TEORI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
2.1.1 Pengertian
Pertumbuhan Ekonomi
Secara
umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari
suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan
ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis
tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan
pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya
aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan
menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki
oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan
masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.
Dengan
perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang
bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan
menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir
pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final
goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun
waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Perlu
diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua
istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang
menerangkan mengenai perkembangan
ekonomi
yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda.
Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan
tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan
pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan
perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam
mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik
kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada
modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian
yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan
pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423)
2.1.2
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang
berkembang antara lain: (Sadono Sukirno, 2006:243-270).
2.1.2.1 Teori
Pertumbuhan Klasik
Teori
ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill.
Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta
teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh
pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah
dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang
menjelaskan keterkaitan antara
pendapatan
perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.
Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan
penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah
penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan
mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan,
dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi
marginal.
Pada keadaan ini pendapatan perkapita
mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk
optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka
pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.
2.1.2.2
Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu
yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957)
di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi
memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang
sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana
Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar
melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar
didasarkan pada asumsi :
a) Perkonomian bersifat tertutup.
b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.
c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant
return to scale).
d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan
sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Model ini
menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang
kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud
di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas
penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan
nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output
Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).
Atas dasar
asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan
bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat
diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat
keseimbangan sebagai berikut :
g = K = n
Dimana :
g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital
(tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa
campur tangan pemerintah. Akan tetapi
kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu
merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran
dan permintaan barang.
2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik
Teori
pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan
(1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi
kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling
berinteraksi.
Perbedaan utama
dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam
modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang
memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja
(L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan
ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan
kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal
ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio
modal-tenaga kerja.
Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam
banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah
tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber
yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan
teknologi. Teknologi ini
terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan
teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam
model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.
Teori neo-klasik sebagai penerus dari
teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar
sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama
seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah
meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan
modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan
perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana
perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas
politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk
terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan
suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha
diinvestasikan kembali.
2.1.2.4
Teori Schumpeter
Teori ini menekankan pada inovasi yang
dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat
ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam masyarakat yang
mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun
memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan
usaha, tersedia lapangan kerja
tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah
setiap tahunnya.
Didorong oleh
adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para
pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan
mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga
akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi
sehingga produksi agregat akan bertambah.
Selanjutnya
Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin
tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini
disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan
demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya
tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary state).
Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan
pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu
dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan
klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada
kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.
2.1.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi
Teori ini
dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap dalam pertumbuhan
ekonomi. Analisis ini
didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam
corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam
suatu masyarakat dan negara.
Adapun kelima tahapan tersebut adalah:
1) Tahap
Masyarakat Tradisional (The Traditional Society) Rostow mengartikan
bahwa masyarakat tradisional
sebagai suatu
masyarakat yang:
a)
Cara-cara memproduksi
yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan
rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun.
Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara
sistematis dan teratur.
b) Tingkat
produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas.
Oleh sebab itu sebagian
besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor
pertanian. Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis,
sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali.
c) Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah
dipegang oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan
kebijakan-kebijakan
dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di
berbagai daerah tersebut.
2) Tahap Prasyarat Lepas Landas
Tahap ini adalah
tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya
ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai
kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada
tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis.
Tahap prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)
Tahap prasyarat untuk
lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan
Afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah
ada.
b)
Yang dinamakan Rostow bom
free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai Amerika Serikat, Kanada,
Australia dan Selandia Baru, dengan tanpa harus merombak sistem masyarakat yang
tradisional, karena masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigran yang
telah mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai
tahap prasyarat lepas landas.
3) Tahap Lepas Landas (Take Off)
Adalah suatu
tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk
lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan
dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas
dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas
investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat.
Ciri-ciri
tahap lepas landas yaitu:
a)
Adanya kenaikan dalam
penanaman modal investasi (yang produktif, dari 5% atau kurang, menjadi 10%
dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan).
b)
Adanya perkembangan
beberapa sektor industri dengan laju perkembangan yang tinggi.
c)
Adanya atau terciptanya
suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan:
1) Kenyataan yang membuat perluasan di sektor modern. 2) Potensi ekonomi
ekstern sehingga menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung.
4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of
Maturity)
Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu
periode
ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi
modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor
produksi
dan kekayaan alamnya.
Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah:
a)
Kematangan teknologi,
dimana struktur keahlian tenaga kerja mengalami perubahan.
b)
Sifat kepemimpinan
dalam perusahaan mengalami perubahan.
c)
Masyarakat secara
keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh industrialisasi,
karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang.
5)
Tahap Masa Konsumsi Tinggi.
Pada masa ini perhatian masyarakat
mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan
kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan
lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat
untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:
a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke
luar negeri dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas
negara-negara lain.
b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu
kemakmuran yang lebih merata kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan
terciptanya pembagian pendapatan yang
TUGAS BISA HUB 081902465337
Tidak ada komentar:
Posting Komentar