Masalah Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Pertumbuhan
Penduduk di NSB
Negara sedang berkembang mengalami
pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi.
Ada tiga ciri
pokok yang menandai perkembangan dan permasalahan kependudukan di Indonesia
dewasa ini yaitu laju pertumbuhan penduduk yang masih perlu diturunkan,
penyebaran penduduk antardaerah yang kurang merata, dan kualitas kehidupan
penduduk yang perlu ditingkatkan.
Rasio
ketergantungan merupakan salah satu indikator
demografi yang penting. Rasio ketergantungan
dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan
ekonomi suatu Negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang
berkembang. Rasio ketergantungan dapat dilihat menurut umur, yaitu rasio
ketergantungan muda dan rasio ketergantungan tua. Rasio ketergantungan muda
adalah perbandingan jumlah penduduk umur 0-14 tahun dengan jumlah penduduk umur
15-64 tahun, sedang rasio ketergantungan tua adalah perbandingan jumlah
penduduk umur 65 tahun ke atas dengan jumlah penduduk di usia 15-64 tahun. Semakin
tingginya rasio persentase ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban
yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk
yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Untuk Indonesia
pada tahun 2005 angka beban tanggungan besarnya 51,92. Ini berarti tiap-tiap
100 penduduk umur produktif harus menanggung 51,92 penduduk yang tidak
produktif. Besarnya golongan umur anak-anak, yang disebabkan oleh tingginya
angka kelahiran merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi karena sebagian
dari pendapatan terpaksa harus dikeluarkan untuk keperluan sandang dan pangan
bagi mereka yang merupakan beban tanggungan penduduk itu. Masalah kependudukan
lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan di
Indonesia adalah pola penyebaran penduduk dan mobilitas tenaga kerja yang
kurang seimbang, baik dilihat dari sisi antar pulau, antardaerah maupun antara
daerah perdesaan dan daerah perkotaan, serta antarsektor.
Teori Perangkap Penduduk Malthus
Dalam tulisannya
yang berjudul Essay on the Principle of
Population, mengemukakan konsep hasil yang semakin menurun (concept of diminishing returns) yaitu
pertumbuhan penduduk suatu negara tumbuh menurut deret ukur dan hasil yang
menurun dari faktor produksi tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut
deret hitung. Oleh karena itu Malthus
berkeyakinan bahwa satu-satunya cara untuk menghapuskan tingkat kehidupan yang
rendah atau “kemiskinan absolute” adalah dengan menganjurkan masyarakat untuk
“menahan hawa nafsu” (moral restraint)
dan membatasi jumlah keturunannya.
Para ekonom
modern memberi nama gagasan Malthus ini sebagai perangkap penduduk pada tingkat
keseimbangan rendah (low level
equilibrium population trap) atau lebih dikenal sebagai teori perangkap
penduduk dari Malthus. Model ini merupakan teori sederhana yang melukiskan
hubungan antara pertumbuhan poenduduk dan pembangunan ekonomi.
Teori Transisi Kehidupan
Teori Transisi
kependudukan (demographic transition)
berusaha untuk menjelaskan tentang mengapa semua negara yang pada masa sekarang
dapat dikategorikan sebagai negara-negara maju, kurang lebih melalui tiga
tahapan dalam sejarah kependudukan modern.
Tahap I,
negara-negara mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat lambat karena laju
tingkat kelahiran hampir sama dengan laju tingkat kematian.
Tahap II, terjadinya modernisasi, yang pada akhirnya
menurunkan tingkat kematian dan secara perlahan menaikkan tingkat harapan
hidup, pertumbuhan penduduk menjadi meningkat.
Tahap III, terjadi
pada saat kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh modernisasi dan pembangunan
menyebabkan tingkat kelahiran menurun seimbang dengan tingkat kematian sehingga
pertumbuhan penduduknya relatif kecil atau bahkan tidak tumbuh sama sekali.
Migrasi dan Pengangguran
Migrasi
merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah tertentu ke daerah lainnya,
migrasi dipengaruh banyka faktor dan kompleks, yaitu
a. Faktor-faktor sosial, termasuk hasrat para migran untuk keluar dari
kendala-kendala tradisional dari organisasi-organisasi
b. Faktor-faktor fisik, termasuk iklim dan bencana alam, seperti banjir
dan tanah longsor
c. Faktor-faktor demografis, termasuk penurunan tingkat kematian dan
bersamaan dengan itu tingkat
pertumbuhan penduduk perdesaan yang sangat tinggi.
d. Faktor-faktor budaya, termasuk adanya hubungan “keluarga besar” (extended family) dan adanya anggapan
tentang “gemerlapnya kehidupan kota”
e. Faktor-faktor komunikasi yang dihasilkan oleh perbaikan transportasi, sistem pendidikan
yang berorientasikan kepada perkotaan, dan dampak modernisasi dari pengenalan
radio, televisi dan bioskop.
Secara umum,
karakteristik para migran dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu
Karakteristik demografis, karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi
Teori-teori tentang proses migrasi
1. Teori Lewis
Dalam model Lewis, perekonomian
dibagi menjadi 2 sektor yaitu sektor tradisional yang ditandai oleh
produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah atau bahkan nol, dan sektor
modern dimana tenaga kerja dari sektor subsisten berpindah secara perlahan.
Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan
pertumbuhan tingkat kesempatan kerja (employment)
di sektor modern.
2. Teori Migrasi Todaro
Model ini merumuskan bahwa migrasi
berkembang karena adanya perbedaan-perbedaan antara pendapatan yang diharapkan
dan yang terjadi di perdesaan dan di perkotaan. Asumsi dasar yang digunakan
adalah bahwa para migran memperhatikan berbagai kesempatan kerja yang tersedia
bagi mereka dan memilih salah satu yang dapat memaksimumkan manfaat yang mereka
harapkan dari bermigrasi tersebut.
Masalah
Pengangguran
Macam-macam pengangguran
Menurut Edwards (1974) di dalam Todaro
& Smith (2003) beberapa dimensi
pengangguran antara lain:
1. Waktu
2. Intensitas pekerjaan
3. Produktivitas
Berdasarkan kriteria
tersebut Edwards ,membedakan 5 bentuk pengangguran yaitu:
a. Pengangguran terbuka
b. Setengah menganggur (underemployment)
c. Tampaknya bekerja, namun tidak bekerja secara penuh
d. Tenaga kerja yang lemah (impaired)
e. Tenaga kerja yang tidak produktif
Hubungan
antara Pengangguran, Kemiskinan, dan Ditribusi Pendapatan
Pemberian upah yang memadai dan
menyediakan kesempatan-kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin merupakan
salah satu mekanisme pokok dalam mengurangi kemiskinan dan kepincangan
distribusi pendapatan. Oleh karena itu peningkatan kesempatan kerja merupakan
unsur yang paling esensial dalam setiap strategi pembangunan yang
menitikberatkan kepada penghapusan kemiskinan.
Hubungan
antara Pengangguran dan Pertumbuhhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menciptakan
sebuah skema pengurangan angka pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diharapkan akan menciptakan pertumbuhan output sehingga dibutuhkan banyak
tenaga kerja untuk mengejar kapasitas output yang meningkat itu.
Tantangan utama yang dihadapi oleh
Pemerintah Indonesia adalah penciptaan lapangan kerja baru guna mengurangi
angka pengangguran yang terus bertambah. Dalam jangka panjang, relatif
rendahnya daya serap tenaga kerja di Indonesia ini dapat memicu timbulnya permasalahan yang lebih rumit dan kompleks,
terutama permasalahan sosial dan ekonomi. Besarnya potensi permasalahan sosial
dan ekonomi yang dapat terjadi mengikuti rendahnya daya serap tenaga kerja,
antara lain:
a. rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat
b. rendahnya kemampuan daya beli (purchasing
power) masyarakat
c. meningkatnya jumlah pengangguran
d. meningkatnya arus migrasi (desa-kota)
e. adanya ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah
TUGAS BISA HUB 081902465337
Tidak ada komentar:
Posting Komentar