PENIPUAN BISNIS
ONLINE MENURUT KAJIAN HUKUM DI INDONESIA
(UU Perlindungan
Konsumen dan UU ITE)
Disusun oleh ;
UPBJJ UT BANDAR LAMPUNG
S1 HUKUM
Abstrak
Kehadiran teknologi memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari
komunikasi jarak jauh, bekerja, bahkan sampai berbelanja tanpa harus datang
langsung ke toko. Cukup melalui layar gadget masyarakat sudah dapat memilih
barang yang ingin dibelinya tanpa harus repot-repot keluar rumah. Pembayarannya
pun sangat mudah, cukup dengan metode transfer antar rekening melalui m-Banking
atau ATM, transaksi jual beli selesai dalam hitungan detik. Untuk penerimaan
barang juga terbilang cepat, selang beberapa hari bahkan ada yang dalam
hitungan jam barang yang kita pesan sudah sampai depan pintu rumah kita.
Sayangnya, dengan kemudahan yang
diberikan dalam transaksi jual beli online ini tidak sedikit yang
menyalahgunakannya dengan tujuan untuk menipu konsumen. Berbagai modus penipuan
yang marak beredar di masyarakat menimbulkan keresahan bagi sebagian konsumen.
Hal utama yang sering dipertanyakan oleh masyarakat adalah apakah konsumen yang
berbelanja melalui media online mendapat perlindungan hukum dari Undang-undang
konsumen seperti konsumen yang belanja di pasar real atau hanya bisa
mengikhlaskan uang yang sudah mereka transfer dengan alasan si penjual jauh dan
tidak mengetahui rumahnya.
Kata Kunci : Online Shop,
Undang-undang Konsumen, Penipuan Online, UU ITE.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bisnis online adalah
bisnis yang dilakukan via internet sebagaimedia pemasaran dengan menggunakan
website sebagai katalog. Saat ini bisnis online sedang menjamur di Indonesia
baik untuk barang-barang kebutuhan pokok atau hanya kebutuhan primer lainnya. Bisnis
ini dianggap sangat potensial karena kemudahan dalam pemesanan dan harga yang
cukup bersaing dengan bisnis biasa. Selain itu bisnis ini tidak memerlukan
modal untuk membuat toko atau menyewa ruko melainkan hanya dengan media
jejaring sosial, blog, maupun media lainnya yang dihubungkan dengan internet.
Hukum merupakan
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama,
yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung
secara formal dan damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum
harus ditegakkan. Teknologi informasi dan komunikasi semakin hari semakin
berkembang dengan pesat yang memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia.
Banyak hal dapat dilakukan melalui internet mulai dari berhubungan sosial,
bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara online. Semua itu dilakukan
tanpa melakukan kontak langsung dengan orang lain. Bisnis secara online dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas seperti situs internet,
jejaring sosial, maupun layanan e-banking. Layanan bisnis online ini tertunya
berpeluang untuk dijadikanlahan kejahatan.
Transaksi elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/ataumedia elektronik lainnya. Pasal 378 KUHP merumuskan sebagai berikut: "Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun
dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4tahun." Pasal 18 UU ITE(1) Transaksi Elektronik
yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.(2) Para pihak
memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya.(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum
dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional.(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk
menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.(5) Jika para pihak tidak melakukan
pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan,
arbitrase,atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut,didasarkan pada asas Hukum
Perdata Internasional.
Indonesia telah
menerapkan regulasi yang mengatur mengenai perlindungan penjual dan pembeli
dalam transaksi jual beli, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UU Konsumen). UU Konsumen mengatur mengenai
transaksi jual beli yang terjadi secara umum, salah satunya berisi hak dan
kewajiban penjual dan konsumen. Hak konsumen tertuang di dalam Pasal 4 UU
Konsumen, sedangkan kewajiban penjual tertuang dalam Pasal 7 UU Konsumen.
Pengaturan mengenai konsumen juga telah di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), dan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PP PSTE). Meskipun transaksi dilakukan secara online, namun menurut
UUITE dan PP PSTE tetap diakui adanya hubungan jual beli yang sah antara
penjual yang menawarkan barangnya dan pembeli yang membeli barangnya yang
disetujui secara elektronik. Ketika pembeli ingin melanjutkan membayar, pembeli
sebelumnya telah setuju dengan segala persyaratan dan ketentuan yang diberikan
penjual dengan menekan tombol setuju.
Penipuan yang terjadi
saat melakukan transaksi online tidak jauh berbeda dengan penipuan yang terjadi
secara langsung, yang membedakan keduanya hanyalah serana yang digunakan yaitu
dengan menggunakan media elektronik agar tersambung ke media online. Penipuan
secara online dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan yang tertuang di
dalam Pasal 378 KUHP. Penjual yang sengaja melakukan penipuan akan mendapatkan
hukuman penjara paling lama 4 tahun. Sedangkan di dalam Pasal 45 ayat 2 UUITE,
ancaman pidana bagi penipu dalam transaksi online dapat dipenjara paling lama 6
tahun dan atau membayar denda paling banyak Rp 1 Milyar. Selain itu, Pasal 62
UU Konsumen juga memberikan sanksi bagi penjual yang tidak dapat melaksanakan
kewajibannya, yaitu dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp 2 Milyar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnnya lebih
dalam lagi dengan manari judul “PENIPUAN BISNIS ONLINE MENURUT KAJIAN HUKUM
DI INDONESIA”.
B. Rumusan
Masalah
1)
Apa
itu transaksi jual beli online dan konsepnya serta apa saja modus yang
digunakan oleh pelapak nakal ?
2)
Bagaimana
menurut pandagan Hukum di Indonesia tentang penipuan berkedok jual beli Online
?
3)
Seperti
apa penindakan yang dilakukan oleh pihak yang berwajib ?
C. Tujuan
Penelitian
1)
Untuk
mengetahui konsep jual beli online dan untuk mengetahui apa saja yang sering
dijadikan modus penipuan online.
2)
Untuk
mengetahui pandangan Hukum di Indonesia tentang penipuan yang sering terjadi
dimedia online.
3)
Untuk
mengetahui seperti apa penindakan yang seharusnya dilakukan oleh penegak hukum
bagi pelapak nakal.
D. Manfaat
Penulisan
1)
Bagi
Penulis, mengetahui konsep jual beli online.
2)
Bagi
Masyarakat, untuk mengetahui modus penipuan online agar tidak mudah untuk
dikelabui oleh lapak-lapak bodong.
3)
Bagi
Penegak Hukum atau Pemerintah, sebagai bahan bacaan tentang bagaimana
penindakan yang benar untuk penanganan kasus jual beli online.
PEMBAHASAN
A. Transaksi
Jual Beli Online
Transaksi Elektronik
(E-commerce) merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan
pembeli dengan media internet, dimana untuk pemesanan, pengiriman sampai
bagaimana system pembayaran dikomunikasikan melalui internet. Keberadaan
e-commerce merupakan alternatif yang menjanjikan untuk diterapkan pada saat
ini, karena e-commerce memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak yaitu
pihak penjual dan pihak pembeli didalam melakukan perdagangan sekalipun para
pihak berada di dua dunia yang berbeda. Terlebih dengan adanya wabah Virus
Corona atau biasa disebut Covid-19 yang membuat pemerintah mengeluarkan
kebijakan social distancing atau melarang warganya untuk berinteraksi dengan
orang banyak atau pembatasan aktifitas diluar rumah.
Bisnis secara online
memang mempermudah para pelaku penipuan dalam melakukan aksinya. Penipuan
dengan modus penjualan di via internet akhir-akhir ini marak terjadi, dengan
mengaku dengan harga murah di pasaran sehingga membuat banyak orang tertarik
untuk membelinya, meski penipuan bisnis online sudah sebagian terkuak, namun
penindakan oknum terhadap tindakan tersebut banyak yang belum sampai kerana
hukum. Ini disebabkan para korban penipuan online enggan untuk melaporkan
kepada penegak hukum, sedangkan tindak pidana penipuan dikatagorikan sebagai
delik biasa
Dalam media internet,
kejahatan yang sering terjadi adalah penipuan dengan mengatasnamakan bisnis
jual beli dengan mengunakan media internet yang menawarkan berbagai macam
produk penjualan khususnya handphone dan barang elektronik yang di jual dibawah
harga rata-rata. Bisnis online sudah menjadi tren saat ini, akan tetapi membuka
cela bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan suatu tindak
kejahatan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Ada begitu banyak penipuan
dalam dunia nyata, namun dalam dunia maya juga tak lepas dari kasus-kasus
penipuan. Penipuan tersebut menggunakan modus operandi berupa penjualan
berbagai macam barang yang menggiurkan bagi calon pembeli karena harganya yang
begitu murah dan jauh dari harga aslinya. Yang pada akhirnya setelah uang
dikirimkan, barang yang sudah dipesan tidak di terima. Demi mendapatkan
keuntungan dan memperkaya diri sendiri, para pelaku melanggar aturan dan
norma-norma hukum yang berlaku. Bisnis secara online memang mempermudah para
pelaku penipuan dalam melakukan aksinya.
Harus diakui,
keberadaan sejumlah situs jual beli online memang cukup membantu masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya. Tak perlu pergi jauh-jauh untuk membeli barang
yang kita butuhkan. Cukup nyalakan ponsel, cari barang di situs tersebut,
bayar, dan cling pesanan pun sampai di rumah kita. Sayangnya, tak semua proses
pembelian berjalan seperti cerita di atas. Karena para pembeli di marketplace
yang ada saat ini merupakan target dari para pelaku kejahatan penipuan. Seperti
sejumlah kasus penipuan yang pernah dialami para buyer di situs atau aplikasi
jual beli online.
Uang
Dikirim, Barang Tak Sampai. Ini
merupakan cara paling banyak digunakan oleh para penipu di berbagai
marketplace. Pemilik lapak memasang harga miring terhadap barang yang
dijualnya. Harga ini merupakan perangkap agar banyak pembeli yang tertarik.
Saat ada pembeli yang sudah mengirim uang ke rekening, aksi penipu ini
dilanjutkan. Karena memang berniat menipu, penjual palsu ini tidak akan
mengirim barang yang mereka jual di aplikasi. Pembeli pun merasa resah karena
barang yang dibelinya tak kunjung datang. Saat dihubungi, pihak penjual palsu
ini memasang banyak alasan. Seperti stok yang kosong sehingga harus menunggu
beberapa hari. Ketika pembeli meminta pembatalan, malah akan diarahkan untuk
mengisi feedback. Dalam form feedback ini nantinya pembeli akan diarahkan untuk
menekan tombol “konfirmasi terima barang”. Artinya pembeli akan dianggap telah
menerima barang, meski pada kenyataannya sama sekali belum menerima.
Selanjutnya, akun penjual pun akan tutup. Nomor yang sebelumnya bisa dihubungi
pun mendadak mati. Dan, uang Anda yang sudah dikirimkan pun hangus. Sementara
barang yang diinginkan tak kunjung datang.
Mengganti
Akun Pembeli. Seorang
pembeli yang ingin melakukan transaksi di aplikasi jual beli online, pasti
punya akun di marketplace tersebut. Nah, modus penipuan lain yang pernah
terjadi adalah dengan melakukan teknik phising yang biasanya dilakukan oleh
para pelaku pembobol rekening. Ketika seorang pembeli sudah mengirimkan uang
sesuai harga yang disepakati, dia akan dihubungi oleh penipu. Namun, bukan
untuk memberi tahu bahwa barangnya sudah dikirim. Melalui jalur komunikasi chat
seperti Whatsapp, penipu ini mengaku dari bagian suplier pengiriman dan meminta
pembeli untuk meng-klik satu buah link url http://info.pengiriman.unaux.com yang tidak terkait dengan
aplikasi jual beli online. Pembeli yang sangat menginginkan barang karena
mendapat harga yang sangat murah biasanya akan lebih mudah terjebak. Di dalam
link tersebut, Anda akan diminta memasukkan data pribadi akun Bukalapak.
Seperti nomor telepon hingga password akun. Jika pembeli sudah terpancing dan
memberikan semua data-data tersebut, artinya dia sudah masuk jebakan penipu. Pasalnya,
saat pembeli melakukan login dalam situs phising tersebut, yang muncul justru “maaf account anda tidak terdaftar”.
Ketika pembeli mencoba login ke akun aplikasi tersebut, akun yang dia buat
sudah tidak bisa diakses lagi. Itu artinya, pelaku sudah mengubah semua data
yang ada dalam akun pembeli. Sebelumnya, penipu ini sudah membatalkan orderan
sehingga uang yang sudah masuk ke rekening Bukalapak kembali ke rekening
Bukadompet pembeli yang kini sudah dikuasai penipu. Selanjutnya, penipu tinggal
mencairkan dana yang ada ke rekening pribadinya. Pembeli pun hanya bisa gigit
jari.
Pengiriman
Fiktif. Jangan
mudah tergiur oleh harga yang miring ketika Anda berbelanja di Bukalapak.
Karena bisa jadi ini adalah pancingan dari para penipu yang banyak bertebaran
di dunia maya. Seperti pengalaman seorang pembeli di Bukalapak berikut ini. Tertarik
dengan harga sebuah ponsel yang jauh di bawah pasaran, pembeli yang sebut saja
A ini langsung mengirim uang. Agar cepat, dia meminta barang dikirim via ojek
online. Di sinilah keanehan mulai terjadi. Saat melihat ke histori transaksi, A
melihat ada banyak driver ojek online. Seperti tidak kunjung mendapatkan driver
yang mau mengirimkan barang. Karena ada nomor telepon driver di histori
tersebut, dia pun mencoba menghubungi salah satunya. Ternyata sang driver
mengaku si penjual tidak menjawab saat ditelepon. Saat penjual dihubungi, dia
mengaku tidak ada ojek online yang mau mengantarkan barang. Dia malah meminta A
untuk mentransfer langsung dana ke rekening pribadi. Beruntung, si pembeli
cepat sadar akan masuk jebakan, jika melakukan transfer uang secara langsung
dan minta membatalkan pesanan. Tak dinyana, sebelum pesanan dibatalkan ada ojek
online yang menerima order yang artinya barang sudah terkirim. Namun ternyata
ini adalah pengiriman fiktif. Karena tidak ada barang yang dikirim. Pihak ojek
online mengaku disuruh menyelesaikan pengiriman meski tidak membawa barangnya.
Resi
Aspal. Ada juga
modus penipuan yang menggunakan resi aspal, alias asli tapi palsu. Kejadian ini
dialami seorang pembeli di Bukalapak. Saat itu dia memesan sebuah ponsel dari
salah satu merchant yang ada di Bukalapak. Harga sudah disepakati dengan ongkos
kirim untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Keanehan mulai terlihat saat
penjual mengirim resi. Pasalnya, ongkir yang diminta adalah untuk wilayah
Jakarta, tapi resinya memiliki kode dari Batam. Saat itu dia berpikir mungkin
penjual mengambil barang dari Batam. Kebetulan, pembeli ini bertindak seperti
seorang dropshiper, yang membeli barang yang merupakan pesanan orang lain.
Selang beberapa hari, seseorang yang mengaku penerima di alamat yang dituju
mengirim SMS telah menerima barang dengan kondisi baik. Ini sebenarnya
merupakan pancingan agar si pembeli memencet tombol konfirmasi barang sudah
diterima. Beruntung, dia tidak langsung memenuhi keinginan si penipu. Dia
konfirmasi ulang kepada pihak penerima yang asli. Dan diketahui dia sama sekali
belum menerima barang. Dengan segera pembeli ini menghubungi Bukalapak untuk
menahan uang yang telah dikirimnya pada transaksi tersebut. Sehingga dia masih
bisa lolos dari upaya penipuan ini.
B. Pandangan
Hukum di Indonesia Tentang Penipuan Melalui Aplikasi Jual Beli Online
Yang perlu diketahui
adalah jual beli secara online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli
secara faktual pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual
beli online pun tidak berbeda dengan hukum yang berlaku dalam transaksi jual
beli secara nyata. Pembedanya hanya pada sarana yang digunakan, kalau belanja
online menggunakan alat telekomunikasi dan jaringan internet. Sifat siber dalam
transaksi secara elektronis memungkinkan setiap orang baik penjual maupun
pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas pribadi dan nama toko dalam
setiap transaksi maupun perjanjian jual beli. Akibatnya adalah dalam transaksi
jual beli secara online sulit dilakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila
terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan.
Penipuan yang
dilakukan oleh penjual dalam jual beli online, seperti menggunakan identitas
palsu, maka penjual tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) tentang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP
adalah sebagai berikut ; “Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Bunyi selengkapnya
Pasal 28 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut ; “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.”. Perbuatan sebagaimana dijelaskan di dalam Pasal 28 ayat (1)
UU ITE diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE). Kira-kira begitulah ulasan
terkait hukuman pidana yang dapat dijatuhkan ke penipu dalam transaksi jual
beli online. Apabila mengalami hal tersebut jangan ragu untuk segera laporkan
ke pihak kepolisian dengan sejumlah bukti transaksi yang lengkap, terlebih jika
kerugian yang alami cukup besar semisal transaksi jual beli alat elektronik.
Kemudian, mengingat akan melalui proses hukum yang cukup rumit, disarankan
untuk memiliki pendamping hukum yang
punya bidang keahlian hukum perlindungan konsumen, hukum teknologi
informasi dan hukum pidana.
C. Penindakan
Yang Harus Dilakukan Oleh Penegak Hukum
Pihak Kepolisian dalam mencegah
dan menindaklanjuti tindak pidana penipuan online melakukan beberapa tindakan,
ada 3(tiga) tindakan:
a)
Tindakan
pre-emtif adalah kegiatan kepolisian dengan melakukan kegiatan edukatif untuk
menghilangkan faktor peluang dan pendorong penipuan online sedini mungkin.
b)
Tindakan
pre-ventif adalah kegiatan kepolisian untuk memperkecil ruang gerak dan
kesempatan terhadap terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
c)
Tindakan
re-presif adalah tindakan yang dilakukan oleh kepolisian pada saat telah ada
pelaku pidana.
Langkah yang dilakukan pihak
kepolisian selanjutnya adalah ;
a)
Menerima
laporan, Pihak kepolisian akan menggali informasi yang diberikan korban, untuk
mengetahui data serta modus yang digunakan pelaku tindak pidana penipuan online
seperti data nomor handphone, website, online shop, bukti transfer, bukti bujuk
rayu di media sosial dan 2 orang (saksi selain pelapor). Setelah mengetahui
data-data serta modus pelaku akan mempermudah pihak kepolisian dalam melakukan
melacak pelaku tindak pidana.
b)
Melacak
jejak pelaku, Setelah mendapatkan informasi dari korban, penyidik akan mulai
melacak jejak pelaku. Salah satu contoh dalam melacak jejak pelaku yaitu
melalui website, dengan cara “memancing” pelaku, sehingga saat pelaku
“terpancing” penydik mendapatkan posisi atau keberadaan pelaku Penyidik membuat
website palsu yang ditujukan untuk pelaku. Website tersebut dibuat agar ketika
pelaku meng-klik linknya, maka penyidik langsung mengetahui alamat IP(internet
protocol) dari pelaku. Setelah penyidik mendapatkan minimal 2 alat bukti yang
cukup dan mengetahui keberadaan serta identitas pelaku dilanjutkan, maka
penyidik akan segera melakukan penangkapan. Setelah proses penyidikan selesai,
dilanjutkan gelar perkara/rapat.
c)
Melakukan
penangkapan Setelah penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup, maka
penyidik akan segera melakukan penangkapan. Penyidik dalam melakukan
penangkapan terhadap pelaku harus disertai dengan surat perintah penangkapan.
Dalam menerapkan hukum dalam kasus tindak pidana
penipuan online mengggunakan undang-undang khusus yaitu Undang- Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (1). Alasan
Kepolisian menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ialah karena kepolisian menggunakan asas Lex Specialis
Derogat Legi Generali yakni ketentuan hukum yang khusus mengesampingkan
ketentuan hukum yang umum, namun ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 harus memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam pasal
tersebut. Apabila dalam perkembangan penyidikankasus penipuan online
unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) tidak terpenuhi, melainkan
unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
terpenuhi, maka kasus tersebut akan dilimpahkan kepada Direktorat Reserse Kriminal
Umum.
Dalam
melacak jejak pelaku penyidik akan menemui hambatan sebagai berikut ;
a)
Melacak
nomor telepon, Penyidik dapat melacak nomor telepon pelaku, namun harus meminta
izin dari provider yang bersangkutan untuk mengambil data-data pelaku, selain
itu nomor telepon atau sim card dapat dengan mudah dibuang oleh pelaku sehingga
polisi kehilangan jejak untuk melacaknya.
b)
Melacak
Nomor Rekening, Penyidik dalam melacak nomor rekening pelaku sangat sulit
dilakukan, karena untuk membuka identitas rekening seseorang harus memiliki
syarat-syarat.Seseorang pemilik rekening tersebut harus patut diduga telah
melakukan TPPU (tindak pidana pencucian uang), harus memenuhi syarat placement,
layering, integrating.Apabila syarat-syarat untuk membuka identitas rekening
seseorang tidak terpenuhi, maka penyidik tidak berhak meminta identitas dari
nomor rekening pelaku pada bank yang bersangkutan.
c)
Biaya
yang mahal, Biaya yang mahal menjadi hambatan pihak kepolisian dalam menerapkan
hukum. Untuk melacak dan menemukan pelaku tindak pidana penipuan online
dibutuhkan dana yang tidak sedikit, seringkali biaya yang dikeluarkan pihak
kepolisian lebih banyak daripada kerugian yang dialami korban, oleh karena itu
pihak kepolisian mengkualifikasi kasus-kasus yang akan ditinjaklanjuti.
d)
Berbenturan
dengan kepentingan lain, Dalam melacak website penyidik mencari alamat IP
(internet protocol) pelaku. Penyidik menggunakan keahlian dan peralatannya
untuk melacak pelaku.Setelah mendapatkan alamat IP nya, tidak serta merta
penyidik dapat mengambil alamat IP pelaku, penyidik harus meminta izin kepada
stake holder (pemangku kepentingan) dari link URL agar dapat mengambil alamat
IP pelaku.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan
penipuan konvensional. Yang menjadi perbedaan hanya pada sarana perbuatannya
yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat
telekomunikasi). Tindak pidana penipuan ini dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP
sebagai tindak pidana penipuan atau Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang pengaturan
mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen. Atau
dapat dijerat berdasarkan kedua pasal itu sekaligus yaitu, 378 KUHP jo Pasal 28
ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang penipuan dan atau
kejahatan ITE.
Meskipun jual beli online sudah banyak membawa
dampak yang positif namun ternyata dibalik itu ada dampak negatif yang perlu
kita waspadai. Hal yang dimaksud adalah meningkatnya angka penipuan secara
online dengan berbagai macam modus. Maraknya penipuan ini tak boleh kita
pandang sebelah mata mengingat sudah banyak korban yang berjatuhan dengan angka
kerugian mencapai puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah.
Meski sudah memakan banyak korban, bukan berarti
kita tidak bisa mencegah adanya penipuan secara online tersebut. Salah satu
caranya adalah dengan selalu bersikap waspada dan selektif dalam memilih toko
online untuk berbelanja secara online. Selain itu, sikap waspada dan
pengetahuan yang cukup khususnya dalam bertransaksi online yang perlu kita
perhatikan adalah modus yang biasa dilakukan oleh para pelaku penipuan berkedok
bisnis jual beli online. Berikut yang harus kita lakukan saat melakukan belanja
online diantaranya ;
a)
Jangan
Tergiur dengan Barang yang Murah. Salah satu strategi penipu untuk memancing
korbannya adalah dengan memasang harga barang yang sangat murah daripada harga
yang ada di pasaran.
b)
Simpan
dengan Baik Segala Bukti dan Transaksi. Jangan pernah membuang segala bukti
yang berkaitan dengan transaksi seperti bukti percakapan melalui SMS atau juga
bukti transfer. Agar lebih aman sebaiknya selalu menyimpan segala bukti
tersebut hingga barang yang kita pesan sudah berada di tangan. Hal ini
bertujuan untuk berjaga-jaga apabila seandainya kita menjadi korban penipuan.
c)
Jangan
Berpatokan pada Testimoni. Melihat testimoni milik sebuah toko online bisa
menjadi acuan ketika akan memilih toko online. Namun sepertinya hal ini tidak
berlaku lagi saat ini. Oknum-oknum penipuan sekarang semakin pintar dalam
mengelabui para korbannya. Hal ini terbukti dengan banyaknya korban penipuan
karena mereka terlena dengan testimoni palsu yang dibuat oleh pelapak nakal.
d)
Minta
Foto Barang Asli. Untuk menghindari hal tersebut, sangat penting bagi kita
untuk memeriksa gambar barang yang akan kita beli karena bisa saja si pelapak
nakal tersebut mengambil gambar dari Google.
e)
Selalu
Utamakan COD (Cash on Delivery). COD atau transaksi langsung dengan bertemu si
penjual, dengan demikian Anda bisa mengecek langsung barang yang Anda beli
sekaligus meminimalkan tindak penipuan.
DAFTAR PUSTAKA