Dampak Pandemi
Covid 19 Terhadap Pendapatan Pelaku UMKM (Peternak Ayam Petelur Di Kota
Purwokerto)
Disusun oleh ;
UPBJJ UT PURWOKERTO
S1 AKUNTANSI
Abstrak
Pandemi Covid-19 berdampak
terhadap perekonomian nasional. Salah satunya adalah permasalahan harga telor
ayam di pasar tradisional Kota Purwokerto yang dinilai butuh perhatian serius
dari pemerintah. Para pelaku usaha ayam petelor mengalami kerugian yang signifikan,
hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat). Akibatnya banyak tradisi masyarakat terhenti, sehingga
permintaan telor ayam oleh konsumen berkurang drastis.
Adanya pandemi Covid-19 membuat
pelaku bisnis peternakan ayam petelur di Kota Purwokerto mengalami krisis baik
dari segi pengeluaran hingga pendapatannya, dampak pandemi Covid-19 telah
membuat harga telur ayam terus menurun, akibat dampak pandemi Covid-19 maka
harga pakan ayam semakin tidak terkontrol dan terus meningkat, banyak pelaku
usaha yang menggeluti di bidang peternakan merasakan dampak yang luar biasa
dari pandemi Covid-19, mereka merasa bahwa uang dan modal yang mereka keluarkan
tidak sesuai dengan pendapatannya.
Kata Kunci : Pandemi, Covid 19,
Peternak Ayam Petelur, Harga Telur, Purwokerto.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejak pertama
dilaporkan kasus positif Covid-19 awal bulan Maret 2020, pemerintah menetapkan
kebijakaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini pada awalnya
melumpuhkan distribusi produk dan berdampak pada dua pilar ekonomi utama
lainnya, yaitu konsumsi dan produksi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
nasional turun tajam pada triwulan II-2020 terhadap triwulan II-2019 sebesar
5,32% (y-on-y) (BPS 2020). Pada periode itu, hanya PDB pertanian yang mengalami
pertumbuhan positif, yaitu sebesar 2,19%.
Permasalahannya
adalah, walaupun sektor pertanian tumbuh positif, salah satu subsektor, yaitu
subsektor peternakan mengalami kontraksi 1,8%. Bandingkan dengan subsektor
tanaman pangan yang tumbuh 9,23%, subsektor hortikultura 0,86%, dan subsektor
perkebunan 0,17% (BPS 2020). Kontraksi tersebut disebabkan menurunnya daya beli
masyarakat selama masa pandemi. Kebijakan PSBB menyebabkan kegiatan distribusi
bahan baku terganggu dan kegiatan industri terhenti. Akibatnya, banyak pekerja
yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga kehilangan penghasilan.
Menurut Kepala Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bappenas) Monoarfa dalam harian Kompas tanggal 28 Juli 2020 (Fauzi 2020),
angka pengangguran meningkat 3,7 juta orang selama masa pandemi Covid-19.
Wakhidati et al. (2020) menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19, peternak
ayam ras pedaging mengurangi tenaga kerja mereka sebesar 30%. Hal ini dilakukan
karena keuntungan mereka menurun, sehingga populasi ternak yang dipelihara
dikurangi dan biaya produksi ditekan. Komoditas ternak berupa daging, telur,
dan susu pada kelompok masyarakat berpendapatan menengah ke bawah termasuk
dalam kategori barang mewah.
Pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian
dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan
bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan
secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang
waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Ketahanan Pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan dan
harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi
Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi
masyarakat.
Pangan adalah
kebutuhan dasar setiap manusia, maka ketika seluruh dunia menghadapi situasi
pandemi COVID-19, pangan pun menjadi komoditas yang paling dicari dan mulai
diproteksi oleh banyak negara. Pandemi COVID-19 memang sempat mendorong
masyarakat di berbagai belahan dunia melakukan panic buying atau pembelian
bahan pangan secara berlebihan sebagai respon atas kekhawatiran terjadinya
krisis. Lonjakan permintaan terhadap bahan pangan tersebut mengakibatkan
ketidakseimbangan permintaan dan penawaran yang ada sehingga berujung pada
kenaikan harga bahan pangan. Tidak hanya kenaikan harga, ketersediaan stok
pangan juga mulai terancam ketika sejumlah negara yang menjadi sumber bahan
pangan mulai mengurangi pasokannya. Sebagai contoh, Thailand yang merupakan
negara pengekspor beras ke-3 terbesar di dunia, telah menunjukkan tren
penurunan volume ekspor beras ke dunia hingga 42,21% pada periode Januari-Februari
2020 (Trademap, 2020).
Telur ayam merupakan
jenis makanan yang dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat sebagai sumber
protein hewani. Usaha ternak ayam petelur sangat diminati sebab telur ayam
masih banyak dibutuhkan oleh warga Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
sebelum masa pandemi covid-19 perekonomian global masih menunjukan hasil
positif dimana bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada kuartal
pertama 2020 sebesar 2,97%,masuk pada kuartal kedua 2020 perekonomian minus
sampai -5,32% (Wuryandari, 2020).
Selama wabah pandemi
covid-19 pada tahun 2020 ada beberapa kota yang mengharuskan PSBB (Pembatasan
Sosial Berskala Besar) sehingga menganggu sektor perekonomian, ada beberapa
sektor lini yang sangat berasa dampaknya, diantaranya yaitu, penyedia
akomodasi, perdagangan, transportasi, konstruksi, industri pengolahan makanan
dan minuman. Industri peternakan di Indonesia tidak luput terkena imbasnya yang
dimana terjadi kenaikan pakan ayam yang disebabkan kegiatan ekspor impor
dibatasi sehingga pakan ayam mengalami kenaikan dan tingkat konsumsi masyarakat
di Indonesia menurun sehingga membuat harga telur juga ikut menurun. Dari
fenomena diatas, penulis tertarik membahasnya lebih dalam lagi tentang dampak
pandemi terhadap peternak ayam petelur dengan menarik judul “Dampak
Pandemi Covid 19 Terhadap Pendapatan Pelaku UMKM (Peternak Ayam Petelur Di Kota
Purwokerto)”.
B. Rumusan
Masalah
1)
Apa
dampak pandemi covid 19 terhadap pendapatan peternak ayam petelur ?
2)
Apa
saja kendala yang dihadapi peternak ayam petelur di saat pandemi covid 19 ?
3)
Apa
yang harus dilakukan pemerintah dan pelaku usaha untuk menyiasati dampak yang
timbul dari adanya pandemi covid 19 ?
C. Tujuan
Penulisan
1)
Untuk
mengetahui dampak pandemi covid 19 terhadap aktifitas bisnis peternak ayam
petelur.
2)
Untuk
mengetahui apa saja kendala yang dihadapi oleh peternak ayam petelur.
3)
Untuk
mengetahui apa saja yang harus dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha
ternak ayam petelur agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi pandemi covid
19.
D. Manfaat
Penulisan
1)
Bagi
Penulis, untuk menambah pengetahuan tentang penaruh covid 19 terhadap tingkat
keberhasilan usaha ternak ayam petelur.
2)
Bagi
Pembaca, untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan agar bisnis ayam
petelur bisa tetap bertahan di masa pandemi covid 19.
PEMBAHASAN
A. Peternak
ayam petelur saat pandemi covid 19
Di Indonesia
peternakan merupakan salah satu pekerjaan yang paling diminati oleh penduduk di
pedesaan dan biasanya dijadikan sebagai prioritas usaha mereka dalam berbisnis.
Sehingga dalam mewujudkan ketahanan pangan bagi hewan ternak, maka pembangunan nasional
dan daerah yang memiliki Peternakan subsector pertanian mempunyai peranan
sangat penting dalam negeri (Yunus, 2009). Dari laporan proyeksi Badan Pusat
Statistik (2014) menunjukan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2016 kurang
lebih 258,70 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 hingga
2016 sebesar 1,36%/tahun, maka usaha ternak ayam ras petelur merupakan usaha
yang cukup menjanjikan didalam negeri, (Badan Pusat Statistik, 2017).
Pada bulan Desember 2019,
ditemukan adanya sekelompok pasien memiliki riwayat penyakit pernafasan akut dengan
gejala yang tidak diketahui penyebabnya, dan kini dikenal sebagai wabah
Covid-19, awal mula penyakit ini terjadi di pasar grosir makanan laut di Wuhan,
Provinsi Hubei, China. Kemudian, wabah Covid-19 menyebar dengan cepat dari
Wuhan ke daerah lain dan negara berbeda. Menurut laporan dari World Health Organization
(pada bulan Agustus 2020) melaporkan bahwa kasus Covid-19 yang dikonfirmasi menyebar
ke semua wilayah seperti Amerika, Eropa, Asia Tenggara, Mediterania Timur, Afrika
dan Pasifik Barat (World Health Organization [WHO], 2020). Covid-19 adalah nama
resmi penyakit baru yang berhubungan dengan sindrom pernafasan akut parah yaitu
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11
Februari,2020.
Virus corona penyebab
COVID-19 menjadi pandemi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Adanya
pandemi virus corona benar-benar memengaruhi kehidupan banyak orang. Semua sisi
kehidupan penduduk dunia berubah secara signifikan. Berbagai sendi kehidupan
terkena dampak virus yang berasal dari Wuhan, China itu. Momen paling
menyedihkan saat pandemi ini, ketika kita mendengar cerita-cerita sedih dari
orang terdekat seperti sahabat, keluarga, atau teman yang kehilangan orang tercinta
karena virus corona.
Selama kurun waktu
lebih dari satu tahun adanya pandemi virus corona pastinya menjadi momen
menyedihkan bagi seluruh penduduk dunia, tak terkecuali Indonesia. Seperti
telah disebutkan di atas, pandemi memukul berbagai sendi kehidupan. Pandemi
virus corona penyebab COVID-19 membuat banyak bisnis bergejolak. Mulai industri
hingga pariwisata dan masih banyak lainnya. Sektor perekonomian turut terimbas
pandemi COVID-19 yang telah terjadi selama satu tahun lebih di Indonesia. Tidak
hanya pada sektor ekonomi makro, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi
mikro.
Permintaan Berkurang
saat Pandemi, Banyak peternak dan petani mengalami kesulitan menjual produk
mereka akibat pandemi COVID-19. Sementara itu, agar tetap bertahan dan mendapat
untung, tak sedikit dari mereka yang beralih ke cara berdagang baru. Tak bisa
dimungkiri, pandemi virus corona menjadi masalah bagi banyak orang. Naik
turunnya harga telur tersebut tidak diimbangi dengan harga pakan. Saat harga
telur turun, harga pakan justru tetap stabil dan cenderung naik.
Pandemi Covid-19
menyebabkan banyak terjadi PHK sehingga pendapatan masyarakat mengalami
penurunan. Penurunan ini berakibat pada permintaan produk unggas menurun,
terutama telur ayam. Omset penjualan daging ayam mengalami penurunan. Penurunan
tersebut mencapai 30‒50% dari kondisi normal. Penurunan itu disebabkan juga
oleh PSBB yang mengurangi aktivitas kuliner. Kurangnya permintaan ini
menyebabkan harga jual menurun hingga Rp12.000 per kg, sedangkan harga pokok
produksi mencapai Rp17.000 per kg sehingga beberapa peternak menunda penjualan.
Menurunnya harga
menyebabkan banyak peternak yang mengalami kerugian. Bahkan ada kasus usaha
poultry shop (PS) mengalami collapse. Kerugian usaha tersebut sangat dirasakan
oleh peternak yang relatif kurang efisien dibandingkan peternak yang lebih
efisien karena menggunakan kandang closed house. Selain itu, pada kondisi
pandemi Covid-19, ada pedagang perantara yang melakukan spekulasi. Ada pedagang
yang menekan harga beli telor ayam langsung dari kandang peternak mandiri
dengan alasan permintaan turun karena banyak anggota masyarakat yang berhenti
bekerja. Di sisi lain, saat menjual harga yang ditawarkan kepada pembeli tetap
dengan harga mahal, atau stabil, kecuali permintaan sudah jenuh, baru harga
jual ke konsumen diturunkan.
B. Kendala
saat pandemi covid 19
Peternak ayam petelor
menghadapi empat persoalan besar di tengah wabah virus corona. Hal itu
berdasarkan pemantauan LSM yang bergerak di bidang hukum dan HAM Lokataru di
enam provinsi sepanjang April 2020. Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar
mengungkapkan masalah pertama adalah terdapat kelebihan produksi hasil ternak.
Di sisi lain, permintaan pasar menurun drastis karena banyak sektor ekonomi
seperti restoran, hotel, usaha katering dan usaha lain yang berkaitan dengan
pengolahan telor ayam tidak beroperasi. Kondisi tersebut, membuat harga telor
ayam turun jauh dari harga acuan pemerintah untuk pembelian dari peternak, Rp19
ribu per Kg sampai dengan Rp21 ribu per.
Harga acuan itu
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 07 Tahun
2020 Tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan
di Tingkat Konsumen. Harga telor ayam di kandang mencapai titik terendah yaitu
Rp5.000 per Kg. Kedua, pemerintah belum melakukan pembelian ternak ayam
sebagaimana ketentuan Pasal 3 ayat (1) Permendag 7/2020. Beleid itu telah
mewajibkan pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan pembelian apabila harga
di tingkat peternak di bawah harga acuan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar
Rp19 ribu per Kg.
Masalah ketiga adalah
kenaikan harga dan terhambatnya distribusi pakan ternak. Kenaikan harga pakan
ayam disebabkan oleh peningkatan ongkos produksi untuk bahan baku pembuatan
pakan ternak. Hal tersebut membuat peternak ayam petelor tidak mampu melakukan
pembelian pakan ternak ayam. Permasalahan lain, lanjut dia, adalah penutupan
beberapa akses jalan menuju peternakan ayam dan pembatasan waktu untuk
melakukan pengambilan pakan ternak di perusahaan pakan ternak. Kondisi ini
membuat ternak ayam terlambat mendapatkan pakan.
Bahkan, terdapat
kondisi ternak ayam tidak mendapatkan makanan, yang berujung kematian ternak
ayam yang merugikan para peternak ayam. Masalah keempat, tidak terdapat
kebijakan keringanan pembayaran kredit bagi para peternak ayam petelor. Peternak
mengalami kerugian yang sangat besar di tengah pandemi. Kerugian itu berimbas
kepada kemampuan peternak ayam petelor untuk dapat melaksanakan kewajibannya
berupa pembayaran kredit, baik kepada perbankan, perusahaan pakan ternak dan
perusahaan pembibitan. Akan tetapi, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan
untuk memberikan keringanan pembayaran kredit bagi para peternak.
Berdasarkan
permasalahan ini, Lokataru bersama peternak ayam menyatakan sejumlah sikap.
Pertama, mengecam keras negara yang absen memberikan perlindungan bagi para
peternak ayam petelor yang terdampak kebijakan penanggulangan penyebaran Covid-19.
Kedua, meminta Kementerian Perdagangan menjalankan perintah Pasal 3 ayat (1)
Permendag Nomor 7 tahun 2020 untuk membeli hasil ternak melalui BUMN. Ketiga,
meminta Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Kementerian
Pertanian melakukan audit populasi dan pengurangan produksi Parent Stock (PS)
dan/atau Final Stock (FS), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/9/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran, dan
Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, agar kelebihan produksi dapat
diselesaikan. Terakhir, segera keluarkan kebijakan keringanan kredit untuk
membantu para peternak ayam yang terdampak kebijakan penanggulangan wabah virus
corona.
C. Yang
perlu dilakukan oleh Pemerintah dan peternak ayam petelor saat pandemi covid 19
Sejumlah paket
kebijakan dan bantuan telah diambil pemerintah untuk menghadapi serangan virus
corona (Covid-19). Nilai paket kebijakan dan bantuan itu sebesar Rp 405,1
triliun. Stimulus ini, di satu sisi, diharapkan bisa menahan pelemahan ekonomi
akibat virus corona. Di sisi lain, maut bagi manusia yang ditebar jasad renik
itu bisa dihentikan. Anggaran stimulus ekonomi itu dialokasikan dengan rincian:
Rp 75 triliun buat belanja sektor kesehatan, Rp 70,1 triliun untuk insentif
perpajakan dan KUR, Rp 110 trilliun untuk jaring pengaman sosial, dan Rp 150
triliun buat pemulihan ekonomi.
Juga ada Rp 25
triliun untuk logistik dan sembako. Pemerintah telah menetapkan darurat
kesehatan masyarakat. Guna menghentikan serangan dan penyebaran Covid-19,
pemerintah menempuh kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bukan
karantina (lockdown). Di lapangan, beleid ini diwujudkan dalam bentuk bekerja,
sekolah, dan beribadah di rumah. Dipadu dengan social/physical distancing
tatkala di tempat umum atau bertemu orang. Juga pembatasan pergerakan orang dan
barang. Kebijakan ini membuat aneka aktivitas ekonomi berhenti (dihentikan).
Tatkala ada pembatasan sosial berskala besar, ketika social/ physical
distancing diberlakukan, pangan harus tetap tersedia. Pangan tetap harus
diproduksi untuk kemudian dialirkan melalui jalur logistik ke sentra-sentra
konsumen, terutama di perkotaan.
Jika petani,
peternak, dan nelayan harus “di rumah saja”, siapa yang akan memproduksi
pangan. Jadi, di palagan perang menghentikan penyebaran virus corona, bukan
hanya dokter, perawat, dan tenaga medis yang berada di garis terdepan, tetapi
petani, peternak, dan nelayan juga menjadi ujung tombak kita semua untuk
menjamin ketersediaan pangan. Lewat tangan-tangan petani, peternak, dan nelayan
dalam memproduksi pangan pokok dan penting, sayur, ikan, dan buah-buahan petugas
medis, elite politik, dan kita semua mendapatkan asupan pangan yang beragam,
bergizi, seimbang, dan aman. Kualitas asupan pangan ini amat menentukan
imunitas dan panjang-pendek nafas kita semua dalam berperang melawan virus
corona. Berada di garis depan, para “pahlawan pangan” itu hidupnya terancam.
Sayangnya, stimulus bernilai triliunan rupiah tidak ada yang khusus buat
mereka.
Hari-hari ini, salah
satu yang membutuhkan pertolongan segera adalah peternak ayam petelor, terutama
peternak mandiri. Sejak awal tahun, mereka mengawali hari-hari dengan muram.
Ongkos berternak terus naik, baik didorong oleh kenaikan harga pakan,
obatobatan dan harga ayam usia sehari (DOC) maupun ongkos tenaga kerja. Tapi
harga jual dalam bentuk daging ayam hidup (lifebird) dan telor ayam di level
peternak tidak menentu. Ini sudah
berlangsung sejak Agustus 2018. Mereka tekor lebih dari Rp 3 triliun. Tidak
banyak peternak yang punya nafas panjang untuk menanggung kerugian lebih 1,5
tahun itu. Mereka dipaksa menghitung ulang usaha: terus atau berhenti.
Pilihan menutup usaha
amat dilematis. Kerugian memang bisa disetop, tetapi pekerja harus di-PHK.
Gantungan hidup tak ada lagi. Sebaliknya, jika usaha diteruskan, kerugian kian
besar. Utang menumpuk, entah sampai kapan. Pertanyaan yang tak mudah dijawab:
realistiskah meneruskan usaha yang rugi. Para pihak dan pemangku kepentingan di
industri perunggasan tidak pernah lelah mencari solusi. Puluhan pertemuan,
diskusi dan diskusi grup terfokus (FGD) pun digelar. Tapi sampai saat ini belum
ada solusi mujarab. Termasuk menjawab anomali: saat harga jatuh, mengapa harga
di konsumen tetap tinggi.
Tidak puas dengan
keadaan, peternak rakyat berulangkali menggelar demonstrasi untuk mendesakkan
kepentingan ke pemerintah. Hasilnya Sejauh ini solusi yang dibuat bersifat
reaktif, ad hoc dan jangka pendek, seperti pemusnahan (cutting) telur tertunas
atau afkir dini induk ayam. Menurut data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian, pada 2020 diperkirakan produksi DOC menyentuh 3,32
miliar ekor atau setara 3,68 juta ton daging ayam. Dengan tingkat konsumsi 3,45
juta ton maka ada surplus 233.512 ton, tak jauh beda dari surplus 2019 (236.964
ton).
Wajar apabila
kemudian tekanan harga di sisi produsen berlanjut. Bahkan, tekanan lebih besar
dari tahun lalu hingga harga di level peternak hanya Rp 8.000/ kg. Anehnya,
anomali harga masih tetap berlanjut: harga yang jatuh di level produsen tidak
diikuti penurunan harga di tingkat konsumen akhir. Karena itu, dalam jangka
pendek perlu segera dibuat langkah menyelamatkan dan melindungi peternak.
Pertama, pemerintah perlu
merealokasi stimulus Rp 405,1 triliun. Sebagian stimulus itu bisa dialirkan ke
industri perunggasan guna membantu peternak ayam petelor mandiri. Bentuknya
bisa restrukturisasi kredit atau subsidi bunga. Kedua, perlu dibuka peluang
sebagian uang penerima bantuan pangan non-tunai (BPNT) atau bantuan sosial lain
dibelikan telor atau daging ayam. Selama ini penerima bantuan hanya bisa
menukar duit dengan beras, dan gula. Opsi ini harus dibuka karena nilai manfaat
BPNT naik, dari Rp 150 ribu jadi Rp 200 ribu, dengan sasaran diperluas dari
15,6 juta menjadi 20 juta rumah tangga.
Sekali mendayung
dua-tiga pulau terlampaui, langkah ini membuat penerima bantuan tercukupi
kebutuhan proteinnya, dan surplus telor ayam terserap pasar. Ketiga, peternak
ayam petelor perlu didampingi dan diadvokasi agar bisa meningkatkan kapasitas
dan lebih berdaya berperang melawan virus corona. Bagi peternak, akses dan
kesempatan agar ada yang membeli produk mereka lebih penting dari pada bantuan
tunai dan kredit. Saat ini, secara makro, berbagai stimulus diberikan
pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Daya beli hanya efektif kalau
masih terdapat barang dan jasa yang dihasilkan sektor produksi, termasuk peternak,
paling tidak di tingkat aktivitas minimum. Pendek kata, peternak harus
dipastikan tetap bisa bekerja saat perang melawan virus corona.
Keempat, menggalakkan
altruisme. Hari-hari ini banyak pihak membuat kegiatan donasi, crowd funding
atau mengundang sukarelawan, guna saling membantu. Peternak ayam petelor juga
membutuhkan itu. Perusahaan integrator, pembibitan, dan pakan unggas misalnya,
bisa membagikan karkas atau produksi mereka atau mitra ke warga, sebagai bagian
CSR (corporate social responsibility). Bila ini dilakukan simultan oleh banyak
perusahaan, anjloknya harga akibat pasokan berlebih bisa dikurangi. Di luar
itu, berbagai platform daring untuk memesan makanan, barang atau sekadar
sebagai kurir dapat dimobilisasi pemerintah guna menjaga keseimbangan antara
sisi permintaan dan produksi pada tingkat minimum. Pesanan Rp 30 ribu/rumah
tangga ke pasar basah, rumah makan, dan gerai waralaba yang menjual produksi
peternak, petani, dan nelayan dengan jasa kurir ojek daring sudah cukup untuk
sekadar meneruskan penghidupan hari ini menuju esok hari bagi masyarakat yang
hidup dari ekonomi berbagi.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Produk pangan hewani
merupakan barang normal dengan nilai elastisitas pendapatan umumnya lebih
tinggi dari produk pangan nabati. Perubahan permintaan terhadap produk pangan
hewani lebih sensitif terhadap perubahan pendapatan masyarakat. Kebijakan PSBB untuk
menekan penularan Covid-19 menyebabkan kegiatan distribusi bahan baku industri
terhambat dan kegiatan berproduksi terhenti. Dampak lanjutan adalah
meningkatkan PHK, sehingga sebagian anggota masyarakat kehilangan pendapatan
dan daya beli. PHK yang terjadi pada sektor industri dan jasa akibat kebijakan
PSBB sebagian besar merupakan kelompok masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
Dampak lain dari
pandemi virus korona (Covid-19) membuat peternak ayam berada dalam tekanan.
Harga jual telur ayam jatuh. Diperparah dengan turunnya permintaan, imbas
lesunya konsumsi masyarakat saat ini. Untuk mengatasi kondisi serta mencegah kerugian
maka peternak ayam petelor dapat membuat alternatif mencampur pakan dengan
kandungan pakan yang ada protein kasar yang baik bagi pertumbuhan ayam ternak.
Pencampuran pakan alternatif oleh peternak memang menjadi solusi. Selain dengan
adanya nutrisi yang ada dikandungan pakanayam pada kandungan pakan juga
memerlukan protein kasar yang baik bagi ayam ternak, takaran pakan ternak
berada di posisi yang penting dalam usaha peternakan pemberian pakan tidak
efisien dalam komposisi takaran pakan ternakan berakibat pada biaya pembelian
pakan. Selain itu pakan ternak juga merupakan biaya tertinggi untuk usaha
peternakan, agar biaya tidak terlalu tinggi harus ditekan sebaik mungkin hingga
menghasilkan biaya yang rendah untuk dapat memaksimalkan biaya pendapatan. (Nugraha,
2011)
DAFTAR PUSTAKA
“Mencari Solusi di Tengah Pandemi”,Artikel diambil dari internet pada 03 November 2021 melalui; http://troboslivestock.com/detail-berita/2020/05/01/7/12946/mencari-solusi-di-tengah-pandemi
Maysany,
Elsy. 2020. “Dampak dari Pandemi Covid-19, Peternak Ayam Minta
Diselamatkan” ,Artikel
diambil dari internet pada 03 November 2021 melalui : https://padek.jawapos.com/nasional/13/04/2020/dampak-dari-pandemi-covid-19-peternak-ayam-minta-diselamatkan/
“Jadi Atensi Jokowi, Moeldoko Serap
Permasalahan Peternak Ayam Petelur” , Artikel diambil dari internet pada 03 November 2021
melalui https://www.gatra.com/detail/news/528459/ekonomi/jadi-atensi-jokowi-moeldoko-serap-permasalahan-peternak-ayam-petelur
Tri,
Fauzan. 2021. “Jatuh Bangun Peternak Ayam
Petelur demi Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19”, Artikel diambil dari internet pada 05 November 2021 melalui : https://www.bola.com/ragam/read/4570021/jatuh-bangun-peternak-ayam-petelur-demi-bertahan-di-tengah-pandemi-covid-19
Khudori.
2020. “Nasib Peternak Unggas Saat
Pandemi Covid-19”. Artikel diambil dari internet pada 05 November 2021 melalui : https://investor.id/opinion/210728/nasib-peternak-unggas-saat-pandemi-covid19
“Pandemi Covid-19, Pelaku Usaha Daging Ayam Alami
Kerugian” ,Artikel diambil
dari internet pada 05
November 2021 melalui : https://mediaindonesia.com/nusantara/443558/pandemi-covid-19-pelaku-usaha-daging-ayam-alami-kerugian
“Harga Telur Anjlok, Pelaku Usaha
Sebar Ratusan Kilogram Telur ke Warga”, Artikel diambil dari internet pada 05 November 2021
melalui : https://www.jawapos.com/surabaya/06/09/2021/harga-telur-anjlok-pelaku-usaha-sebar-ratusan-kilogram-telur-ke-warga/
Fanani,
Khoerul. 2021. “STUDI KASUS DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP HASIL USAHA TERNAK AYAM PETELUR DI DESA KIDAL
KECAMATAN TUMPANG”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : http://www.riset.unisma.ac.id/index.php/fapet/article/download/13113/10300
Ilham.
2021. “DAMPAK PANDEMI COVID-19 PADA PRODUKSI DAN KAPASITAS PETERNAK”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/10-BBRC-2020-III-1-2-ILH.pdf
“LAPORAN AKHIR ANALISIS DAMPAK PANDEMI
COVID-19 TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN NASIONAL”. Artikel diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2020/12/lampiran_kajian_20210814091529Analisis_Dampak_Pandemi_Covid-19_Terhadap_Ketersediaan_Pangan_Nasional.pdf
“dampak pandemi covid 19 terhadap peternak”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : http://eprints.umpo.ac.id/7441/2/BAB%20I.pdf
Hendra,
Rizal. 2021. “ANALISIS DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP UMKM (STUDI
KASUS PADA PENDAPATAN PETERNAK AYAM PETELUR LAYER DI KECAMATAN MANTUP, KAB. LAMONGAN)”. Artikel
diambil dari internet pada 06 November 2021 melalui : http://repository.untag-sby.ac.id/12735/8/JURNAL.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar