INISIASI 3 EKONOMI PEMBANGUNAN UT SEMESTER 8

LINGKARAN KEMISKINAN
Konsep lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty) ini pertama kali dikenalkan oleh Ragnar Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries (1953). Nurkse mengemukakan konsepnya tersebut sebagai sebuah landasan untuk menjelaskan tentang perlunya strategi pembangunan yang seimbang.
Lingkaran kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi dimana sebuah negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.
Salah satu faktor yang diidentifikasi Nurkse sebagai penyebab timbulnya lingkaran kemiskinan adalah adanya hambatan dalam pembentukan modal yang tinggi.
Pada satu sisi,  pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan,  dan pada sisi lain pembentukan modal dipengaruhi oleh ada tidaknya faktor pendorong untuk kegiatan investasi. Menurut pandangan Nurkse,  ada dua jenis lingkaran kemiskinan yang menghalangi NSB untuk mencapai tingkat pembangunan yang pesat yaitu (1) dari segi penawaran modal; dan (2) dari segi permintaan modal.
Dalam analisisnya,  Nurkse menyatakan bahwa peningkatan pembentukan modal bukan hanya dibatasi oleh lingkaran kemiskinan,  namun juga oleh adanya efek pamer internasional (International demonstration effect).  Efek ini didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk meniru pola konsumsi di kalangan masyarakat yang lebih maju. Konsep ini memandang bahwa perdagangan dengan negara-negara yang lebih maju akan memicu kenaikan konsumsi domestik atas barang-barang impor yang dinilai mempunyai kualitas dan spesifikasi produk yang lebih baik dari barang-barang lokal. Konsep ini memandang bahwa perdagangan dengan negara-negara yang lebih maju akan memicu kenaikan konsumsi domestik atas barang-barang impor yang dinilai mempunyai kualitas dan spesifikasi produk yang lebih baik daripada barang-barang lokal. Menurut konsep ini, kenaikan konsumsi domestik atas barang-barang impor dinilai akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai.
Richard Nelson (1956) mengemukakan sebuah konsep yang berkaitan dengan fenomena keterbelakangan NSB dan faktor-faktor penyebabnya.  menurutnya,  pada kondisi keseimbangan,  pendapatan per kapita,  laju tabungan serta laju investasi suatu negara berada pada tingkat yang rendah dan hal ini merupakan masalah klasik yang dialami oleh NSB.
Dalam analisisnya,  Nelson menggunakan tiga macam hubungan dalam menggambarkan perangkap ekonomi pada tingkat pendapatan rendah tersebut yaitu (1) pendapatan merupakan fungsi dari persediaan modal,  tingkat teknologi,  dan jumlah penduduk; (2) investasi tercermin pada modal yang tercipta dari tabungan dan berwujud tambahan persediaan faktor-faktor produksi; serta (3) dengan tingkat pendapatan per kapita yang rendah maka perubahan jangka pendek dari laju pertumbuhan penduduk merupakan akibat dari perubahan tingkat kematian,  dan perubahan tingkat kematian itu merupakan akibat dari perubahan tingkat pendapatan per kapita.
STRATEGI UPAYA MINIMUM KRITIS
Harvey Leibenstein mengajukan sebuah tesis yang menyatakan bahwa sebagian besar NSB direkam oleh lingkaran setan kemiskinan yang membuat mereka tetap berada pada tingkat keseimbangan pendapatan per kapita yang rendah. Jalan keluar dari kebuntuan ini adalah dengan melakukan suatu upaya minimum kritis (critical minimum effort) tertentu yang akan meningkatkan pendapatan per kapita pada tingkat dimana pembangunan yang berkesinambungan (sustainable) akan terjadi. secara lebih konkret, upaya minimum kritis dapat dipandang sebagai tingkat investasi minimum yang akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan riil berkesinambungan.
Tesis Leibenstein didasarkan pada kenyataan bahwa laju pertumbuhan penduduk merupakan fungsi dari laju pendapatan per kapita.  Laju pertumbuhan penduduk berkaitan erat dengan berbagai tahap pembangunan ekonomi.
Selain pertumbuhan penduduk,  ada beberapa beberapa faktor lain yang memerlukan penerapan upaya minimum kritis,  antara lain (1) skala disekonomis internal, yang timbul sebagai akibat tak dapat dibagikan faktor produksi; dan (2) skala disekonomi eksternal,  yang timbul sebagai akibat adanya ketergantungan eksternal,  hambatan budaya dan kelembagaan yang ada di NSB.
Leibenstein membedakan rangsangan pertumbuhan ke dalam dua jenis yakni (1) rangsangan zero-sum yang tidak meningkatkan pendapatan nasional namun hanya bersifat upaya distributif; dan (2) rangsangan positive-sum yang berarti terdapat upaya pengembangan pendapatan nasional.
Menurut Leibenstein,  hanya kegiatan positive-sum yang dinilai mampu menghasilkan pembangunan ekonomi. Namun, kondisi yang ada di NSB sering kali hanya mendorong pengusahanya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat zero-sum. Jadi, kegiatan zero-sum bukanlah kegiatan yang secara riil menciptakan pendapatan nasional,  namun hanya sekedar pemindahan likuiditas dari satu orang ke orang yang lain. Oleh karena itu, upaya minimum kritis itu harus cukup besar agar tercipta suatu iklim yang relevan bagi berlangsungnya rangsangan positive-sum.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG
Pembangunan seimbang dapat diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara berbarengan (simultaneuos) sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain.  Selain itu, pembangunan seimbang  ini juga dapat diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor.  Strategi pembangunan seimbang ini mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan harmonis di berbagai sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran.
Pembangunan seimbang dapat pula didefinisikan sebagai usaha pembangunan yang bertujuan untuk mengatur program investasi sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan timbul hambatan yang bersumber dari penawaran dan permintaan.
Menurut Rosenstein-Rodan,  ada tiga jenis syarat mutlak minimal dan ekonomi eksternal,  antara lain :
a)      syarat mutlak minimal dalam fungsi produksi
b)      syarat mutlak minimal pada permintaan
c)      syarat mutlak minimal pada persediaan tabungan

Kritik terhadap Strategi Pembangunan Seimbang
Berikut ini adalah sejumlah kritik yang diajukan beberapa pakar pembangunan tersebut,  sebagai berikut:
a)      Peningkatan biaya. Pendirian serentak sejumlah industri akan meningkatkan biaya modal dan biaya riil produksi.
b)      Tidak menaruh perhatian pada penurunan biaya. Kelemahan dasar teori ini adalah kurang adanya perhatian pada upaya-upaya penurunan biaya pada industri-industri yang sudah ada.
c)      Adanya kecenderungan hubungan yang bersifat subtitutif antar industri.
d)      Gagal sebagai teori pembangunan. Strategi pembangunan seimbang lebih berupa "perampasan hak" atas sektor industri lama oleh sektor industri baru.
e)      Di luar kemampuan NSB.  Jika suatu negara sudah mampu melaksanakan doktrin pembangunan seimbang maka negara tersebut bukanlah NSB lagi.
f)       Kelangkaan sumber daya di NSB. Masalah kelangkaan sumber daya selalu muncul dan mendera NSB. Strategi ini dinilai gagal memecahkan masalah kelangkaan sumber daya.
g)      Adanya dipromosikan pada faktor produksi di NSB. Kurang proporsionalnya faktor-faktor produksi yang mereka miliki.
h)      Investasi secara besar-besaran bukanlah sebuah solusi.
i)        Tidak mempertimbangkan faktor perencanaan.  Investasi secara serentak pada berbagai sektor memerlukan perencanaan,  pengarahan dan koordinasi oleh pemerintah.
j)        Menimbulkan eksternalitas negatif. 
STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG
Menurut konsep ini, investasi seyogyanya dilakukan pada sektor yang terpilih daripada secara serentak di semua sektor ekonomi.
Pada dasarnya,  pembangunan tidak seimbang adalah pola pembangunan yang lebih bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan di NSB. Menurut Hirschman,  pola pembangunan tidak seimbang ini didasarkan oleh beberapa pertimbangan,  antara lain:
  1. Secara historis,  proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang.
  2. Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya yang tersedia.
  3. Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan kemacetan (bootlenecks) atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunannya,  namun hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
Pembangunan tidak seimbang ini juga dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan di NSB karena negara-negara tersebut menghadapi masalah kelangkaan sumber daya.



 BAGI YANG INGIN BERTANYA TUGAS BISA HUB 081902465337

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yang terbaik

jasa joki UT dan karya ilmiyah segala jurusan jaminan lolos plagiat 0878 9797 9399

  Dampak Kenaikan Nilai Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19 (PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM) ...