26th Januari 2004 AI Index: IOR 40/001/2004
AMNESTY INTERNATIONAL
Pengadilan Pidana Internasional
Lembar fakta 1
Pendahuluan mengenai Pengadilan Pidana Internasional
"Pembentukan Pengadilan tersebut masih
merupakan sebuah harapan bagi generasi
yang akan datang, dan merupakan suatu
langkah besar dalam rangka gerakan
menuju hak asasi manusia dan supremasi
hukum yang universal."
Kofi Annan, Sekjen PBB, 18 Juli 1998,
dalam penandatanganan Statuta Roma
tentang Pengadilan Pidana Internasional
di Roma
1. Apa itu Pengadilan Pidana
Internasional?
Pengadilan Pidana Internasional (ICC = The
International Criminal Court) merupakan
sebuah lembaga yudisial independen yang
permanen, yang diciptakan oleh komunitas
negara-negara internasional, untuk mengusut
kejahatan yang mungkin dianggap sebagai
yang terbesar menurut hukum internasional
seperti: genosida, kejahatan lain terhadap
kemanusiaan dan kejahatan perang.
2. Kapan ICC dibentuk?
Pada bulan Juli 1998, sebuah konferensi
diplomatik mengadopsi Statuta Roma dari
ICC (Statuta Roma) dengan hasil jumlah
suara 120 setuju dan hanya tujuh tidak setuju
(21 tidak memberikan suara). Statuta Roma
menjelaskan tentang kejahatan tersebut,
tentang bagaimana pengadilan akan bekerja,
dan negara-negara mana saja yang harus
bekerjasama dalam hal tersebut. Ratifikasi
ke-60 yang diperlukan untuk membentuk
ICC dilakukan pada tanggal 11 April 2002,
dan Statuta tersebut mulai dilaksanakan
yuridiksinya pada tanggal 1 Juli 2002. Pada
bulan Februari 2003, 18 hakim ICC pertama
terpilih, dan Jaksa pertama terpilih pada
bulan April 2003.
3. Mengapa Pengadilan tersebut perlu?
Walaupun selama setengah abad komunitas
internasional telah menciptakan sistem
perlindungan terhadap hak asasi manusia
secara internasional dan regional, jutaan
orang masih terus menjadi korban genosida
serta korban kejahatan terhadap kemanusiaan
dan kejahatan perang.
Secara memalukan, hanya segelintir saja dari
mereka yang seharusnya bertanggungjawab
terhadap kejahatan ini pernah dibawa ke
pengadilan nasional – itu sebabnya
kebanyakan pelaku melakukan kejahatan ini
dengan pemahaman bahwa mereka sangat
tidak mungkin diadili atas tindakan yang
mereka lakukan.
ICC bertujuan sebagai berikut:
• Bertindak sebagai pencegah terhadap
orang yang berencana melakukan kejahatan
serius menurut hukum internasional;
• Mendesak para penuntut nasional –
yang bertanggungjawab secara mendasar
untuk mengajukan mereka yang
bertanggungjawab terhadap kejahatan ini ke
pengadilan – untuk melakukannya;
• Mengusahakan supaya para korban
dan keluarganya bisa memiliki kesempatan
untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran,
dan memulai proses rekonsiliasi;
• Melakukan langkah besar untuk
mengakhiri masalah pembebasan dari
hukuman (impunity).
4. Apa pengaruh ICC pada pengadilanpengadilan nasional?
Pengadilan-pengadilan nasional akan selalu
memiliki yurisdiksi terhadap kejahatankejahatan semacam itu. Menurut prinsip
“saling melengkapi”, ICC hanya akan
bertindak ketika pengadilan nasional tidak
mampu atau tidak mau melakukannya.
Misalnya, sebuah pemerintah mungkin tidak
mau menuntut warga negaranya sendiri,
khususnya bila mereka mempunyai jabatan
2
tinggi, atau jika sistem pengadilan pidana
tidak berfungsi akibat konflik internal, yang
kemudian mungkin tidak ada pengadilan
yang mampu mengatasi kejahatan-kejahatan
sejenis ini.
5. Kapan pengadilan tersebut bisa
menuntut individu yang telah dicurigai
melakukan kejahatan besar menurut
hukum internasional?
Pengadilan tersebut memiliki yurisdiksi
untuk menuntut para individu ketika:
• Kejahatan dilakukan di wilayah
negara yang telah meratifikasi Statuta Roma;
• Kejahatan dilakukan oleh warga
negara dari sebuah negara yang telah
meratifikasi Statuta Roma;
• Negara yang belum meratifikasi
Statuta Roma tetapi telah membuat deklarasi
yang menyetujui yurisdiksi pengadilan
terhadap tindak kejahatan;
• Kejahatan dilakukan dalam situasi
yang mengancam atau melanggar
perdamaian dan keamanan internasional, dan
Dewan Keamanan PBB telah menyerahkan
situasi tersebut ke Pengadilan Pidana
Internasional tersebut, menurut Bab 7
Piagam PBB.
6. Apakah Pengadilan tersebut bisa
menuntut para individu atas kejahatan
yang dilakukan sebelum pembentukan
Pengadilan tersebut?
Tidak. Pengadilan tersebut hanya akan
memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan yang
dilakukan setelah tanggal 1 Juli 2002, ketika
Statuta Roma mulai diberlakukan.
7. Siapa yang akan memutuskan tentang
kasus-kasus mana yang akan diajukan ke
Pengadilan?
Statuta Roma menetapkan kasus-kasus yang
bisa disidangkan di Pengadilan ini didapat
melalui tiga cara yang berbeda:
1. Jaksa Penuntut Pengadilan ini bisa
mengawali tindakan investigasi pada suatu
situasi di mana satu atau lebih kejahatan
telah dilakukan, berdasarkan pada informasi
dari sumber apa saja, termasuk dari korban
atau keluarga korban, tetapi hanya bila
Pengadilan tersebut memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan dan individu tersebut
(lihat pertanyaan 4 dan 5).
2. Negara-negara yang telah meratifikasi
Statuta Roma bisa meminta Jaksa untuk
menginvestigasi suatu keadaan di mana satu
atau lebih kejahatan telah dilakukan, tetapi
hanya bila Pengadilan tersebut memiliki
yurisdiksi.
3. Dewan Keamanan PBB bisa meminta
Jaksa untuk menginvestigasi suatu keadaan
di mana satu atau lebih kejahatan telah
dilakukan. Tidak seperti metode 1 dan 2,
ICC akan memiliki yurisdiksi ketika Dewan
Keamanan PBB menyerahkan hal tersebut
kepada Jaksa, bahkan sekalipun jika
kejahatan terjadi di wilayah negara yang
belum meratifikasi Statuta Roma, atau
dilakukan oleh warga negara dari negara
semacam itu.
Walaupun begitu, masing-masing keadaan
ini tergantung pada Jaksa, bukan pada negara
atau Dewan Keamanan, untuk memutuskan
apakah akan memulai sebuah investigasi atau
tidak. Dan berdasarkan pada investigasi
tersebut akan ditentukan apakah akan
diajukan tuntutan atau tidak berdasarkan
pada persetujuan yudisial .
8. Apa pentingnya sebanyak mungkin
negara meratifikasi Statuta Roma
Jaksa hanya bisa memulai suatu investigasi
bila kejahatan telah dilakukan di wilayah
suatu negara yang menganut Statuta, atau
tertuduh merupakan warga negara dari
sebuah negara yang menganut Statuta,
kecuali jika Dewan Keamanan menyerahkan
suatu situasi pada Pengadilan Pidana
Internasional. Keengganan Dewan
Keamanan untuk mendirikan tribunal pidana
internasional ad hoc bagi situasi di luar bekas
Yugoslavia dan Rwanda, menunjukkan
bahwa tidak mungkin Dewan Keamanan
menyerahkan banyak situasi pada Pengadilan
tersebut. Itu sebabnya, sebagian besar
keefektifan pengadilan akan diukur dari
berapa banyak negara yang meratifikasi
Statuta tersebut.
Publikasi Proyek Peradilan Internasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar