LINGKARAN KEMISKINAN
Konsep lingkaran kemiskinan (vicious
circle of poverty) ini pertama kali dikenalkan oleh Ragnar Nurkse dalam
bukunya yang berjudul Problems of Capital Formation in Underdeveloped
Countries (1953). Nurkse mengemukakan konsepnya tersebut sebagai sebuah
landasan untuk menjelaskan tentang perlunya strategi pembangunan yang seimbang.
Lingkaran kemiskinan itu sendiri dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu
sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi dimana sebuah negara akan tetap
miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan
yang lebih tinggi.
Salah satu faktor yang diidentifikasi
Nurkse sebagai penyebab timbulnya lingkaran kemiskinan adalah adanya hambatan
dalam pembentukan modal yang tinggi.
Pada satu sisi, pembentukan modal ditentukan oleh tingkat
tabungan, dan pada sisi lain pembentukan
modal dipengaruhi oleh ada tidaknya faktor pendorong untuk kegiatan investasi. Menurut
pandangan Nurkse, ada dua jenis
lingkaran kemiskinan yang menghalangi NSB untuk mencapai tingkat pembangunan
yang pesat yaitu (1) dari segi penawaran modal; dan (2) dari segi permintaan
modal.
Dalam analisisnya, Nurkse menyatakan bahwa peningkatan
pembentukan modal bukan hanya dibatasi oleh lingkaran kemiskinan, namun juga oleh adanya efek pamer
internasional (International demonstration effect). Efek ini didefinisikan sebagai suatu
kecenderungan untuk meniru pola konsumsi di kalangan masyarakat yang lebih
maju. Konsep ini memandang bahwa perdagangan dengan negara-negara yang lebih
maju akan memicu kenaikan konsumsi domestik atas barang-barang impor yang
dinilai mempunyai kualitas dan spesifikasi produk yang lebih baik dari
barang-barang lokal. Konsep ini memandang bahwa perdagangan dengan
negara-negara yang lebih maju akan memicu kenaikan konsumsi domestik atas
barang-barang impor yang dinilai mempunyai kualitas dan spesifikasi produk yang
lebih baik daripada barang-barang lokal. Menurut konsep ini, kenaikan konsumsi
domestik atas barang-barang impor dinilai akan mengurangi laju pertumbuhan
ekonomi yang akan dicapai.
Richard Nelson (1956) mengemukakan sebuah
konsep yang berkaitan dengan fenomena keterbelakangan NSB dan faktor-faktor
penyebabnya. menurutnya, pada kondisi keseimbangan, pendapatan per kapita, laju tabungan serta laju investasi suatu
negara berada pada tingkat yang rendah dan hal ini merupakan masalah klasik
yang dialami oleh NSB.
Dalam analisisnya, Nelson menggunakan tiga macam hubungan dalam
menggambarkan perangkap ekonomi pada tingkat pendapatan rendah tersebut yaitu
(1) pendapatan merupakan fungsi dari persediaan modal, tingkat teknologi, dan jumlah penduduk; (2) investasi tercermin
pada modal yang tercipta dari tabungan dan berwujud tambahan persediaan
faktor-faktor produksi; serta (3) dengan tingkat pendapatan per kapita yang
rendah maka perubahan jangka pendek dari laju pertumbuhan penduduk merupakan
akibat dari perubahan tingkat kematian,
dan perubahan tingkat kematian itu merupakan akibat dari perubahan
tingkat pendapatan per kapita.
STRATEGI UPAYA MINIMUM KRITIS
Harvey Leibenstein mengajukan sebuah tesis
yang menyatakan bahwa sebagian besar NSB direkam oleh lingkaran setan
kemiskinan yang membuat mereka tetap berada pada tingkat keseimbangan
pendapatan per kapita yang rendah. Jalan keluar dari kebuntuan ini adalah
dengan melakukan suatu upaya minimum kritis (critical minimum effort)
tertentu yang akan meningkatkan pendapatan per kapita pada tingkat dimana
pembangunan yang berkesinambungan (sustainable) akan terjadi. secara
lebih konkret, upaya minimum kritis dapat dipandang sebagai tingkat investasi
minimum yang akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan riil berkesinambungan.
Tesis Leibenstein didasarkan pada kenyataan
bahwa laju pertumbuhan penduduk merupakan fungsi dari laju pendapatan per
kapita. Laju pertumbuhan penduduk
berkaitan erat dengan berbagai tahap pembangunan ekonomi.
Selain pertumbuhan penduduk, ada beberapa beberapa faktor lain yang
memerlukan penerapan upaya minimum kritis,
antara lain (1) skala disekonomis internal, yang timbul sebagai akibat
tak dapat dibagikan faktor produksi; dan (2) skala disekonomi eksternal, yang timbul sebagai akibat adanya
ketergantungan eksternal, hambatan
budaya dan kelembagaan yang ada di NSB.
Leibenstein membedakan rangsangan
pertumbuhan ke dalam dua jenis yakni (1) rangsangan zero-sum yang tidak
meningkatkan pendapatan nasional namun hanya bersifat upaya distributif; dan
(2) rangsangan positive-sum yang berarti terdapat upaya pengembangan pendapatan
nasional.
Menurut Leibenstein, hanya kegiatan positive-sum yang dinilai
mampu menghasilkan pembangunan ekonomi. Namun, kondisi yang ada di NSB sering
kali hanya mendorong pengusahanya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
bersifat zero-sum. Jadi, kegiatan zero-sum bukanlah kegiatan yang secara riil
menciptakan pendapatan nasional, namun
hanya sekedar pemindahan likuiditas dari satu orang ke orang yang lain. Oleh
karena itu, upaya minimum kritis itu harus cukup besar agar tercipta suatu
iklim yang relevan bagi berlangsungnya rangsangan positive-sum.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG
Pembangunan seimbang dapat diartikan
sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara berbarengan (simultaneuos)
sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu, pembangunan seimbang ini juga dapat diartikan sebagai keseimbangan
pembangunan di berbagai sektor. Strategi
pembangunan seimbang ini mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan
harmonis di berbagai sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh
bersama. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara sisi permintaan dan
sisi penawaran.
Pembangunan seimbang dapat pula
didefinisikan sebagai usaha pembangunan yang bertujuan untuk mengatur program
investasi sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan timbul hambatan yang
bersumber dari penawaran dan permintaan.
Menurut Rosenstein-Rodan, ada tiga jenis syarat mutlak minimal dan
ekonomi eksternal, antara lain :
a)
syarat mutlak minimal dalam
fungsi produksi
b)
syarat mutlak minimal pada
permintaan
c)
syarat mutlak minimal pada
persediaan tabungan
Kritik terhadap Strategi Pembangunan
Seimbang
Berikut ini adalah sejumlah kritik yang
diajukan beberapa pakar pembangunan tersebut,
sebagai berikut:
a)
Peningkatan biaya. Pendirian
serentak sejumlah industri akan meningkatkan biaya modal dan biaya riil
produksi.
b)
Tidak menaruh perhatian pada
penurunan biaya. Kelemahan dasar teori ini adalah kurang adanya perhatian pada
upaya-upaya penurunan biaya pada industri-industri yang sudah ada.
c)
Adanya kecenderungan hubungan
yang bersifat subtitutif antar industri.
d)
Gagal sebagai teori
pembangunan. Strategi pembangunan seimbang lebih berupa "perampasan
hak" atas sektor industri lama oleh sektor industri baru.
e)
Di luar kemampuan NSB. Jika suatu negara sudah mampu melaksanakan
doktrin pembangunan seimbang maka negara tersebut bukanlah NSB lagi.
f)
Kelangkaan sumber daya di NSB.
Masalah kelangkaan sumber daya selalu muncul dan mendera NSB. Strategi ini
dinilai gagal memecahkan masalah kelangkaan sumber daya.
g)
Adanya dipromosikan pada faktor
produksi di NSB. Kurang proporsionalnya faktor-faktor produksi yang mereka
miliki.
h)
Investasi secara besar-besaran
bukanlah sebuah solusi.
i)
Tidak mempertimbangkan faktor
perencanaan. Investasi secara serentak
pada berbagai sektor memerlukan perencanaan,
pengarahan dan koordinasi oleh pemerintah.
j)
Menimbulkan eksternalitas
negatif.
STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG
Menurut konsep ini, investasi seyogyanya
dilakukan pada sektor yang terpilih daripada secara serentak di semua sektor
ekonomi.
Pada dasarnya, pembangunan tidak seimbang adalah pola
pembangunan yang lebih bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan di NSB.
Menurut Hirschman, pola pembangunan
tidak seimbang ini didasarkan oleh beberapa pertimbangan, antara lain:
- Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang.
- Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya yang tersedia.
- Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan kemacetan (bootlenecks) atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunannya, namun hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
Pembangunan tidak seimbang ini juga
dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan di NSB karena negara-negara tersebut
menghadapi masalah kelangkaan sumber daya.
BAGI YANG INGIN BERTANYA TUGAS BISA HUB 081902465337
Tidak ada komentar:
Posting Komentar