INISIASI
4
VALIDITAS
DAN REABILITAS
Saudara mahasiswa pada inisiasi yang lalu kita telah
mendiskusikan tentang materi populasi dan teknik penentuan sampel. Setelah
sampel ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah memperoleh data dari
orang-orang yang telah ditetapkan sebagai sampel. Untuk itulah, kita akan mendiskusikan tentang
pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengumpulan data sangat penting peranannya dalam menentukan keberhasilan
kegiatan penelitian karena jika data yang dikumpulkan dengan alat yang salah,
maka bisa dipastikan hasil penelitian yang diperoleh akan salah. Oleh karena
itu, bagaimana memperoleh alat (instrument penelitian) yang benar dan valid akan
kita diskusikan dalam materi validitas dan reliabilitas.
A. Validitas
Vailiditas
berasal dari bahasa Inggris ”validity” yang berarti keabsahan. Validitas dapat juga diartikan sebagai kesesuaian
antara indikator dengan konsep. Dalam penelitian, keabsahan sering dikaitkan
dengan instrumen atau alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai nilai
validitas tinggi apabila alat ukur tersebut benar-benar dapat mengukur apa yang
hendak diukur. Misalnya, jika kita ingin mengukur tinggi badan, maka alat ukur
yang digunakan adalah meteran; jika ingin mengukur berat badan, maka alat ukur
yang digunakan adalah timbangan. Pengukuran semacam ini relatif mudah dilakukan
karena obyeknya konkrit.
Namun, berbeda dengan obyek penelitian sosial yang biasanya
berwujud abstrak dan seringkali memiliki makna yang luas, sehingga pengukuran
lebih sulit dilakukan. Misalnya pengukuran sikap politik perempuan perkotaan di
Indonesia. Untuk bisa mengukutnya dengan tepat, maka kita harus menyusun
instrumen atau alat ukur sedemikian rupa sehingga dapat mengukur sikap politik
perempuan perkotaan di Indonesia.
Caranya, pertama-tama kita harus merumuskan siapakah yang
dimaksud dengan perempuan perkotaan. Atau dengan kata lain kita harus terlebih
dahulu membuat defenisi operasional tentang konsep ”perempuan perkotaan”.
Misalnya, apakah perempuan yang sudah berkeluarga, yang masih lajang, yang
bekerja, atau yang tidak bekerja? Jika misalnya kita menentukan bahwa yang
dimaksud perempuan perkotaan yang sudah berkeluarga dan bekerja, maka berarti
kita telah mengubah konsep yang abstrak menjadi konkret dengan memberikan
pembatasan pengertian konsep ”perempuan perkotaan”. Dengan demikian, secara
teoritik alat ukur yang digunakan dapat dikatakan valid apabila didesain untuk
mengukur sikap politik perempuan perkotaan yang sudah berkeluarga dan bekerja
(sesuai defenisi operasional kita tentang perempuan perkotaan).
Kemudian, kita harus membuat defenisi tentang pengertian
”sikap politik” yaitu tentang apa yang kita maksud dengan sikap politik.
Setelah konsep kita buat, barulah kita menyusun alat ukur
atau instrumen penelitian, yang bisa berbentuk kuesioner, panduan wawancara,
dan atau pedoman observasi.
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan
validitas, yaitu ketetapatan dan ketelitian. Alat ukur penelitian dikatakan
tepat apabila benar-benar mengukur konsep konkrit yang ditetapkan, dan
dikatakan teliti jika dapat menampilkan fakta sebenarnya yang ada di lapangan.
Validitas dibagi tiga jenis, yaitu; Pertama, validitas permukaan (face
validity) adalah validitas yang dibuat berdasarkan kesan ilmiah peneliti
terhadap alat ukurnya, yakni apakah kelihatannya alat ukur tersebut benar-benar
mengukur apa yang hendak diukur. Validitas ini biasanya digunakan untuk
mengukur konsep sederhana yang dapat langsung dirujuk dengan indikator emperik
di lapangan. Misalnya, dengan berkunjung ke rumah seseorang maka kita akan tahu
tingkat kepeduliannya terhadap kebersihan. Jika pemilik rumah memiliki kamar
mandi yang bersih, maka hal itu bisa dijadikan dasar perkiraan tingkat
kepedulian terhadap kebersihan.
Kedua, validitas kriteria (criterion validity), adalah validitas yang diperoleh dengan cara
membandingkan alat ukur yang kita buat dengan alat ukur lain yang menggunakan
konsep atau kriteria sama. Suatu alat ukur dikatakan valid jika dalam mengukur
konsep yang sama menghasilkan hasil yang sama dengan yang diperoleh oleh alat
ukur yang dijadikan pembanding. Misalnya, untuk mengetahui pandangan remaja
terhadap narkoba, bisa saja peneliti menggunakan kriteria pengetahuan remaja
tentang narkoba, dan pandangan remaja di kota besar dan kota kecil. Untuk alat
ukur yang digunakan, bisa dilakukan dengan cara melakukan uji coba pengukuran
dengan alat lain yang menggunakan kriteria yang sama.
Ketiga, validitas konstrak (Construct validity), sering dikatakan sebagai prosedur validasi
yang paling kuat, sehingga tingkat validitasnya juga jauh lebih tinggi
dibanding dengan jenis validitas lainnya. Validitas ini digunakan jika konsep
yang hendak diukur lebih rumit (dibandingkan dengan konsep yang diukur oleh
validitas lainnya) dan terdiri dari banyak dimensi, sehingga diperlukan
indikator yang lebih lengkap. Misalnya, dalam penelitian tentang pandangan
remaja terhadap narkoba, peneliti memiliki hipotesis bahwa makin negatif
pandangan remaja terhadap narkoba (sebagai obat terlarang, bisa merusak syaraf,
dan sebagainya) makin kecil kemungkinan remaja tersebut menjadi pengguna
narkoba. Dengan alat ukur A, hasil penelitian ternyata mendukung hipotesis,
artinya memang ada hubungan antara pandangan remaja dengan kecenderungan
menjadi pengguna narkoba. Kemudian peneliti mengembangkan lagi alat ukur B
untuk mengukur hal yang sama. Jika hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang
sama, maka berarti alat ukur memiliki validitas konstruk.
B. Reliabilitas
Reliabilitas
berasal dari bahasa Inggris reliability yang berarti kemantapan. Suatu alat
ukur dikatakan reliabel jika alat tersebut dipergunakan secara berulang
ternyata hasil pengukurannya relatif sama. Reliabilitas alat ukur sangat
penting karena menunjukkan ketepatan dan kemantapan suatu hasil penelitian.
Aspek-aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan reabilitas adalah; dapat
diandalkan (dependable), dapat diramalkan (predictable), menunjukkan ketepatan
(precisely).
Ada tiga cara
mengukur realibilitas, yaitu; Pertama,
metode ulang adalah alat ukur yang sama diberikan atau diujikan kembali pada
responden yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Suatu alat ukur dikatakan
memiliki reliabilitas yang tinggi jika hasil dari pengukuran pertama relatif
sama dengan hasil pengukuran berikutnya. Jika ada perbedaan hasil pengukuran,
maka alat ukur tersebut berarti tidak reliabel.
Kedua, metode paralel, pengujian realibilitas dilakukan dengan dua cara. Cara
pertama, pengukuran dilakukan oleh dua orang peneliti dengan menggunakan alat
ukur yang sama. Cara kedua, pengukuran dilakukan oleh satu orang peneliti,
namun menggunakan alat ukur yang berbeda. Masing-masing cara tersebut mengukur
konsep yang sama menggunakan kelompok responden yang sama, dan dilaksanakan
pada waktu yang sama. Pada cara pertama, alat ukur dikatakan memiliki
reliabilitas yang tinggi jika hasil yang diperoleh oleh kedua peneliti sama.
Pada cara kedua, alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika
hasil pengukuran keduanya sama.
Ketiga, metode belah dua, alat ukur dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda,
umumnya dibagi menjadi dua bagian. Bagian-bagian alat ukur tersebut berfungsi
untuk mengukur konsep yang sama, artinya setiap bagian harus terdiri dari
pertanyaan yang homogen di mana seluruh pertanyaan mengukur faktor atau konsep
yang sama. Masing-masing alat ukur tersebut diberi skor dan kemudian
dijumlahkan. Hasil kedua skor total bagian tersebut dibandingkan. Jika hasil
perbandingan menunjukkan korelasi yang tinggi, maka alat ukur tersebut memiliki
reliabilitas yang tinggi. Sebaliknya, jika hasil perbandingan menunjukkan
korelasi yang rendah, maka alat ukur tersebut memiliki reabilitas yang rendah.
Daftar Pustaka Tambahan
Aslichati,
lilik, 2003. Validitas dan Reabilitas Pengukuran, di muat pada Komunika,
terbitan Universitas Terbuka, Nomor 31/Tahun 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar