PENGARUH KRISIS UNI EROPA TERHADAP PEREKONOMIAN
INDONESIA
Disusun oleh :
NAMA : IRDATAMA SANTIA ANINDITA
INSTITUSI
: UPBJJ-UT SEMARANG
EMAIL : ird4.ganteng@gmail.com
Sub Tema
: Akuntansi Internasional / IFRS
ABSTRAK
“Uni Eropa
selalu dinilai sebagai suatu kerja sama ekonomi berbasis kawasan yang paling
ideal dan paling sukses di dunia”
Anggapan ini sekarang mulai
tergoyahkan dan kehilangan pesonanya dengan kemunculan serangkaian krisis yang
melanda negara-negara Uni Eropa. Seakan domino effect itu
benar-benar terjadi, dimulai dari satu negara dan meluas ke beberapa negara
lain. Krisis utang Yunani
misalnya, krisis ini akan berpengaruh langsung
ke perekonomian Indonesia melalui pelemahan nilai tukar rupiah akibat
menguatnya mata uang dollar Amerika Serikat. Jika pelemahan rupiah terus
berlanjut, beban sektor industri akan semakin berat karena sebagian besar input
produksi berasal dari impor. IHSG pada perdagangan Selasa dibuka pada level 4.918,29,
menguat dari penutupan perdagangan pada Senin di level 4.916,74. Namun, hingga
perdagangan siang, IHSG cenderung melemah, bahkan sempat menyentuh level
4.891,05. IHSG pun ditutup melemah 10,69 poin (0,22 persen) pada 4.906,05.
Harus diakui Krisis utang Yunani
inilah yang menjadi awal mula krisis Eropa, karena itu untuk menjelaskan apa
penyebab krisis finansial dan ekonomi Eropa perlu dipahami terlebih dahulu
mengapa akhirnya Yunani kini harus terbelit dengan jumlah hutang yang begitu
banyak. Pembahasan dalam tulisan ini akan dimulai dengan mencari tahu apa
penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya krisis, lalu mengarah
pada dampak dari krisis, dan beberapa analisa kritis lain mengenai keterkaitan
global dan secara khusus keterkaitan dengan Indonesia.
ABSTRAK
"The EU has
always considered as an area of economic cooperation based on the most ideal
and most successful in the world"
This assumption is now starting
shaken and lose its charm with the emergence of a series of crises that hit the
European Union countries. Domino effect as if it really happened, starting from
one country and spread to several other countries. Greek debt crisis, for
example, this crisis will impact directly to the Indonesian economy through a
weak exchange rate due to the strengthening US dollar. If the weakening rupiah
continues, the burden will be heavier industrial sector because most inputs are
imported. JCI on Tuesday opened at 4918.29 levels, strengthening of the close
of trading on Monday at the level of 4916.74. However, until the afternoon
trading, JCI is likely to weaken, even touched the level of 4891.05. JCI closed
down 10.69 points (0.22 percent) at 4906.05.
It should be recognized Greek
debt crisis is at the beginning of the crisis in Europe, because it is to
explain what caused the financial crisis and Europe's economy needs to be
understood in advance why ultimately Greece must now be entangled with the
amount of debt that so much. The discussion in this paper will begin by finding
out what the cause and the factors that influence the emergence of the crisis,
and led to the impact of the crisis, and several other critical analysis of the
global linkages and in particular the relationship with Indonesia.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan
liberalisasi perdagangan yang memberikan kesempatan besar kepada Negara-negara
di dunia untuk melakukan perdagangan dengan Negara lain dengan aturan yang
semakin memudahkan mereka, seperti penurunan bahkan penghapusan pajak impor,
bea cukai, dan trade barriers lainnya. Hal ini menjadi peluang yang
kemudian dimanfaatkan oleh Negara-negara, khususnya Negara berkembang, termasuk
Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke Negara-negara maju, seperti Amerika
dan Eropa.
Hubungan antara Indonesia dan Uni
Eropa telah berlangsung semenjak tahun 1967, ketika Uni Eropa masih dalam
bentuk masyarakat ekonomi eropa (european economic community). Selama
ini ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika termasuk besar, selain ke Negara di
Asia Tenggara dan Asia timur. Hal ini karena keberadaan Uni Eropa dan Amerika
sebagai pasar tradisional yang banyak mengekspor barang mentah untuk kebutuhan
industri di Negara tersebut.
UE dan Indonesia telah lama
memiliki hubungan baik melalui kerjasama perdagangan dan sebagai pasar tujuan
ekspor Indonesia yang potensial. UE merupakan pasar utama terbesar bagi
Indonesia setelah Amerika Serikat dan Jepang. Ekspor Indonesia ke UE pada tahun
2008 tercatat sebesar 15,45 milyar dollar AS , sedangkan impor Indonesia dari
UE pada tahun 2008, tercatat sebesar US$ 10,5 milyar dollar AS.
Perkembangan hubungan bilateral
RI-UE tidak terlepas dari dinamika perkembangan yang terjadi di Uni Eropa (UE)
dan Indonesia. Sementara sejak krisis yang dialami oleh Yunani yang ternyata
memberikan efek domino terhadap Negara lain di Uni Eropa menjadi sebuah
pertanyaan apakah hal ini berdampak terhadap hubungan kerjasama yang dibangun
oleh Indonesia ke kawasan itu.
Krisis Eropa yang diawali dengan
kejatuhan Yunani baru terdeteksi pada akhir 2009 dan mencuat kembali pada tahun
2015 yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota
Uni Eropa. Dengan melihat fenomena itu, penulis kemudian mengambil judul “Pengaruh
Krisis Uni Eropa terhadap Perekonomian Indonesia”. Dengan harapan
pembaca dapat mengetahui factor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
krisis di Eropa terutama di Yunani dan apa pengaruhnya terhadap perekonomian
Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini, penulis akan memberikan batasan untuk penelitian dalam makalah
ini, antara lain:
1) Bagaimana krisis yang terjadi di Uni
Eropa?
2) Bagaimana hubungan Ekspor Indonesia
ke Uni Eropa?
C.
Tujuan Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, ada beberapa tujuan yang ingin diperoleh, antara lain:
1) Untuk mengetahui gambaran krisis
yang terjadi di Uni Eropa.
2) Untuk mengetahui dampak dari krisis
Uni Eropa terhadap Ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
.
METODE
PENELITIAN
Dalam penyusunan artikel ini penulis mengumpulkan data mengunakan
metodestudi pustaka (bahan bacaan berupa makalah dan karya ilmiah), mencari
informasi melalui internet, membaca koran, menonton berita dan mengumpulkan
fakta berdasarkan apa yang sedang terjadi sekarang ini. Analisis data pada
penulisan full paper yang berjudul pengaruh
krisis Uni Eropa terhadap perekonomian Indonesia ini menggunakan metode
kualitatif.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Krisis yang terjadi di Uni Eropa
Krisis yang ramai dibicarakan oleh kalangan
akademisi ini dimulai di pertengahan tahun 2010, namun dalam tataran empirisnya
hal itu hanyalah manifestasi klimaks dari krisis tersebut, karena pada dasarnya
krisis ini telah dimulai bertahun-tahun sebelumnya. Krisis Finansial sendiri
memang sering diidentikan dengan krisis ekonomi, yang terpenting adalah
memahami bahwa krisis finansial bukan hanya mengenai tingkat ekspir-impor namun
lebih jauh, perihal situasi yang semakin memburuk diperbankan, bisnis skala
besar, dan kebijakan moneter. Krisis Yunani pun demikian, yaitu memiliki
hutang yang begitu banyak ke International Monetary Fund (IMF),
yang nyaris tidak terbayarkan, ditambah dengan defisit yang tinggi serta
kondisi ekonomi makro yang kacau. Keadaan ini kemungkinan besar merupakan buah
dari akumulasi kesalahan kebijakan pemerintahan di masalalu. Pada tahun 1974,
Yunani memasuki babak baru bentuk pemerintahan. Pemerintah baru ini kemudian
bernyali mengambil banyak hutang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, dan
gaji pegawai. Angka hutang tersebut terus menumpuk, bahkan jika ditarik lebih
jauh, banyaknya hutang Yunani telah ada sejak tahun 1893. Dibawah kepemimpinan
Trikoupis (1862-1893) Yunani melakukan banyak pembangunan jalan kereta api,
pelabuhan, dan mercusuar. Sejauh ini, penulis menilai bahwa perekonomian
Yunani sedari awal pasca transisi memang belum matang.
Awal tahun 2010, diketahui bahwa Pemerintah Yunani
telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya untuk mengatur
transaksi yang dapat menyembunyikan angka hutang sesungguhnya. Pemerintah
Yunani juga diketahui telah mengutakatik data statistik ekonomi makro, sehingga
kondisi perekonomian mereka tampak baik-baik saja. Pada Mei 2010, Yunani sekali
lagi tertangkap basah telah mengalami defisit hingga 13.6%.Salah satu penyebab
utama dari defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang
diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per
tahun. Semakin jelas kini, bahwa pada dasarnya penyebab krisis Yunani
begitu kompleks. Bahkan tidak sedikit para analis yang konsen terhadap isu ini
menyatakan bahwa konsep welfare state yang dipopulerkan
negara Eropa ini turut ambil bagian dalam munculnya krisis yang meluas,Terlebih
dalam rangka menjelaskan mengapa akhirnya satu krisis di negara Eropa menjadi
krisis satu Uni Eropa yang akan dijelaskan kemudian.
Krisis Eropa atau juga dapat dikatakan sebagai
krisis euro akhirnya terangkat dipermukaan sebagai isu yang panas, setelah
stimulus krisis Yunani berhasil menarik banyak perhatian dunia internasional.
Bagaimana tidak, jika ternyata rentetan negara tak mau ketinggalan mencuat
dengan kabar adanya krisis yang terlihat dari bagaimana mereka mencari dana
pinjaman baik dari negara lain dan juga dari IMF, seperti Italia
dan Spanyol, ditambah indikasi krisis yang diperkirakan dialami oleh
Portugis, dan Irlandia. Setelah Yunani, Italia tergolong negara yang
krisisnya begitu disorot dunia internasional, terlebih dengan adanya ‘skandal’
kegagalan Berlusconi yang menyebabkan keterpurukan ekonomi namun sempat teguh menolak
untuk mengundurkan diri. Kegagalan mengentaskan Yunani dari krisis akan
menyeret negara Uni Eropa lain ke dalam krisis yang makin dalam, yang ternyata
tidak hanya disebabkan oleh persamaan mata uang. Uni Eropa, yang konon kini
menyisakan tiga negara kuat; yaitu Belanda, Perancis, dan Jerman telah berupaya
memberikan dana talangan, baik teratasnamakan negara dan juga teratasnamakan
komisi Uni Eropa. Menurut penulis, hal ini menggambarkan kesadaran para negara
anggota zona Euro, bahwa perluasan krisis akan sangat mungkin berlanjut dan
akan sangat merugikan.
Integrasi ekonomi yang sukses ini menyisakan bentuk
ketergantungan yang sangat signifikan antar anggota, sehingga satu krisis sudah
cukup untuk menggoyahkan kestabilan negara-negara anggota yang lain. Penyebab
lainnya, adalah karena sejauh ini monitoring pengelolaan kelembagaan untuk
bantuan bersyarat kurang jelas dan ditambah lemahnya pengaturan pasar obligasi
euro. Banyak sekali mekanisme solutif berhasil dilakukan, namun gagal
mencapai sasaran penyelesaian dan justru menyisakan banyak ‘tugas rumah’ bagi
Uni Eropa. Seperti yang sempat diangkat tadi, konsepWelfare State yang
menjanjikan begitu melimpahnya jaminan sosial yang mahal, akhirnya justru
memanjakan banyak masyarakat Eropa dengan segala kemudahan, sehingga ketika ada
satu ide penghematan ditawarkan, masyarakat menjadi reaktif untuk menolak
terlihat dari banyak demo yang terjadi akibat cetusan gagasan penghematan.
Faktor mayor dan minor, semuanya berkolaborasi menciptakan suatu krisis yang
seakan mustahil diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Pada
dasarnya, sistem mata uang tunggal seakan menjadi pisau bermata dua, dalam
artian di satu sisi begitu menguntungkan dan menambahbargaining
position negara Eropa, namun di saat yang bersamaan penulis menilai
ke-tunggal-an mata uang ini penuh dengan celah yang berpotensi merugikan. Salah
satunya perihal tingkat adaptasi negara, tidak semua negara memiliki
perekonomian yang cukup matang untuk zona euro. Misalnya saja Yunani, sejak
masuk Uni Eropa di tahun 1980, dan masuk pula di zona euro, dalam satu dekade
pertama harapan penguatan ekonomi samasekali tidak tercapai, yang terjadi
justru penurunan tingkat Gross National Product (GNP) Yunani
dari 58% menjadi 52%.
Adanya sistem mata uang tunggal membuat
negara-negara lain di Uni Eropa menjadi rentan akan satu goncangan di satu
pilar euro yang ada. Dampak signifikan secara langsung akan dirasakan oleh
negara-negara anggota anggota eurozone. Harus dipahami disini
bahwa definisi zona eropa adalah kesepakatan beberapa negara, bahkan yang
diluar Uni Eropa yang sama-sama menggunakan mata uang euro, dan juga adapula
negara Uni Eropa yang ternyata tidak tergabung dalam zona euro, seperti United Kingdom
dan Denmark. Penggunaan term ‘negara dalam zona euro’ kini dapat disepakati
mengarah pada negara-negara pengguna euro. Adanya eurozone yang
awalnya sangat menguntungkan kini menjadi momok paling mengerikan sebab hal ini
justru membuat upaya mempertahankan krisis di wilayah internal negara menjadi
upaya yang sia-sia bahkan nyaris mustahil.
Dampak pertama krisis Eropa langsung dirasakan oleh
negara zona euro. Bagi mereka krisis ini memunculkan instabilitas sistem
moneter negara, mengingat kebijakan kawasan zona euro berdampak langsung
pada landscape domestik negara anggota. Kedua,
melemahnya angka pendapatan negara, kembali, dikarenakan berkurangnya
intensitas aktivitas ekonomi antar negara, dan dampak ini akan lebih dirasakan
oleh para negara zona euro yang merupakan anggota Uni Eropa. Ketiga, adalah
munculnya kewajiban penghematan besar, seperti pemotongan berbagai macam
tunjangan kesejahteraan dan bagi mereka yang dianggap masih kuat, seperti
Perancis, Jerman dan Belanda maka mereka banyak mendapat sorotan untuk
memberikan bantuan nyata bagi para negara yang menghadapi krisis dan tuntutan
untuk mempertahankan kekuatan euro dimata internasional.
Dalam konteks dampak terhadap negara non eurozone memang
tidak dapat terlihat secara langsung, namun samasekali tidak dapat diartikan
bahwa itu tidak ada. Inggris misalnya, dengan cukup cermat melihat bahwa krisis
euro ini akan membuat warga negaranya dibanyak negara zona euro akan menghadapi
banyak kesulitan mengakses account perbankan. Dampak
bagi negara di kawasan Eropa terkait krisis ini adalah adanya tekanan terkhusus
di area perbankan. Swiss misalnya, yang bukan merupakan negara anggota Uni
Eropa dan juga bukan negara zona euro menyatakan bahwa krisis finansial Eropa
ini sangat mempengaruhi perekonomian negaranya, misalkan dalam penetapan suku
bunga dan tingkat pertumbuhan perekonomian.Dan hal ini berlaku pula di negara
seperi Swedia dan Denmark bahkan Norwegia. Selain tekanan perihal
kebijakan moneter-finansial, negara-negara tersebut menghadapi ancaman serius
dalam pemasukan negara sebab angka perdagangan negara sesama wilayah Eropa
sangatlah tinggi.
B.
Dampak Krisis Uni Eropa terhadap Ekspor Indonesia ke Uni
Eropa
Namun menurut beberapa ahli ekonomi, termasuk Fauzi Budi,
Krisis finansial Yunani yang dikhawatirkan menjalar ke Portugal dan Spanyol
hanya terjadi di Negara-negara Eropa Selatan. Sementara penopang utama ekonomi
Eropa adalah negara-negara Eropa Utara seperti Jerman dan Prancis, Negara
Skandinavia dan Benelux (Belanda,Belgia dan Luxemburg). Sehingga ini diprediksi
tidak akan terlalu mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa, terlebih ekspor
Indonesia ke Yunani sebagai Negara yang paling mengalami dampak dari krisis ini
tidak begitu besar.
Pada tahun 2011 ekonomi Indonesia diperkirakan semakin
prospektif. Berbagai publikasi internasional, seperti WEO dan Consensus
Forecast memproyeksikan laju PDB Indonesia pada 2011 akan lebih tinggi
dibanding 2010, yakni pada tingkat 6,2 persen. Meskipun diwarnai sejumlah
sinyal positif, namun potensi datangnya tantangan pada tahun 2011 tetap perlu
diwaspadai. Dari perspektif global, salah satu tantangan berasal dari meluasnya
dampak Krisis Eropa.
Bagi Indonesia, meluasnya dampak lanjutan Krisis Eropa 2011
merupakan tantangan tersendiri. Pasalnya, Uni Eropa merupakan salah satu tujuan
ekspor nonmigas Indonesia yang potensial. Dalam lima tahun terakhir, kinerja
perdagangan Indonesia-Uni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus
bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya. Berlanjutnya
Krisis Eropa pada 2011 berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia ke
kawasan tersebut yang pada gilirannya bisa menghambat ekspansi ekonomi pada
2011.
Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai bahwa dampak krisis
yang saat ini sedang melanda kawasan Eropa tidak akan signifikan terhadap
sektor ekonomi dan pasar modal Indonesia layaknya krisis Amerika pada 2008 yang
lalu. Pasalnya, cadangan devisa Indonesia terus mengalami kenaikan hingga
US$78,5 miliar di posisi bulan April 2010. Bagusnya kondisi ekonomi dan keuangan
Indonesia bisa dilihat dari stabilnya tingkat inflasi dan suku bunga yang
berlaku. Sementara fluktuasi pasar modal juga cenderung mengalami menurun.
Krisis Eropa juga tidak akan berpengaruh besar terhadap
perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Sebab, ketergantungan Indonesia
terhadap pasar Eropa sangat kecil. Hal ini terlihat dari prosentasi ekspor
Indonesia ke berbagai negara di wilayah Eropa seperti Yunani, negara di Eropa
yang mengalami krisis terparah saat ini masih sangat kecil. Ekspor ke Eropa yang
relatif besar adalah ke negara Jerman dan Perancis yang kondisinya masih sangat
kuat.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga mengungkapkan
hingga kini pemulihan ekonomi Eropa belum terjadi secara penuh. Sehingga
potensi adanya krisis Eropa terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Eropa masih
berpotensi berdampak, meski tidak akan secara signifikan. Menurut Mari, justru
negara yang patut sangat waspada adalah China, terkait krisis Eropa saat ini.
Mengingat ketergantungan ekspor China ke Eropa mencapai 30% dari total ekspor
negeri tirai bambu tersebut. Ketergantungan eskpor Indonesia terhadap pasar
Eropa tidak sebesar China, hanya 11, 4 persen.
Meskipun begitu krisis utang yang dialami oleh Yunani dan
negara Eropa Selatan lainnya dikhawatirkan akan menyebabkan Jerman dan Prancis
sebagai motor penggerak perekonomian Eropa melepas euro. Jika ini terjadi maka
bursa saham global akan anjlok. Investor global akan menarik dananya di
bursa-bursa Asia, khususnya dari pasar negara-negara yang sedang berkembang,
termasuk Indonesia. Namun langkah-langkah antisipasi yang diambil Eropa akan
mampu meredam gejolak krisis.
Nilai perdagangan Indonesia- Uni
Eropa tercatat sebagai berikut:
- Ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada periode Januari – April 2005 berjumlah sebesar € 1,39 milyar, turun 4,2% jika dibandingkan dengan ekspor periode yang sama ditahun 2004 yang berjumlah sebesar € 1,42 milyar.
- Neraca perdagangan Uni Eropa – Indonesia pada periode Januari – April 2005 naik sebesar 18,8% dibanding pada tahun 2004 pada periode yang sama.
- Pada 2006 dan 2007 surplus Indonesia tercatat USD6,0 miliar dan USD5,6 miliar.
- Dengan rata-rata pertumbuhan 6% per tahun antara tahun 2004 dan 2008, dan sebuah rekor arus perdagangan yang hampir mencapai € 20 miliar pada tahun 2008. Bagi indonesia, Uni Eropa adalah mitra dagang terbesar ke-4 dimana Uni Eropa memberikan sekitar 10% jumlah perdagangan Undonesia pada tahun 2008. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2008 tercatat sebesar 15,45 milyar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari UE pada tahun 2008, tercatat sebesar US$ 10,5 milyar dollar AS.
- Pada tahun 2009, dalam bidang perdagangan Uni Eropa dan Indonesia mengalami peningkatan. Meskipun volume perdagangan menurun menjadi € 17 miliar karena adanya penurunan permintaan di Uni Eropa dan Indonesia dikarenakan meluasnya krisis ekonomi global. Namun demikian, pasar Uni Eropa cukup mampu bertahan dibandingkan dengan pasar-pasar di Asia lainnya, dimana ekspor secara signifikan berada di bawah level tahun 2008. Indonesia terus melaporkan surplus yang stabil dalam perdagangannya dengan Uni Eropa, yaitu sekitar € 6-7 miliar pada tahun terakhir.
- Negara-negara Uni Eropa merupakan negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia. Dimana 79 % ekspor Indonesia didominasi oleh bidang nonmigas. Sementara untuk ekspor migas, Indonesia mengalami gejolak yang signifikan akibat pengaruh krisis global. Surplus neraca perdagangan yang terjadi pada sektor non migas yakni mencapai USD2,4 miliar. Hal itu meningkat 56 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. Pada Februari 2011 surplus mencapai USD2,4 miliar justru sektor migas defisit USD3,1 juta. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tiga negara tujuan utama ekspor non-migas Indonesia ke Uni Eropa adalah Jerman, Perancis dan Mesir. Ekspor Indonesia ke Jerman rata-rata Rp 2,68 triliun/tahun. Sementara ke Prancis Rp1,009 triliun dan Inggris Rp1,52 triliun/tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 1 Maret 2011, total ekspor nonmigas Indonesia sepanjang tahun 2010 mencapai USS 13,5 miliar. Masing-masing ke Jerman USS 2,3 miliar, Inggris USS 1,4 miliar, Prancis USS 870 juta, serta negara-negara Uni Eropa lainnya USS 8,9 miliar. Pada Januari 2010, terjadi penurunan ekspor nonmigas hampir ke semua negara tujuan utama Indonesia dibanding Desember 2009. Ekspor nonmigas ke Prancis pada Januari turun USS 39,5 juta dan ke Inggris turun US$ 1,3 juta.
KESIMPULAN DAN SARAN
Krisis di kawasan Eropa adalah permasalahan serius sebab
menyangkut perekonomian dari sisi perbankan, bisnis skala besar, dan kebijakan moneter
yang praktis langsung berdampak pada aktivitas ekonomi semacam ekspor-impor dan
investasi. Keterpurukan Eropa mulai mencuat di 2010 dan memanas di 2012.
Diawali dari krisis Yunani yang didalamnya menyangkut adanya kesalahan masa
lalu ditambah beberapa kasus yang semakin mempersulit posisinya. Disusul oleh
Italia dan Spanyol yang juga meminta dana talangan dan pinjaman baik ke Uni
Eropa dan IMF. Ada indikasi faktor ketidakmatangan adaptasi beberapa negara
yang tergabung dalam eurozone yang menyebabkan krisis terjadi, ditambah dengan
regulasi moneter yang kurang tepat sasaran. Hal ini berdampak besar bagi negara
anggota zona euro dan bahkan bagi negara non anggota zona euro yang dipengaruhi
faktor intensnya perdagangan dan saling terkaitnya kebijakan perbankan. Jika
dilihat dari dampat diluar Eropa, krisis Euro menjadi ketakutan bagi banyak
negara, China misalnya sebagai partner besar Eropa. Efek global ini tidak lain
dikarenakan adanya tingkat saling berhubungan satu negara dengan negara yang
lain. Beruntungnya, hal ini membuat Indonesia menikmati keuntungan
‘terselubung’, yaitu dengan banyaknya investasi portofolio yang masuk
·
Krisis Eropa yang diawali dengan kejatuhan perekonomian
Negara anggota Uni Eropa yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit
fiskal negara anggota Uni Eropa, utamanya Yunani. Kondisi perekonomian Yunani
yang morat marit pada akhirnya mendorong kekhawatiran pasar bahwa kondisi
tersebut akan berimplikasi ke Negara lainnya di Eropa, terutama ke Eropa
Selatan atau yang sering disebut dengan PIGS (Portugal, Italy, Greece and
Spain) karena kelompok Negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang
mirip, dimana rata-rata Negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang
besar, serta terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai
sector publiknya.
·
Ekspor Indonesia ke Uni Eropa terus meningkat dan selalu
mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per
tahunnya. Namun terjadi penurunan di beberapa sektor karena pengaruh krisis
ekonomi yang melanda Uni Eropa.
·
Ada dampak yang ditimbulkan krisis Uni Eropa terhadap ekspor
Indonesia ke kawasan itu, meskipun kecil. Karena Indonesia hanya memiliki
ketergantungan terhadap pasar Eropa sebesar 11,4 %. Meskipun dikhawatirkan jika
ini menyebar ke Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama seperti Jerman
dan perancis maka itu akan menimbulkan dampak buruk terhadap ekspor Indonesia.
Dan dikhawatirkan juga jika krisis ini berlangsung lama dan mempengaruhi
perekonomian dunia, maka imbasnya akan sampai ke Indonesia.
SARAN
Walaupun
perekonomian Indonesia tidak bergantung secara langsung terhadap Yunani namun
Indonesia juga harus waspada, karena krisis Yunani ini mengakibatkan efek
domino yang dapat mempengaruhi negara-negara tetangga dan dapat mengakibatkan melemahnya
nilai tukar Rp ke USD.
Untuk itu
Indonesia harus melakukan beberapa poin yaitu :
ü Memperluas jaringan pasar
Internasional misalnya ke negara-negara Asia Timur, Amerika dan negara-negara
besar lainnya untuk memperkuat sektor pasar.
ü Mengalokasikan anggaran dengan bijak.
ü Menumbuhkan daya beli masyarakat
ü Memperkuat perekonomian pedesaan
(ekonomi mikro)
ü Dan yang paling penting adalah
memperkuat sektor pariwisata agar Devisa negara mengalami peningkatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi Winarno. 2011. Isu-isu
Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. hal 89
Budi Winarno. 2011. Isu-isu
Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. hal 100
Curry, E. Jeffrey, MBA, Ph.D. 2001. Memahami
Ekonomi Internasional : Memahami Dinamika Pasar Global. Jakarta :
Penerbit PPM.
Tambunan, Tulus. 1996. Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar