UPAYA MENINGKATKAN INTEGERITAS ASN
UNTUK MEWUJUDKAN WILAYAH BEBAS KORUPSI (WBK) DI LINGKUNGAN KERJA KEMENKUMHAM BREBES
Disusun oleh ;
XXXXXXXXXXX
XXXXXXX
UPBJJ UT PURWOKERTO
S1 ILMU PEMERINTAHAN
Abstrak
Reformasi
birokrasi yang dibarengi dengan program revolusi mental merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan menciptakan kader-kader PNS
atau juga sekarang lebih sering disebut Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
berkualitas yang mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Namun
kenyataannya tidak sedikit pula oknum ASN yang tertangkap basah sedang keluar
saat jam kerja, bolos saat hari-hari kejepit, bahkan juga ada yang terang-terangan
melakukan pungli saat menjalankan tugasnya sebagai aparatur negara. Oleh karena
itu pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM kanwil Brebes perlu
melakukan langkah strategis untuk mensukseskan program revolusi mental demi
terwujudnya Zona Integritas dan menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
dilikungan kerja KEMENKUMHAM Brebes.
Kata
Kunci : ASN, Kemenkumham, revolusi mental, Zona integritas, WBK.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Integritas
bukan kata atau istilah Indonesia, tetapi berasal dari bahasa inggris yang
berarti “the quality of being honest and of always having high moral
principles”. Yang pasti integritas menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia yang luhur dan berbudi. Integritas bertalian dengan moral yang bersih,
kejujuran serta ketulusan terhadap sesama dan Tuhan YME (J.E Sahetapy, 2011). Begitu
juga dengan profesionalisme, yang berarti “Real professionalism is
about attitudes, and perhaps even about character”
(David H.
Maister, 1997). Integritas dan profesionalisme berlaku pada semua bidang
kehidupan misalnya, bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, dll.
Tuntutan
terhadap peningkatan integritas dan profesionalisme aparatur birokrasi, karena
didorong sebagai bagian dari proses untuk mewujudkan desentralisasi yang efisien,
pemerintahan demokratis dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang
didasarkan pada nilai-nilai dasar sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD
1945. Tentu harapan semua pihak baik pemda maupun masyarakat adalah keberadan
birokrasi yang dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Dan
kesuksesan reformasi birokrasi ditentukan oleh kualitas pelayanan publik yang
dilaksanakan oleh birokrasi pemda. Sedangkan birokrasi yang baik didasarkan
pada perwujudan perilaku aparatur birokrasi yang berintegritas dan profesional.
Namun yang
menjadi permasalahan adalah, integritas dan profesionalisme belumlah
melembaga di tubuh aparatur birokrasi. Masalah kronis aparatur birokrasi
saat ini adalah yang statusnya ‘sebagai alat negara’ sangat rentan dimaknai
‘sebagai alat kekuasaan’ oleh anggotanya yang masih berorintasi kekuasaan dan
materi. Kultur lama yang memandang kekuasaan sebagai ‘power over’ dan
intervensi politik yang disebabkan oleh nilai strategis dan pengaruhnya dalam
politik ditengarai sebagai penyebab utama demoralisasi aparatur birokrasi.
Sehingga menyebabkan gagalnya reformasi birokrasi di lingkup pemerintah daerah.
Ada beberapa aspek yang dapat menjelaskan gagalnya reformasi birokrasi baik di
tingkat nasional maupun di tingkat lokal (birokrasi pemerintahan daerah).
Pertama, Dalam hal
perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, masih banyak hal yang harus
diselesaikan dalam kaitan pemberantasan korupsi. Hal ini antara lain
ditunjukkan dari data Transparency International pada tahun
2009, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah (2,8 dari 10) jika
dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, kualitasnya masih perlu banyak pembenahan termasuk
dalam penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP). Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan
kementrian atau lembaga dan Pemda masih banyak yang perlu ditingkatkan menuju
ke opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Kedua, dalam hal pelayanan
publik, pemerintah belum dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas
sesuai dengan tantangan yang dihadapi, yaitu perkembangan kebutuhan masyarakat
yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat. Hal ini dapat
dilihat dari hasil survei integritas yang dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa, kualitas pelayanan publik
Indonesia baru mencapai skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi pusat. Sedangkan
pada tahun 2008, skor untuk unit pelayanan publik di daerah sebesar 6,69. Skor
integritas menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan publik, seperti
ada tidaknya suap, ada tidaknya Standard Operating Procedures (SOP),
kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi,
keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat
melakukan pengaduan.
Ketiga, dalam hal
kemudahan berusaha (doing business), menunjukkan bahwa Indonesia belum
dapat memberikan pelayanan yang baik bagi para investor yang berbisnis atau
akan berbisnis di Indonesia. Hal ini antara lain tercermin dari data International
Finance Corporation pada tahun 2009. Berdasarkan data tersebut,
Indonesia menempati peringkat doing business ke-122
dari 181 negara atau berada pada peringkat ke-6 dari 9 negara ASEAN. Padahal
Indonesia merupakan salah satu pasar utama bagi investor global.
Keempat, dalam
kaitan dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, kondisinya masih
banyak dikeluhkan masyarakat. Berdasarkan penilaian government effectiveness yang
dilakukan Bank Dunia, Indonesia memperoleh skor -0,43 pada tahun 2004, -0,37
pada tahun 2006, dan -0,29 pada tahun 2008, dari skala -2.5 menunjukkan skor
terburuk dan 2,5 menunjukkan skor terbaik. Meskipun pada tahun 2008 mengalami
peningkatan menjadi -0,29, skor tersebut masih menunjukkan kapasitas
kelembagaan/efektivitas pemerintahan di Indonesia tertinggal jika dibandingkan
dengan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara tetangga. Kondisi ini
mencerminkan masih adanya permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
seperti kualitas birokrasi, pelayanan publik, dan kompetensi aparat pemerintah.
Selanjutnya, berdasarkan penilaian terhadap Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), pada tahun 2009 jumlah instansi pemerintah yang
dinilai akuntabel baru mencapai 24%. Gambaran di atas mencerminkan kondisi
birokrasi kita saat ini.
Selain itu,
data yang di rilis oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa, di
tahun 2011, Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang biasa disebut dengan ASN
merupakan penyumbang angka terbesar pelaku tindak pidana korupsi. Dalam catatan
ICW terdapat 1053 tersangka kasus korupsi sepanjang 2011. Sebanyak 239
diantaranya belatar belakang pegawai negeri sipil, diikuti oleh direktur/
pimpinan perusahaan swasta sebanyak 190 orang, serta anggota DPR/DPRD berjumlah
99 orang. Oleh karena itu penulis tertarik membahas lebih lanjut tentang
integeritas ASN dengan mearik judul “Upaya Meningkatkan Integeritas ASN Untuk
Mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di Lingkungan Kerja KEMENKUMHAM Brebes”.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam karya ilmiah ini penulis ingin
menjelaskan beberapa hal diantaranya ;
1) Apa itu
integeritas dan apa pentingya integeritas ASN sebagai pelayan masyarakat ?
2) Apa faktor
yang mempengaruhi integeritas ASN ?
3) Upaya apa
saja yang harus dilakukan agar tercipta wilayah bebas korupsi (WBK) ?
C.
Tujuan
Penulisan
1) Untuk
mengetahui pentingnya integeritas ASN.
2) Untuk
mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi integeritas ASN.
3) Untuk
mengetahui upaya apa saja yang harus dilakukan pemerintah untuk menciptakan
kader ASN yang berintegeritas tinggi agar tercipta wilayah bebas korupsi (WBK).
D.
Manfaat
Penulisan
1) Bagi
penulis, untuk menambah wawasan tentang integeritas ASN.
2) Bagi
Pemerintah, sebagai referensi dalam pembagunan moral ASN.
3) Bagi
Masyarakat, untuk memberikan wawasan tentang pentingnya memiliki integeritas.
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Intergeritas dan Pentingnya Integeritas
Integritas kalau kita lihat
dari sudut pandang bahasa Inggris maka asal kata itu adalah integrity. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary 1989,
halaman 652, integrity diberi penjelasan sebagai berikut ;
a) Quality of being honest and morally upright
(berkepribadian jujur dan bermoral tinggi).
b) He won’t break his promise
(seorang yang tidak akan merusak janjinya/selalu menepati janji).
c) Condition of being whole or
undivided (mempertahankan keutuhan atau tidak terpecah belah/ keadaan yang menyatu).
Sedang kata komitmen kalau kita lihat dari sudut pandang bahasa
Inggris pula maka asal kata itu adalah commitment. Dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary 1989, halaman 231, commitment diberi
penjelasan sebagai berikut ;
a) thing one has promised to do;
pledge; undertaking (sesuatu yang telah menjadi janji dirinya untuk
dikerjakan; sumpah; kemauan mengatasi), kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, nadhar.
b) State of being dedicated or devoted
(berperan aktif, memberi andil karena ikatan pekerjaannya).
Pengertian Pegawai Negeri
Sipil (PNS) menurut kamus umum Bahasa Indonesia, adalah kata pegawai berarti orang yang bekerja pada pemerintah, sedangkan
kata negeri berarti negara atau pemerintah; jadi PNS
adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau negara. Pengertian PNS
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 43 tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesempurnaan Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari
aparatur negara berperan penting untuk mencapai pembangunan secara nasional dan
demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang
baik demi terciptanya pembangunan nasional maka harus dibutuhkan masyarakat
yang madani, taat pada hukum, berperadaban modern, demokratis, dan bermoral
tinggi. Masyarakat mempunyai peran penting dalam penyelenggaran
pemerintahan.Masyarakat mempunyai hak untuk menjadi seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam penyelenggaran pemerintahan. Pegawai Negeri Sipil merupakan salah
satu indikator kesuksesan dalam mewujudkan pembangunan nasional, oleh karena
itu Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur aparatur negara yang mempunyai
peran strategis dalam mengembangkan tugas pemerintahan, meningkatkan mutu
administrasi dan pelayanan publik serta dituntut untuk berdedikasi tinggi,
disiplin, berperilaku pantas sebagai suri tauladan bagi masyarakat.
Pegawai Aparatur Sipil Negera yang selanjutnya disebut
Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintahan dengan perjanjian
kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disingkat PNS adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tetentu,
diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian
untuk menduduki jabatan pemerintahan (Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara). Pegawai Negeri Sipil merupakan alat dan perangkat Pemerintah yang tugas
dan fungsi pokoknya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,dituntut memiliki
integritas dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan jabatannya. Untuk menjamin
hal tersebut, manajemen Pegawai Negeri Sipil seyogyanya dilakukan dengan sistem
dan metode yang tepat,termasuk dalam Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang
taktergoyahkan dalam menjungjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan atau
kelembagaan konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dankebenaran dari
tindakan seseorang. Ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh kata dan
perbuatannya dilihatdari wajah dan penampilannya yang disesuaikan dengan motif
dan kepentinganpribadinya. Seorang pemimpin yang berintegritas adalah tangguh
karena ucapan dan tindakannya.
“Ingat tanpa integritas, motivasi menjadi tidak ada,
tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya, tanpa kapasitas pemahaman
menjadi terbatas, tanpa pemahaman, tidak ada artinya, tanpa pengetahuan,
pengalaman menjadi buta.” Oleh karena itu integritas dan profesionalisme
aparatur harus menggunakan aspek, sebagai berikut:
1)
Aspek potensial,
yang membahas dengan daya mengingat, daya berfikir, bakat danminat, serta
motivasi,
2)
Aspek
profesionalisme, memiliki kemampuan, keterampilan, dan kejujuran,
3)
Aspek
fungsional, melaksanaan pekerjaan dengan tepat guna,
4)
Aspek operasional,
setiap aparatur dapat mendayagunakan kemampuan dan keterampilannya dalam proses
dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja,
5)
Aspek personal,
memiliki sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya, bertanggungjawab,
tekun, disiplin dan dedikasi tinggi,
6)
Aspek
produktivitas, memiliki motif berprestasi, keturunan agar berhasil,
danmemberikan hasil dari pekerjaannya baik kualitas maupun kualitas.
Konsep Integritas Dan Komitmen
PNS
Mengurai
mengenai konsep integritas dan komitmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
merupakan salah satu bagian dari konsep sistem pembinaan pegawai dalam
manajemen kepegawaian Indonesia, maka diperlukan batasan pengertian
terlebih dahulu mengenai kedudukan dan peranan PNS itu. Dalam setiap unit
organisasi pemerintah kedudukan dan peranan PNS sangatlah menentukan, sebab PNS
merupakan sakagurupemerintahan dalam melaksanakan fungsi-fungsi
pelayanan, pengayoman, pemberdayaan, pembangunan, dan pengawasan, bahkan bila
mana perlu mempunyai fungsi pendampingan. Dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang
No. 43 tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian diterangkan mengenai
tugas dan kedudukannya yang mulia, yaitu Pegawai Negeri berkedudukan sebagai
aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan dan pembangunan. Di pasal inilah terkandung tuntutan
terhadap PNS untuk senantiasa berpegang teguh dan mempraktekan sikap
perilaku yang professional, jujur, adil-merata, selalu memenuhi janji,
tegas, disiplin, mencintai profesinya, dan berakhlak mulia/bermoral. Untuk
maksud membentuk sosok PNS seperti itu diperlukan upaya penyadaran
mengenai integritas dan komitmen bagi PNS.
Dengan
adanya amanah tugas dan kedudukan bagi PNS seperti tertera dalam pasal 3
ayat 1 tersebut di atas maka terjadi kemungkinan dalam pe- laksanaannya, PNS
melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku, sehingga dapat
menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat (Contoh: melakukan tindak pidana
KKN). Kemudian kemungkinan lain, seandainya PNS sudah melaksanakan tindakan
sesuai prosedur hukum yang berlaku tetapi hukum yang bersangkutan belum bisa
diterima, masih ditentang oleh warga negara/ masyarakat. (Contoh kejadian
tahun 1992, Pemberlakuan Undang-Undang No. 14/1992 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, yang akhirnya ditunda satu tahun untuk pemberlakuannya
karena ditentang publik/masyarakat). Kemungkinan berikutnya lagi adalah warga
negara (kelompok tertentu) sudah tidak memberikan justifikasi dan legitimasi
hukum terhadap peraturan perundang-undangan tertentu. (Contoh: tuntutan
pencabutan dan tuntutan amandemen terhadap peraturan perundang-undangan ).
Untuk
mengatasi kemungkinan-kemungkinan muncul fenomena di atas, teristimewa untuk
menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa, bebas dari KKN (UU
No.28/1999), efisien, efektif dan mampu melaksanakan seluruh tugas umum
pelayanan, pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya, dilandasi
semangat dan sikap pengabdian pada negara dan bangsa, maka perlu adanya integritas
dan komitmen PNS, meskipun sampai sekarang secara khusus belum
dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan, tetapi implisit ada di
beberapa peraturan perundangan.
Integritas
PNS mewajibkan setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, negara, dan pemerintah, serta wajib menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 4 UU
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian).
Komitmen PNS adalah sumpah/
janji demi Allah yang diperuntukkan bagi setiap calon PNS pada saat
pengangkatannya menjadi PNS untuk selalu komit (bersumpah dan janji) :
1)
Akan setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945,
Negara, dan Pemerintah,
2)
Akan mentaati segala peraturan perundang-undangan dan
melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kesadaran dan tanggung jawab,
3)
Akan menjaga kehormatan dan martabat negara,
pemerintah, dan PNS dan akan
mengutamakan kepentingan negara,
4)
Akan memegang rahasia negara, dan
5)
Akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan
bersemangat demi negara. (pasal
26 UU tentang Pokok-Pokok Kepegawaian).
Dengan
demikian Integritas dan Komitmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menuntut
kekuatan pikiran dan perasaan setiap sosok PNS untuk mampu membedakan
antara yang benar dengan salah atau antara yang baik dengan buruk yang akan
menjadi ukuran sikap, perilaku, kepribadian dalam kedudukannya sebagai PNS yang
berkewajiban dalam melaksanakan tugas pemerintahan, negara, dan melayani
masyarakat dengan jujur, bermoral tinggi, menepati janji, mempertahankan
keutuhan korps dan menjaga nama baiknya, dan mampu bersinergi (Tap MPR Nomor
VI/MPR/2001). Jadi integritas dan komitmen PNS sebagai suatu indikator untuk
menentukan baik buruknya sikap perilaku seorang PNS dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya dalam pemerintahan. PNS dituntut selalu ingat dengan sumpah dan
janjinya, sehingga tidak sampai melalaikan tugas yang menjadi kewajibannya, dan
tidak melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya
dalam pemerintahan. Ranah pemerintahan adalah identik dengan wilayah kerja bagi
PNS dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Dalam
pasal 3 dan penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme,
jo pasal 20 dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah telah diatur pula mengenai asas-asas umum pemerintahan yang
baik sebagi pedoman bagi setiap Penyelenggara Negara berintegritas dan
berkomitmen, sebagai berikut :
1)
Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara,
2)
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan negara,
3)
Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif,
4)
Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara,
5)
Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara,
6)
Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keahlian berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
7)
Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus
dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8)
Asas Efisiensi, (pasal 20 UU
No.32/2004), yaitu asas yang menghemat pengeluaran anggaran (dana), tenaga, dan
waktu.
9)
Asas Efektivitas, (pasal 20 UU No.32/2004),
yaitu asas yang dalam hasil capaian kinerjanya minimal mencapai target yang
telah ditentukan atau bahkan melampauinya.
B. Faktor Yang
Mempengaruhi Integeritas
Berhasil tidaknya pelayanan publik yang dilakukan oleh
Aparatur akan terlihat dari hasil kerja seseorang, karena pada dasarnya kinerja
merupakan faktor-faktor kunci yang digunakan secara efektif dan efektif, karena
hasil kerja dan kinerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kinerja seseorang adalah
kemampuan, usaha dan peluang yang dapat mencerminkan dari hasil pekerjaan.
Karena sifat-sifat yang perlu diketahui oleh pihak-pihak tertentu untuk
mengetahui tingkat pencirian dengan visi dan misi yang diembanorganisasi.
Ada beberapa pakar yangmemberikan faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja:
1)
Menurut Robert
L. Mathis dan John H. Jackson: faktor yang memengaruhi individu yaitu;
kemampuan, motivasi,.
2)
Menurut Mangku negara:
faktor yang memengaruhi lain; kemampuan potensial (IQ), kemampuan realita
(pendidikan) dan motivasi.
3)
Menurut Mc.
Clelland: faktor yang memengaruhi kinerja yaitu; tanggung jawab, berani mengambil
risiko, memiliki tujuan nyata, memiliki rencana kerja, meningkatkan umpan
balik, dan merealisasikan pekerjaan.
Pengembangan organisasi tidak lepas dari kinerja yang
ada, karena sangat penting untuk organisasi yang dinamis, sehingga dapat
menjadi efektif dan efisien. Penghargaan program yang dilakukan secara online
dan sistematis yang sangat membantu untuk mengembangkan, memperbaiki,
meningkatkan kinerja, kebutuhan dan pengembangan, menghasilkan hasil untuk
promosi / mutasi, penelitian pegawai, dan membantu diagnosis untuk desain
perusahaan. Bagi PNSpenilaian Pekerjaan Pekerjaan (DP3), dimana
komponen-komponen yang dilakukan antara lain kesetiaan, prestasikerja, tanggung
jawab, ketaatan, kejujuran, prakarsa dan kepemimpinan. Namunseiring jalan
reformasi birokrasi, sistem prestasi PNS melalui DP3dinilai tidak lagi
bermanfaat sebagai alat ukur kinerja,
Setelah melakukan proseskajian yang panjang dan
mendalam dalam DP3 PNS, maka dirumuskan metode baru dalam melihatkinerja PNS
melalui pendekatan Sasaran Kinerja PNS (SKP). Sistem inimenggabungkan antara
lain SKP dengan mengisi perilaku kerja. Sistem dengan SKP yang digunakan
sebagai dasar kinerja dan fungsi dari masing-masing pegawai, dan tugas yang
diberikan kepada pejabat / pegawai yang terkait dengan tugas pokok, sebagai
bagian dari capaian SKP.
Dengan ketentuan sistembaru dengan SKP dan tambahan
tunjangan kinerja yang diberikan setiap satu bulansekali, sedikit demi sedikit
Mengubah sikap perilaku dari para PNS terutamayang melibatkan dengan pelayanan
publik. Karena mereka sudah terbiasa dengan uang yang didapat, dan kemampuan,
meskipun masih belum secara penuh didukung dengan bukti-buktihasil kinerja yang
dicapainya.
Dari uraian dapatdisediakan bahwa dengan sistemtek SKP
akan meningkatkan pada sistempelayanan publik, dan diharapkan para pelaku
bisnis dapat mengaksesnya, sehingga mereka dapat secara efektif, efektif dan
efisien, dan bagi aparatur sendiri memiliki kepuasan individu.
C. Upaya Yang
Harus Dilakukan Untuk Menuju WBK
Pemerintah
telah menerbitkan Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi yang mengatur tentang
pelaksanaan program reformasi birokrasi.
Peraturan tersebut menargetkan tercapainya tiga
sasaran hasil utama yaitu peningkatan
kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah
yang bersih dan bebas KKN, serta
peningkatan pelayanan publik.
Dalam
rangka mengakselerasi pencapaian sasaran hasil tersebut, maka
berdasarkan Peraturan Menteri PAN dan RB No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, Kementrian
Hukum Dan HAM membangun unit kerja/satuan kerja sebagai pilot
project yang memperoleh predikat Menuju WBK/Menuju WBBM yang dapat menjadi
percontohan penerapan pada unit kerja/satuan kerja lainnya.
Predikat
Menuju WBK adalah predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen
perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem
manajemen SDM, penguatan
pengawasan, dan penguatan
akuntabilitas kinerja, sedangkan Predikat Menuju WBBM adalah predikat
yang diberikan kepada suatu
unit kerja/satuan kerja yang sebelumnya telah mendapat predikat
Menuju WBK dan memenuhi sebagian
besar manajemen
perubahan, penataan tatalaksana,
penataan sistem
manajemen SDM, penguatan
pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan
publik.
Pemilihan unit
kerja/satuan kerja yang diusulkan mendapat predikat
Menuju WBK/Menuju WBBM memperhatikan beberapa syarat
yang telah ditetapkan, diantaranya:
a)
setingkat eselon I sampai dengan eselon III;
b)
dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan
pelayanan publik;
c)
mengelola sumber daya yang cukup besar; serta
d)
memiliki tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup tinggi di unit
kerja/satuan kerja tersebut.
Proses pemilihan
unit kerja/satuan kerja dilakukan oleh Tim Kerja Pembangunan Zona Integritas
di lingkungan Kementrian Hukum Dan HAM yang telah dibentuk untuk melakukan
identifikasi terhadap unit kerja/satuan
kerja yang berpotensi sebagai
unit kerja/satuan kerja berpredikat Menuju
WBK/Menuju WBBM . Setelah melakukan identifikasi,
Tim Kerja Pembangunan Zona Integritas mengusulkan unit
kerja/satuan kerja kepada Kepala KEMENKUMHAM untuk
ditetapkan sebagai calon unit kerja/satuan kerja
berpredikat Zona Integritas Menuju WBK/Menuju WBBM.
Selanjutnya Tim
Penilai Internal melakukan penilaian mandiri terhadap unit kerja/satuan kerja
yang diusulkan untuk mendapat predikat Menuju WBK/Menuju WBBM. Apabila
hasil penilaian mandiri mendapat predikat Menuju
WBK/Menuju WBBM maka unit kerja/satuan kerja tersebut
diusulkan ke Kementerian PAN dan RB untuk dilakukan reviu.
Apabila hasil reviu unit kerja/satuan kerja tersebut memenuhi syarat Menuju
WBK/Menuju WBBM, maka Kementerian PAN dan RB akan memberikan
rekomendasi kepada KEMENKUMHAM agar unit kerja/satuan kerja
tersebut ditetapkan sebagai unit kerja/satuan kerja berpredikat Menuju
WBK/Menuju WBBM. Apabila hasil reviu
menyatakan bahwa nilai unit
kerja/satuan kerja tidak memenuhi nilai minimal
WBK/WBBM, maka Kementerian PAN dan RB merekomendasikan kepada
KEMENKUMHAM agar unit kerja/satuan kerja tersebut dibina kembali.
Unit
kerja/satuan kerja yang diusulkan memenuhi syarat oleh Kementerian PAN dan RB,
akan ditetapkan sebagai unit kerja/satuan kerja berpredikat Menuju WBK dalam
Keputusan Kepala KEMENKUMHAH Kanwil Brebes, sedangkan penetapan unit
kerja/satuan kerja berpredikat Menuju WBBM dituangkan dalam Keputusan Menteri
PAN dan RB.
Reformasi birokrasi
pemerintahan daerah
Seiring dengan
perubahan era pemerintahan di Indonesia, dari era orde baru ke era reformasi, terjadi
pula perubahan model pemerintahan daerah dari sentralisasi ke desentralisasi.
Desentralisasi yang sering diartikan sebagai pelimpahan atau pembagian
kewenangan (kekuasaan) pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (local
government). Dalam hal ini pengertian local government bisa mempunyai dua arti.
Pertama, local government yang mendasarkan pada asas dekonsentrasi. Kedua,
local state government dalam arti local self autonomous government.
Karena memang,
reformasi birokrasi merupakan suatu kebutuhan baik di negara-negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia maupun dinegara-negara yang relatif sudah mapan.
Maka dari itu, Indonesia dapat melakukan langkah-langkah untuk reformasi
birokrasi seperti yang dilakukan oleh Negara-negara yang tergabung dalam OECD
(organization for economic cooperation and development) dengan melakukan ;
a)
Decentralisation of authority within governmental units and devolution of
responsibilities to lower levels of government;
b)
A re-examination of what government should both do and pay for, what it
should pay for but not do, and what it should neither do nor pay for;
c)
Downsizing the public service and privatisation and corporatisation of
activities;
d)
Consideration of more cost-effective ways of delivering services, such as
contracting out, market mechanisms and user charges;
e)
Customer orientation, including explicit quality standards for public
services;
f)
Benchamarking and measuring performance and;
g)
Reforms designed to simplify regulation and reduce its costs.
Berdasarkan hal
tersebut, maka kebijaksanaan pengembangan SDM aparatur birokrasi harus
diproyeksikan pada kemampuan dan atau pengetahuan umum (general knowledge),
teknis spesifik (technical knowledge), pengorganisasi tugas/pekerjaan (job
organizing), wawasan administrasi (administrative concept), serta kemauan untuk
selalu melakukan pengenalan diri (self knowledge). Aparatur yang memiliki
perilaku (attitude) dan atau ketertarikan (interest) dalam hal-hal: sikap
percaya diri (self confidence), berorientasi pada tindakan (action eoriented),
dorongan untuk selalu meningkatkan kualitas diri, serta sikap tanggung jawab
(responsibility) sangat dibutuhkan dalam memodernisasi lembaga publik
(pemerintah) ini. Selain itu, standarisasi profesionalisme pada aparatur
birokrasi juga harus berdasarkan dengan prinsip the right man on the right
place.
Oleh karena itu,
strategi dan kebijakan untuk meningkatkan integritas moral dan profesionalisme
aparatur birokrasi dapat diimplementasikan dalam bentuk program yang secara
simultan dilaksanakan melalui:
a)
Proses seleksi yang diadakan untuk merekruit SDM aparatur birokrasi
dilaksanakan seobyektif mungkin, dengan menggunakan standar yang tinggi dan
ketat dan pelaksanaan proses seleksi yang jujur.
b)
Dalam rangka meningkatkan integritas dan profesionalisme, aparatur
birokrasi harus dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance, seperti prinsip
keterbukaan (transparancy) dan akuntabilitas (accountability).
Keterbukaan dapat diartikan bahwa aparatur birokrasi adalah bagian dari
masyarakat, yang berintegrasi dengan masyarakat serta memiliki hak yang sama
sebagai warga negara. Akuntabilitas artinya aparatur birokrasi harus dapat
mempertanggungjawabkan semua perilakunya secara hukum, dan meminimalisir
pelanggaran yang terjadi.
c)
Perbaikan-perbaikan sistem promosi aparatur birokrasi, pendidikan dan
pelatihan, serta mekanisme pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang
besar kepada masyarakat terhadap perilaku aparatur birokrasi. Misalnya dengan
melaksanakan:
ü
Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan;
ü
Pendidikan dan pelatihan fungsional;
ü
Pendidikan dan pelatihan teknis;
ü
Penegakan disiplin aparatur birokrasi melalui pemberian reward and punish
ment.
d)
Peningkatan kesejahteraan aparatur birokrasi yang sesuai dengan pemenuhan
kebutuhan hidup. Sebagai bagian dari upaya penegakan supremasi hukum. Secara
kelembagaan aparatur birokrasi yang belum sesuai menjadi penyebab tidak
berjalannya reformasi birokrasi.
Kearah upaya
meningkatkan integritas dan profesionalisme inilah aparatur birokrasi harus
dibawa dan diposisikan guna dapat mengemban tugas pokoknya secara lebih baik,
sebab hanya dengan demikian aparatur birokrasi akan memperoleh kredibilitas,
legalitas, akuntanbilitas dan wibawanya sehingga senantiasa, akan dekat dan
dapat dipercaya oleh rakyatnya. Dan pada akhirnya reformasi birokrasi menjadi
sukses, sehingga Wilayah Bebas dari Korupsi juga dapat terwujud.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Permasalahan-permasalahan
yang yang di hadapi oleh aparatur birokrasi muncul sebagai akibat adanya
beberapa perilaku pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh oknum aparatur
birokrasi dalam melayani masyarakat. Sehingga reformasi birokrasi gagal
dilaksanakan, dan yang terjadi adalah, ketidakmampuan aparatur birokrasi dalam
menghadapi kompleksitas yang bergerak secara eksponensial sekarang ini,
antipati, trauma, berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan
ancaman kegagalan pencapaian pemerintahan yang baik (good governance), bahkan
menghambat keberhasilan pembangunan nasional. Padahal pelanggaran hanya
dilakukan oleh segelintir oknum aparatur birokrasi yang tidak bertanggung
jawab, namun secara tidak langsung dapat mencoreng wajah birokrasi.
Maka dari itu, prinsip
integritas dan profesionalisme muncul sebagai suatu kebutuhan terhadap
tantangan tugas yang dihadapi aparatur birokrasi, sebab tanpa prinsip tersebut
tidaklah mungkin tercapai tingkat efektifitas dan produktivitas yang tinggi
dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi.
Dalam rangka meningkatkan
integritas ASN di lingkungan kerja KEMENKUMHAM kanwil Brebes pemerintah perlu
melakukan beberapa langkah strategis diantaranya ;
1.
Menyiapkan SDM yang berkualitas dengan cara melakukan recrutment secara
transparan tanpa adanya KKN dan menempatkan ASN sesuai dengan bidangnya.
2.
Melakukan penyuluhan atau pendidikan moral terhadap ASN agar mempunyai rasa
malu saat terlibat KKN.
3.
Melakukan pengawasan dan penindakan tegas terhadap oknum ASN yang terlibat
kasus KKN atau pun kasus lainya.
Jika semuanya dilaksanakan
dengan baik dan serius maka bukan hal yang mustahil akan terciptanya Wilayah
Bebas Korupsi (WBK).
DAFTAR PUSTAKA
Lutfi, Chakim. 2012. “MENINGKATKAN INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME APARATUR BIROKRASI SEBAGAI
UPAYA MENSUKSESKAN REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH”,Artikel diambil
dari internet pada 19 September 2018 melalui : http://www.lutfichakim.com/2012/05/meningkatkan-integritas-dan.html.
Raharusun, Anthon. 2017. “GOOD GOVERNANCE DAN PENGUATAN MANAJEMEN ASN MENUJU BIROKRASI BERKELAS DUNIA” ,Artikel diambil dari internet pada 19 September 2018 melalui : http://www.peradi.or.id/index.php/infoterkini/detail/good-governance-dan-penguatan-manajemen-asn-menuju-birokrasi-berkelas-dunia-oleh-dr-anthon-raharusun-s-h-m-h-ketua-dpc-peradi-kota-jayapura-periode-2017-2022.
“ASN
Yang Berintegritas ?” , Artikel diambil dari internet pada 11 September 2018 melalui : http://pusdiklat.kemendag.go.id/v2017/kolom/asn-yang-berintegritas.
“Pembangunan
Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani (WBBM)”, Artikel diambil dari internet pada 21 September 2018 melalui : http://rb.pom.go.id/id/content/delapan-area-perubahan/penguatan-pengawasan/pembangunan-zona-integritas-menuju-wilayah-bebas.
“INTEGRITAS
DAN KOMITMEN BAGI PNS Oleh : Sopingi, Widyaiswara Bandiklat DIY”. Artikel diambil dari internet pada 19 September 2018 melalui : http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/kegiatan/artikel/item/91-integritas-dan-komitmen-bagi-pns-oleh-sopingi-widyaiswara-bandiklat-diy.
“Pemantapan Integritas
Aparatur Sipil Negara Dalam Pelayanan Publik” ,Artikel
diambil dari internet pada 19
September 2018 melalui : http://pusdiklat.kemendag.go.id/v2018/kolom/pemantapan-integritas-aparatur-sipil-negara-dalam-pelayanan-publik.
“Buku Pedoman WBK KEMENKUMHAM”, Artikel diambil dari E-book pada 19 September
2018 melalui : https://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/1587/3Buku_Pedoman_WBK_WBBM.pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar