DISTRIBUSI PENDAPATAN
Konsep Dan Teori Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya.
Ada beberapa cara yang dijadikan sebagai indikator untuk mengukur kemerataan
distribusi pendapatan, diantaranya yaitu :
- 1. Ditribusi Ukuran
Distribusi pendapatan perseorangan ( personal distribution of income ) atau
distribusi ukuran pendapatan ( size distribution of income ) merupakan
indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara
langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau
rumah tangga.Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak
pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu
bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan
yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga
diabaikan. Bila si X dan si Y masing-masing menerima pendapatan yang sama per
tahunnya, maka kedua orang tersebut langsung dimasukkan ke dalam satu kelompok
atau satu kategori penghasilan yang sama, tanpa mempersoalkan bahwa si X
memperoleh uangnya dari membanting tulang selama 15 jam sehari, sedangkan si Y
hanya ongkang-ongkang kaki menunggu bunga harta warisan yang didepositokannya.
Berdasarkan pendapatan tersebut , lalu dikelompokkan menjadi lima kelompok,
biasa disebut kuintil ( quintiles ) atau sepuluh kelompok yang disebut desil (
decile ) sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan proporsi
yang diterima oleh masing-masing kelompok. Selanjutnya di hitung berapa % dari
pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok, dan bertolak
dari perhitungan ini mereka langsung memperkirakan tingkat pemerataan atau
tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat atau negara yang
bersangkutan.
- 2. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi
kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini
terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan
persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili
persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama
bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin
lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung),
maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional
semakin timpang dan tidak merata.
- 3. Indeks atau Rasio Gini
Gini ratio merupakan alat ukur yang umum
dipergunakan dalam studi empiris, yaitu dengan formula:
1 n n
Gini =
———- å å ½yi – yj ½
2n2 – y I=1 j=1
Sumber: Tulus Tambunan (2003)
Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana
nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai
Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan pendapatan.
Namun dalam studi studi empiris terutama
dalam single country, ternyata kemiskinan tidak identik dengan kesejahteraan.
Artinya ukuran ukuran diatas belum mencerminkan
tingkat kesejahteraan. Studi yang dilakukan oleh Ranis (1977) dalam Tulus
Tambunan (2003) mengemukakan bahwa di Republik Cina dan Ravallion dan Datt
(1996) dalam Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa di India, menunjukkan
kedua negara tersebut dilihat dari ti ngkat pendapatan per kapita maupun ukuran
Gini ( Gini ratio) menunjukkan
tingkat kemikskinan yang cukup parah. Namun dilihat dari tingkat kesejahteraan,
kedua negara tersebut masih lebih baik dari beberpa negera Amerika Latin yang
mempunyai tingkat Gini ratio rendah
dan tingkat pendapatan perkapita tinggi. Ranis, Ravallion dan Datt memasukan
faktor seperti tingkat kemudahan mendapatkan pendidikan yang murah, hak
mendapatkan informasi, layanan kesehatan yang mudah dan murah, perasaan aman
baik dalam mendapatkan pendidikan dan lapangan kerja, dan lain lain.
Intinya adalah dalam mengukur kemiskinan,
banyak variabel non keuangan yang harus diperhatikan. Variabel keuangan
(tingkat pendapatan) bukanlah satu satunya variabel yang harus dipakai dalam
menghitung kemiskinan.
Namun kalau pengambil keputusan, lebih
menitikberatkan pada cross variable study dalam
mengatasi masalah kemiskinan, maka berarti kemiskinan akan diatasi dengan cara
meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang luas.
- 4. Kriteria Bank Dunia
Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia
didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan
penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan
menengah, serta 20% penduduk berpendapatan tinggi. Ketimpangan atau
ketidakmerataan distribusi pendapatan dinyatakan parah apabila 40% penduduk
berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat apabila 40% penduduk miskin
menikmati antara 12-17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk yang
berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, maka
ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak dan distribusi pendapatan nasional
dianggap cukup merata.
- 5. Hipotesis Kuznets
Data data ekonomi periode 1970 – 1980,
terutama mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan terutama
di LDS (Less Developing Countries), terutama di negara negara
yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, seperti Indonesia,
menunjukan seakan akan korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan produk domestik bruto,
atau semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka semakin
besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Bahkan studi yang
dilakukan di negara negara Eropa Barat, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
tidak atau justru membuat ketimpangan antara kaum miskin dan kaum kaya
semakin melebar. Jantti (1997) dalam Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa
fenomea tersebut timbul karena adanya perubahan suplly of
labor (masuknya buruh murah dari Turki, atau negara Eropa Timur
kedalam pasar buruh di Eropa
Barat).
Berdasarkan fakta tersebut, muncul pertanyaan: mengapa terjadi trade-off antara pertumbuhan dan kesenjangan
ekonomi dan untuk berapa lama? Kerangka pemikiran ini yang
melandasi Hipotesis Kuznets. Yaitu, dalam
jangka pendek ada korelasi positip antara pertumbuhan pendapatan perkapita
dengan kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan keduanya
menjadi korelasi yang negatif. Artinya, dalam jangka pendek meningkatnya
pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan, namun dalam
jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti dengan penurunan
kesenjangan pendapatan. Fenomena ini dikenal dengan nama “Kurva U terbalik dari Hipotesis Kuznets”.
Namun, hipotesis Kuznets ini mulai
dipertanyakan. Beberapa studi yang mengambil data time series membuktikan bahwa dalam beberapa
negara yang masih bertumpu pada sektor pertanian (rural economy) menunjukan hubungan negatif. Ini
berarti bertolak belakang dari hipotesis Kuznets.
Pemahaman atas variabel variable tersebut akan
membuktikan bahwa negara pertanian tidak identik dengan kemiskinan atau mungkin
lebih tepatnya adalah kesejahteraan pun bisa meningkat di negara-negara yang
berbasis pertanian.
- 6. Indeks Theil
Digunakan untuk mengukur ketimpangan
pendapatan antar individu di dalam provinsi dan ketimpanan pendapatan antar
provinsi. Untuk megukurnya digunakan rumus sebagai berikut:
Theil = Σi Σj (Y ij/Y)1n(Ŷij /Ŷ)
Sumber : Tulus Tambunan (2003
Keterangan:
Y ij = Total pendapatan di prvinsi
i, grup j
Ŷij = Rata-rata pendapatan
per kapita di provinsi i, grup j
Ŷ = Total pendapatan nasional
TUGAS BISA HUB 081902465337
Tidak ada komentar:
Posting Komentar