CONTOH KARIL UT ( MENERIMA JASA PEMBUATAN KARIL 081902465337 PIN BB 55147BE9 )



Tata Kelola Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi


 

 








Disusun oleh :
NAMA                       :  IRDATAMA SANTIA ANINDITA
INSTITUSI                :  UPBJJ-UT SEMARANG
EMAIL                      :  ird4.ganteng@gmail.com
Sub tema :
a)      Penataan Penguatan Organisasi, Penguatan fungsi pengawasan dan Peran Lembaga Perwakilan;
b)      Penataan Peraturan Perundang-Undangan dan Kemandirian Lembaga Peradilan;
c)      Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas dalam pelayanan publik; dan Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif.

ABSTRAK
Tata Kelola Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi di Indonesia telah dicanangkan sejak Era Reformasi, tetapi mengalami kelambatan, sehingga dicanangkan kembali pada tahun 2004 sebagai reformasi gelombang II. Namun Grand Desain Reformasi Birokrasi (GDRB) baru
dibuat pada tahun 2010 dan diharapkan berhasil sampai tahun 2025. Sedangkan road map-nya telah dibuat untuk setiap lima tahun sekali. Untuk periode pertama, dicanangkan tahun 2010-2014 (pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono).
Seperti yang kita ketahui tahun 2014 hampir habis, pemerintahan SBY pun akan segera turun namun perubahan perilaku birokrasi (reformasi birokrasi) belum menunjukan perubah ke arah yang lebih baik. Yang ada hanyalah semakin banyak ditemukan para pejabat yang tersandung kasus korupsi, dan pelayanan kepada masyarakat, baik di pusat maupun daerah masih belum menunjukkan kinerja yang optimal, meskipun pemekaran wilayah (desentralisasi) telah direalisasikan.Dan semakin banyak aturan-aturan yang bertumpang tindih yang mengakibatkan berbelit-belitnya birokrasi di Negara kita ini. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di kementrian agama ; untuk mengurus surat nikah saja sangat susah dan berbelit-belit, dan juga masalah di pemberangkatan haji atau umroh juga sangat rawan sekali dengan tindakan pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum kementrian.
Program-program pencapain reformasi birokrasi telah disediakan, aturan-aturan dan standar kinerja pun telah ditetapkan, namun masih banyak ditemukan pemerintahan di daerah maupun pusat  yang belum mampu mewujudkannya dengan baik.
Oleh karena itu lewat tulisan ini saya ingin mengungkapkan mengapa reformasi birokrasi diperlukan, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat reformasi birokrasi dan beberapa hal yang berkaitan dengan :
d)     Penataan Penguatan Organisasi, Penguatan fungsi pengawasan dan Peran Lembaga Perwakilan;
e)      Penataan Peraturan Perundang-Undangan dan Kemandirian Lembaga Peradilan;
f)       Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas dalam pelayanan publik; dan
g)      Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif.


ABSTRAK
GovernanceReformsinIndonesiahas beenproposed sincethe Reform Era, butis experiencing a delay, so itlaunchedbackin 2004asthe secondwaveof reform. ButGrandDesignReformsbureaucracy (GDRB) new was madein 2010andare expected toworkuntil2025, while hisroad-maphas been createdforevery five years. For thefirstperiod, was declaredthe year2010-2014(Mr. SusiloBambangYudhoyono'sadministration).
            As weall know2014is almostgone, the SBY administrationwill soongo downbutchangesthe behaviorof the bureaucracy(bureaucratic reform) have not indicatedmodifiersto abetter direction. There is onlymore and morediscoveredthatofficialsstumbledcorruptioncases, and
service to the community, both at centraland local levelsstill do notshowoptimal performance, althoughregional divisions(decentralization) has been realized. And the morethe rulesresultingoverlap-belitnya convolutedbureaucracyinourcountry. One exampleis what happened inthe ministryof religion; totake care ofa marriage certificatealoneis verydifficultandcomplicated,andalsoproblemsinHajjorUmrahdeparturealsoveryvulnerableoncethecriminalactsof corruption committedby unscrupulousministry.
Achievementprogramsbureaucratic reformhas been provided, the rulesand performance standardshad beenset, butstill commonly foundinlocal and centralgovernmentwerenotable tomake it happenproperly.
Therefore, throughthisarticleIwant torevealwhybureaucratic reformis needed, the factorsthat constrainbureaucratic reformandsome of theissues related to:
a)      StructuringStrengtheningOrganizations, Strengtheningsupervisory functionandthe Role of theRepresentative;
b)      StructuringRegulation LegislationandJudiciaryIndependence;
c)      Arrangement ofHuman ResourceManagementSystemfor Administrative, Professional andGovernmentReformIntegrityin public service; and
d)     StrongCivil SocietyandParticipatory.






PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
Di dalam negara yang mengikuti sistem demokrasi kehadiran partai politik dalam birokrasi pemerintahtidak bisa dihindari.Menurut teori liberal, birokrasi pemerintah itu menjalakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan.Dengan dmikian birokrasi pemerintah itu tidak hanya didominasi oleh pejabat-pejabat birokrasi saja yang meniti karier di dalamnya, melainkan pula bagian-bagian lain yang ditempati oleh pejabat-pejabat politik.Demikian pula sebaliknya di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik dari partai politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.

Ketika kehadiran partai politik yang berupa pejabat-pejabat politik dalam birokrasi pemerintah tersebut mulai timbul, maka timbul pulalah suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya.Pertanyaan ini sebenarnya merupakan pertanyaan klasik yang dahulu pernah di kemukakan oleh Woodrow Wilson sebagai perwujudan dari perbedaan antara politik dan administrasi.

Di Indonesia ketika baru saja merdeka tahun 1945, tata kepemerintahan kita  banyak diwarnai oleh kehidupan partai politik. Tidak lama setelah Maklumat Wakil Presiden Moh.Hatta yang dikenal dengan sebutan Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945, maka rakyat serentak mendirikan banyak partai politik mulai saat itu kabinet yang merupakan organisasi eksekutif pemerintahan mulai dipimpin oleh partai politik.Kabinet Presidensial yang telah ditetapan oleh UUD 1945 hanya berlaku beberapa bulan saja dan kemudian diganti dengan Kabinet Parlementer.Kabinet Parlementer ini diberlakukan dalam negara yang berdasarkan UUD 45 yang mengikuti Kabinet Presidensial.Mulai saat itu kabinet dipimpin oleh orang-orang dari partai politik. Presiden sebagai keapa negara menunjuk seorang dari partai tertentu untuk bertindak sebagai formatur yang akan membentuk susunan kabinet. Formatur ini yang biasanya akan menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet. Semua menteri anggota kabinet ditunjuk berdasarkan keanggotaan partai politik yang bersedia berkoalisi dengan partainya formatur kabinet.Namun demikian, ada pula menteri yang ditunjuk bukan karena mewakili partai politik tertentu, melainkan karena keahlian dan kemampuan individunya.Menteri yang tidak berpartai ini tidak banyak, dan pada umumnya menteri yang berada di kabinet adalah mereka yang berpartai.

Kehadiran partai politik dalam pemerintahan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan birokrasi pemerintah.Salah satu pengaruh itu ialah birokrasi pemerintah terkontaminasi terhadap bermacam dan beragam perbedaan ideologi yang dibawa partai politik.Tidak jarang terjadi bahwa suatu partai politik yang memimpin suatu kementrian untuk sekian lama telah tertanam pengaruh partai dalam kementerian tersebut. Tidak pula jarang terjadi suatu departemen yang menterinya dari partai tertentu, maka struktur jabatan dan pejabat yang mendudukinya dari partai yang sama dengan partai menterinya dari pusat sampai ke daerah. Pada waktu itu banyak dikenal bahwa Kementerian Dalam Negeri yang menterinya dari Partai Nasional Indonesia (PNI), maka struktur jabatan mulai dari Menteri sampai ke lurah di desa adalah orang-prang PNI. Demikian pula Kementerian Agama yang dipimpin oleh menteri dari NU, maka mulai dari Menteri sampai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan dijabat oleh orqang-orang partai NU.

Kehadiran partai politik dalam pemerintahan sejak dari Kabinet Sjhrir pertama sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlangsung secara intensif.Mulai dari ketika Presiden Soekarno kembali ke UUD 1945, Kabinet kembali ke bentuk Presidensial, maka Kaninet tidak lagi bisa dibubarkan dan kabinet tidak bertanggung jawab kepada presiden.Para Menteri yang ditunjuk tidak lagi membawa partai tertentu.

Ketika Presiden Soekarno “jatuh” dan pemerintah diganti oleh pemerintah orde baru, partai politik tidak lagi bisa berperan aktif dalam pemerintahan.Peran partai politik digantikan oleh Golkar yang menamakan dirinya bukan partai politik.Kelembagaan birokrasi pemerintah dipimpin dan dikuasai oleh Golkar. Pemilihan umum dilakukan setiap 5 tahun sekali dan pemenangnya adalah bukan partai politik akan tetapi Golkar. Aneh memang, bukan partai politik tetapi ikut main politik berupa sebagai kontestan pemilihan umum setiap 5 tahun sekali dan selalu keluar sebagai pemenang mutlak.Dengan kemenangan pemilu tersebut maka Golkar selalu memimpin kabinet dan pemerintahan pada umumnya.Semua Menterinya adalah orang-orang Golkar, dan ini berlangsung cukup lama selama 32 tahun di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Sekarang ketika masa reformasi selama 4 tahun di bawah 3 Presiden tampaknya sulit untuk melakukan perubahan sikap mental dan perilaku sistem pemerintahan birokrasi kita.Partai-partai politik yang memerintah ribut untuk menanamkan pengaruh dan orang-orangnya ke dalam birokrasi pemerintah.Cerita lama terulang kembali, rama-ramai mendirikan “bangunan pengaruh” ke dalam birokrasi pemerintah sebagai sumber kakuatan untuk menyiapkan diri memenangkan pemilu mendatang.Semua partai politik menyadari bahwa bangunan birokrasi pemerintah itu menjulur dari pusat pemerintahan sampai ke struktur yang paling bawah mendekati rakyat.Bangunan seperti itu merupakan sarana yang efektif untuk mempengaruhi rakyat agar memilih partainya.Sementara itu fasilitas yang ada di pemerintah sangat berharga untuk tidak disia-siakan guna kemanfaatan partainya. Itulah sebabnya rangkapan jabatan partai politik di birokrasi pemerintah sulit diberantas dan masih dipertahankan dengan segala cara. Dalih mereka ialah, ketika pemerintahan Golkar jabatan rangkap dan fasilitas pemerintah, mengapa setelah reformasi sekarang ini kita tidak boleh menikmatinya.Inilah aji mumpung yang menghinggapi mental dan akhlak para pejabat sekarang.

Permasalahan
Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih banyak kendala yang harus dihadapi misalnya, masih banyak organisasi dan peraturan yang tumpang tindih yang mengakibatkan lambannya proses birokrasi di Indonesia, dan juga masih banyaknya aparatur Negara yang bermental korup yang mengakibatkan menurunnya kinerja dan berpengaruh terhadap kwalitas pemerintahan.

B.          Metodelogi
Sumber data yang diperoleh melalui studi pustaka (tela’ah buku dan bahan bacaan berupa makalah dan karya ilmiah), dan pencarian informasi masalah tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi melalui internet.Analisis data yang digunakan dalam penyusunan full paper ini menggunakan metode kualitatif.



C.       Hasil dan Pembahasan
Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintahan
Dalam proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita sering medengar istilah “birokrasi”, terutama dalam membahas soal pemerintahan dan negara. Terdapat beberapa definisi mengenai makna dari kata birokrasi, diantaranya :
1.      Menurut Tjokroamidjoyo birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.
2.      Menurut Max Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.

Menurut teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan.Dengan demikian, maka birokrasi pemerintah itu bukan hanya didominasi oleh para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik (Carino, 1994).  Demikian pula sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pemimpin politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.

Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan alat status quo mengkooptasi (kerja sama) masyarakat guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, sehingga terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara.

Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh.Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup di dalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Menurut Prof. Prijono, "Tujuan utama reformasi birokrasi yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani kepentingan masyarakat". Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Reformasi merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk buruknya kinerja birokrasi.

Dikarenakan keadaan birokrasi Indonesia yang masih kacau balau pasca orde baru, maka diperlukan adanya reformasi birokrasi di setiap lembaga birokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, kita selaku masyarakat dan warga negara perlu mengetahui apa itu reformasi birokrasi, selain itu juga agar masyarakat dapat mengetahui seberapa efektif reformasi birokrasi yang sudah berjalan di lembaga-lembaga birokrasi Indonesia sampai saat ini.
Reformasi birokrasi, adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian reformasi birokrasi sendiri ialah, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Reformasi birokrasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).

Bercermin kepada masa orde baru yang sangat kacau balau maka kita harus melakukan beberapa perubahan terhadap tata kelola pemerintahan dan harus melakukan reformasi demi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip good governance : professional, memiliki kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel dan memiliki kredibilitas serta berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan pertanggungjawaban publik serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara itu perlu melakukan beberapa tahap yaitu :
a)      Penataan Penguatan Organisasi, Penguatan fungsi pengawasan dan Peran Lembaga Perwakilan;
Dalam hal ini Negara kita masih sangat lemah dan banyak kekurangan, banyak organisasi maupun lembaga-lembaga yang tugasnya melakukan pengawasan atau penyampai aspirasi dari masyarakat namun lembaga-lemba tersebut tidak mejalankan tugasnya dengan baik.Akhir-akhir ini kita sering melihat para Dewan yang terhorhat yang mempunyai tugas mengemban amanat dari masyarakat malah banyak yang tersandung kasus korupsi, skandal dll.Itu menandakan bahwa organisasi yang bertugas untuk pengawasan dan perwakilan rakyat tidak bekerja secara professional, mereka hanya menebar janji-janji saat kampanye dan lupa saat sudah duduk di kursi Dewan.Maka dari itu kita sebagai masyarakat yang baik harus lebih pintardalam memilih pemimpin agar nasib Negara kita ini menjadi lebih baik.
b)      Penataan Peraturan Perundang-Undangan dan Kemandirian Lembaga Peradilan;
Undang-undang merupakan landasan hukum yang digunakan di Negara kita ini.Banyak sudah UU dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, namun banyak juga dari peraturan-peraturan tersebut yang dilanggar.Malah ada juga yang mengatakan “Peraturan Dibuat Untuk Dilanggar”, ini jelas sangat keliru, maka dari itu lembaga peradilan berperan sangat penting dalam hal ini untuk membuat efek jera kepada orang-orang yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan.Namun fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah sebaliknya, lembaga-lembaga peradilan malah menyalahgunakan wewenangnya untuk memenangkan orang yang membayarnya.Kita lihat saja hakim MK akil mochtar yang notabene hakim agung yang seharusnya menjadi ujung tombak keadilan di Indonesia ini malah terjerat dalam kasus suap.Hal ini jelas sangat memalukan di mata publik maupun dunia, dengan adanya kasus seperti ini jelas kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan di Indonesia menjadi hilang.
c)      Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas dalam pelayanan publik;
Kita sering melihat di sekitar kita masalah KKN, siapa dia yang punya keluarga pejabat pasti dia bisa masuk dalam pemerintahan dengan mudah.Hal ini menandakan bahwa pemerintahan kita di isi oleh orang-orang yang tidak mempunyai kualitas, untuk itu kita harus melakukan penataan sistem manajemen SDM dan aparatur pemerintahan agar orang-orang yang ada dalam pemerintahan mempunyai kualitas dan itegritas yang tinggi demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berpihak pada rakyat.
d)     Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif.
Ketika semua tatanan Negara sudah tertata rapi maka masyarakat Indonesia akan lebih mandiri dan akan lebih pintar dalam menilai kinerja pemerintahaan, dan masyarakat pun akan berperan aktif dalam mengawal pemerintahan.
Mengapa Reformasi Birokrasi Diperlukan?
Refomasi Birokrasi dimaknai sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan, yang mengarah pada organisasi (kelembagaan), tatalaksana, SDM,pelayanan, akuntabilitas dan perundangundangan serta pola pikir (Grand Desain Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025, 2010: 2, yang selanjutnya disingkat GDRB). Perubahan besar yang dimaksud,terkait dengan perubahan radikal dalam tata cara pelaksanaan urusan masyarakat sebagai tuntutan pada saat reformasi administrasi ditiupkan tahun 1980 an (Caiden, 1991: 1). Perubahan memang harus selalu terjadi, karena dinamika suatu perjalanan kehidupan harus berbeda dari satu masa ke masa berikutnya. Perkembangan global, sains dan teknologi, turut memengaruhi perubahan dan perubahan yang diharapkan di sini bukan sekadar berubah, tetapi harusterencana (Yehezkel Dror dalam Zauhar,1996: 6). Perubahan sistem administrasi di Indonesia telah terjadi pada saat reformasi politik tahun 1998 yang berimbas terhadap reformasi di bidang administrasi publik.Tuntutan masyarakat terhadap pemerintah untuk segera diadakan reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadi tonggak dimulainya era reformasi di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi, yang dikenal sebagai reformasi gelombang pertama (GDRB, 2010: 1). Reformasi gelombang pertama ini belum membawa hasil terutama terhadap perubahan di bidang birokrasi, karena penyakit birokrasi yang dikenal dengan istilah bureaupathology masih menjangkiti birokrasi di Indonesia seperti bersifat kaku, hierarkis, berbelit-belit, korupsi kolusi nepotisme (yang selanjutnya disingkat KKN), tidak efisien & efektif dan biaya mahal (high cost). (Istianto, 2011: 143). Hal ini terbukti selama 69 tahun Indonesia merdeka, tetapi pencapaian kinerja aparat birokrasi pemerintahan yang produktif, efisien, efektif dan bersih dari KKN belum juga tampak. Pada tahun 2010, sebuah perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang berbasis di Hong Kong (http://nusantaranews.wordpress.com) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara paling korup dari 16 negara Asia Pasifik. Demikian pula pada tahun 2011, data Political and EconomicRisk Consultancy (PERC) masih menempatkan Indonesia di peringkat pertama sebagai negara terkorup dari 16 negara Asia Pasifik dengan skor korupsi Indonesia 9,27. Sedangkan berdasarkan pada tahun 2010 laporan Lembaga Transparansi International (Kompas.Com,28 Juni 2012 ), menyatakan CorruptionPerception Index (CPI) Indonesia masih rendah, yaitu (3.0). Dengan demikian, Indonesia masih berada di peringkat ke-100 bersama 11 negara lainnya, yakni Argentina, Benin, Burkina Faso, Djobouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname, dan Tanzania. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia berada di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Ternyata pada tahun 2011, IPK Indonesia masih tetap di peringkat ke 100 (Kompas.Com, 10 Desember 2012).Selain itu, jumlah korupsi di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 1.018 kasus (Republika.co.id).Tiga provinsi yang terjerat korupsi dan telah memasuki tahap penyidikan, yaitu provinsi JawaTimur (119 kasus), Papua (114 kasus) danJawa Tengah (79 kasus). Dengandemikian, Budaya korupsi belum dapatdihilangkan, karena politik di Indonesiatelah terjadi politik kartel (UlumulQur’an, Vol. 1, April, 2012), sebagaimanayang terlihat pada kasus Nazarudin(kompas.com 13 September 2011), salahsatu mantan bendahara partai politik besaryang melibatkan kantor Kemenpora,Kemenkeu, anggota legislator serta elitpartai politik.Kondisi sistem administrasipemerintahan Indonesia saat ini belumdapat dikatakan baik, meskipun lembagalembagapolitik seperti KomisiPemberantasan Korupsi (KPK) telahdibentuk, Komisi Pemilihan Umum(KPU) diberdayakan, MahkamahKonstitusi (MK) mulai beraksi dan BPKBadan Pemeriksa Keuangan (BPK)mengoptimalkan fungsinya sertalembaga-lembaga politik lainnya telahdibentuk untuk menciptakan system administrasi pemerintahan Indonesiamenjadi clean government dan goodgovernance. Akuntabilitas pengelolaankeuangan negara, kualitasnya masih perlubanyak pembenahan termasuk dalampenyajian laporan keuangan yang sesuaidengan Standar Akuntansi Pemerintah.

Faktor Penghambat Reformasi Birokrasi
Dalam melaksanakan reformasi birokrasi memang tidak mudah, berbagai hambatan pasti ditemui, baik dari lingkungan eksternal maupun internal.Berikut ini beberapa yang ditemui di Afrika, yaitu pelayanan publik yang buruk, yang diakibatkan korupsimerajalela, moral dan motivasi pekerjarendah dan sumber daya sertaperalatan kurang (Kyarimpa, 2009:26). Dengan kata lain, yang menjadi penghambat kegagalan reformasi birokrasi secara tidak langsung karena rendahnya moralitas dan motivasiSDM. Menyinggung masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dikemukakan di atas, EE Mangindaan (Mantan KemenPAN dan RB) juga mengatakan bahwa kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah hambatan untuk melakukan reformasi birokrasi seringkali justru datang dari dalam birokrasi itu sendiri (internal), baik karena lemahnya kemampuan atau rendahnya kemauan. (Majalah Layanan Publik, Edisi XXXVII, 2011: 9). Sebagai analog (perbandingan), persoalan desentralisasi yang pernah dijalankan di Jepang, juga mendapat tantangan dari para birokrat Jepang, karena merasa kepentingankepentingannya akan terancam dengan adanya desentralisasi tersebut (Nakamura, 1996: 5). Sebenarnya persoalan SDM juga terkait dengan: (1)sistem rekrutmen, (2)penempatan (the right man in the rightplace), dan (3) sistem insentif serta gaji. Sistem rekrutmen yang masih bernuansa KKN, maka tidak akan menghasilkan SDM yang sesuai dengan kompetensinyadan profesional. Kolusi dan Nepotisme menyebabkan para pengambil kebijakan menjadi dillema dalam memutuskan SDM yang ideal, karena analisis jabatan tidak akan menjadi dasar pertimbangan. Keputusan yang diambil, biasanya bersifat politis.Misalnya rekrutment pegawai dijadikan jatah bagi para pendukung kepala daerah terpilih atau hasil pengaruh para politisi di daerah (anggota DPRD).Demikian pula penempatan seseorang dalam jabatan tertentu.Dasar pertimbangan yang diambil bukan berdasarkan kompetensi.Analisis jabatan atau kinerja, tetapi seringkali bersifat politis untuk menjaga kepentingankepentingan kekuasaan pimpinan.Sistem insentif dan gaji yang tidak memadai ikut berkontribusi terhadap jalannya reformasi birokrasi, karena insentif dan gaji dapat memotivasi birokrasi dalam menjalankan tugasnya, sehingga dapat mewujudkan kinerja dengan baik. Dengan insentif dan gaji yang tinggi akan memberikan stimulus birokrasi bekerja dengan baik dan diharapkan tidak terjadi korupsi. Meskipun hal ini tidak menjamin 100 % birokrasi akan bekerja dengan jujur, karena masih banyak ditemui pelanggaran-pelanggaran. Sebagai contoh, dapat dikemukakan kasus Gayus Tambunan yang memanipulasi pajak dan merugikan negara, Proyek Hambalang yang melibatkan para pejabat birokrasi, dan kasus PON di Riau yang meibatkan kepala daerah serta masih banyak contoh kasus yang ditemui KPK. Selain faktor-faktor penghambat yang dikemukakan di atas, ketiadaankomitmen politik dari pimpinaneksekutif maupun legislatif, terutama kepala daerah di daerah masing-masing, maka sangat sulit dicapai perubahan bagi pelayanan birokrasi. Hal ini sebagaimana dikatakan Prasojo, Maksum dan Kurniawan (2006: 175-176) dalam penelitian mereka di beberapa daerah bahwa salah satu faktor pendukung keberhasilan reformasi birokrasi adalah komitmen dan political will kepala daerah.
Strategi Reformasi Birokrasi
Pelaksanaan reformasi administrasi, khususnya reformasi birokrasi tidak selalu berjalan mulus, penuh tantangan yang dihadapi, sebagaimana dikatakan Cepiku dan Mititelu (2010: 63) dalam Jurnal Transylvanian Review of AdministrativeSciences No. 3E, bahwa reformasi administrasi publik di Negara-negara Transisi (seperti Albania dan Rumania) memerlukan agenda yang sangat matang, karena sebelumnya tidak diprioritaskan dan tidak didefinisikan secara jelas dalam hal pelaksanaan yang efektif, meskipun mengacu pada keinginan yang kuat. Untuk itu, perlu dipilih dan dikembangkan strategi yang tepat dalam upaya mensukseskan reformasi birokrasi untuk mewujudkan effective governance di Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang dikatakan Hanh Been Lee (1970: 13) bahwa strategi adalah variabel yang digunakan untuk mengubah reformasi administrasi yang mencakup jenis, cakupan dan kecepatan reformasi (Strategy is the manipulative variable ofadministrative reform. The main object ofmanipulation is the type, scope and speedof reform, although strategy is alsoinvolved in the choice of the reformagents and reform agency as well as thetiming of reform). Strategi diperlukan, karena lemahnya agen perubahan, struktur internal lembaga tidak ditujukan untuk perubahan besar serta ruang lingkup dan laju reformasi harus dikompromikan, sebagaiman dikemukakan Lee (1970:14), “Strategy is conditioned by thechange agents on one side and theenvironment on the other. When thechange agents are weak and the internalstructure of the agency is not geared to amajor change, the scope and pace ofreform would have to be compromised”.Untuk melangkah ke pelaksanaan reformasi administrasi, ditawarkan dua strategi, yaitu Comprehensive Strategy dan Incremental Strategy (Lee, 1970: 14-16). Comprehensive Strategy adalah suatu cara atau pola yang digunakan oleh suatu lembaga manajerial pusat dalam mengendalikan beberapa bidang cakupan seperti personil, anggaran dan organisasi. Dalam penerapan strategi ini, diperlukan dukungan politik dari penguasa, sedangkan Legislatif dan partai Politik jarang memberikan dukungan yang memadai (Samonte dan Khosla dalam Lee, 1970: 14). Komitmen politik penguasa diperlukan, mengingat seluruh perencanaan reformasi administrasi yang akan dilakukan dibuat dan harus diketahui penguasa, sehingga goal yang diinginkan akan tercapai. Sebagaimana hasil penelitian di beberapa daerah, ditemukan bahwa salah satu faktor pendukung keberhasilan reformasi birokrasi di daerah adalah komitmen dan political will kepala daerah (Prasojo, Maksum dan Kurniawan, 2006: 175-176). Incremental Strategy adalah suatu pendekatan yang melihat reformasi administrasi secara bertahap dan sebagairantai yang berurutan, karena reformasi dianggap sebagai suatu proses. Pendekatan ini mengutamakan pelatihan yang tidak hanya melibatkan staf dari badan reformasi, tetapi juga orang-orang dari instansi terkait lainnya.
Pengertian Tata Pemerintahan yang Baik (GOOD GOVERNANCE)
Arti Good governance
Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalahpenggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelolaurusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakupseluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dankelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka,menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembataniperbedaan-perbedaan diantara mereka.

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaansumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh seckor negaradan sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi inimengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangatdominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologygovernance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusiinstitusinegara.Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapatbanyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yangberbeda.

Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial,governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidakterduga. Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yangberbeda.Salah satu aturan main yang penting adalah adanya wewenangyang dijalankan oleh negara.Tetapi harus diingat, dalam konsep governancewewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melaluisemacam konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda.Oleh sebab itu,karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasipemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memilikikompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenangyang dibentuk secara kolektif.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisigovernance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dansosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengandemikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan socialyang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yangstabil dengan syarat utama efisien) dan (relatif) merata.”

Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tatapemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik danadministrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat.Tatapemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembagadimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakankepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban danmenjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Membangun Good Governance
Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuatpemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar Negaracakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secaraumum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapatdiwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan carakerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untukmengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkauberbagai tingkat wilayah politik.Karena itu, membangun good governanceadalah proyek sosial yang besar.Agar realistis, usaha tersebut harusdilakukan secara bertahap.Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahamikonsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program pembangunan dan kebijaksanaan pemerintah.Akan tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali mendapatkan kesan berbeda dari pandangan masyarakat.

D.   Kesimpulan
Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik). Oleh karena itu, untuk menanggulangi kesan buruk birokrasi yang telah ada selama ini, perlu dilakukan beberapa perubahan sikap dan perilaku berkaitan dengan birokrasi dan pelakunya (birokrat), antara lain seperti di bawah ini :
1.      Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.
2.      Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif, dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat).
3.      Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern, yaitu pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya, dan ketepatan waktu.
4.      Birokrasi harus memosisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik alih-alih sebagai agen pembaharu (agent of change) pembangunan.
5.      Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel, dan responsif.

Dari pandangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Struktur yang desentralistis diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam konteks persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capability), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).


























PENUTUP

Reformasi birokrasi dibutuhkan untuk menjamin terlaksananya reformasi di bidang lain dalam suatu pemerintahan yang mengaplikasikan konsep administrasi
pembangunan. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan reformasi di bidang lain rekomendasi yang pertama harus dilakukan adalah reformasi birokrasi yang meliputi kelembagaan dan ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan pengawasan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Reformasi kelembagaan dilakukan melalui perampingan struktur organisasi birokrasi pemerintah di pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas dan fungsinya.Penyusunan organisasi yang didasarkan pada analisis jabatan ini harus terus diupayakan. Oleh karena adanya tuntutan yang mendesak dan harus dilakukan untuk mendorong proses percepatan reformasi birokrasi, upaya-upaya khusus di bidang kelembagaan adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan redefenisi kelembagaan birokrasi termasuk melakukan penataan kelembagaan sesuai dengan standard operating procedure atau SOP.
2.      Melakukan penerapan audit institusi.
3.      Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan sistem rekrutmen dan promosi pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan dapat diberhentikan jika bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku di lingkungan swasta.
Selanjutnya, usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :
1.      Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.
2.      Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.
3.      Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah. 

SARAN
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan yang baik dapat terwujud apabila semua lapisan masyarakat turut berperan serta dalam upaya pemberharuan diberbagai bidang khususnya dalam bidang pelayanan (birokrasi) pemerintah, karena birokrasi pemerintah merupakan proses interaksi / hubungan antara pemerintah dan masyarakat serta langkah awal dalam mencapai kemajuan suatu negara dalam berbagai bidang.
Dan yang terakhir, untuk mendorong perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN dapat pula diupayakan kepada peningkatan pengawasan terhadapaparatur negara. Pengawasan ini dapat dilakukan melalui audit internal maupun audit eksternal.





























DAFTAR PUSTAKA
·         UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
·         Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS.
·         Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014
·         Lampiran PP No. 81 Tahun 2010. Grand Desain Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025. 2010. KemenPAN dan RB Republik Indonesia.
·         Peraturan KemenPAN dan RB No. 11 Tahun 2009 tentang Penetapan Standard Operating Procedures (SOP) di Lingkungan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
·         Thoha, Miftah. Birokrasi & Politik di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
·         Jurnal Ulumul Qur,an, Vol 1, April 2012.
·         Majalah Layanan Publik, Edisi : XXXVII, 2011.
Internet:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yang terbaik

jasa joki UT dan karya ilmiyah segala jurusan jaminan lolos plagiat 0878 9797 9399

  Dampak Kenaikan Nilai Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19 (PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM) ...