jurusan jaminan lolos plagiat 0878 9797 9399

  Dampak Kenaikan Nilai Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19 (PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM) ...