HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN


MATERI INISIASI VIII
HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN

Pendahuluan
Meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum perlu mendapatkan perhatian yang seksama dari manajemen. Semakin tinggi kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk selalu dilindungi oleh hukum.  Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang menginginkan setiap aktivitas dan/atau permasalahan yang mereka hadapi harus mendapatkan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat semena-mena memperlakukan karyawan/pekerja perusahaan. Sebagai karyawan, mereka dapat menuntut manajemen perusahaan jika diperlakukan tidak adil/diskriminatif.
Oleh karena itu, untuk menghindari munculnya gugatan-gugatan yang dilakukan oleh karyawan atau calon karyawan (yang tentu saja akan mengganggu kelancaran usaha perusahaan), hal terbaik yang harus dilakukan oleh organisasi, khususnya manajer sumber daya manusia adalah membuat kebijakan dan/atau prosedur yang tunduk dan mengikuti peraturan perundangan yang ada. Di Indonesia ada banyak peraturan perundang-undangan yang harus dirujuk oleh para pengusaha dalam pembuatan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan karyawan ataupun calon karyawan, menyangkut hal-hal baik pada saat pengadaan karyawan, pemekerjaan dan pemberian kesejahteraan, maupun pemutusan hubungan kerja atau pemensiunan. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut diantaranya sebagai berikut.
  1. Undang-Undang R.I Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. Undang-Undang R.I Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
  3. Undang-Undang R.I Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
  4. Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
  5. Undang-Undang R.I Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
  6. Undang-Undang R.I Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
  7. Undang-Undang R.I Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
  8. Undang-Undang R.I Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
  9. Undang-Undang R.I Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan
  10. Keputusan Presiden R.I Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja.

Disamping itu, ada beberapa keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang perlu juga diperhatikan oleh para pengusaha, diantaranya sebagai berikut.
  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 228 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
  2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 224 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
  3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 48 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
  4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 235 Tahun 2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan, atau Moral Anak
  5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah
  6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 157 Tahun 2003 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia
  7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 226 Tahun 2003 tentang Tata Kerja Perizinan Penyelenggaraan Program Pemagangan di Luar Wilayah Indonesia.

Hal yang paling mendasar yang juga perlu dipahami dan dihayati oleh para pengusaha adalah berbagai ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur soal hak asasi pekerja sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Setidaknya ada 3 pasal yang berhubungan dengan hak dasar pekerja sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Ketiga pasal tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ini menunjukkan bahwa semua warga negara Indonesia akan mendapatkan perlindungan hukum yang sama. Oleh karena itu, para pengusaha perlu menyadari hal ini dan memperlakukan para pekerja ataupun calon pekerja secara adil dan bijaksana. Pelanggaran terhadap hak-hak pekerja atau calon pekerja oleh pengusaha akan dapat diproses secara hukum. Selanjutnya, ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini menunjukkan perlunya para pengusaha untuk mengusahakan kesejahteraan para pekerja/karyawannya. Pemberian upah/gaji beserta tunjangan lainnya yang tidak mencukupi kebutuhan hidup minimum karyawan tentu saja tidak sejalan dengan semangat dari ketentuan pada Pasal 27 ayat (2) ini.
2.      Pasal 28 menyatakan tentang adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan bagi warga negara Indonesia. Artinya, pengusaha tidak boleh melarang karyawannya masuk dan menjadi salah anggota dari suatu organisasi yang tidak dilarang oleh pemerintah selama tidak mengganggu kewajibannya sebagai karyawan perusahaan, termasuk organisasi serikat pekerja yang berada di dalam perusahaan. Pengusaha juga tidak boleh melarang karyawannya memberikan saran serta pemikiran untuk perusahaan. Sebaliknya, perusahaan perlu menyediakan media untuk menyalurkan berbagai aspirasi dari para pekerjanya demi perbaikan dan kemajuan perusahaan dan karyawannya tersebut.
3.      Terakhir, pasal 29 ayat (2) menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Ini juga menunjukkan perlunya toleransi terhadap kepercayaan dan keyakinan setiap karyawan dan memberikan kebebasan setiap karyawan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Pengusaha tidak boleh memaksa karyawannya untuk beribadah atau mengikuti salah satu agama atau kepercayaan yang dianut oleh pengusaha atau kelompok tertentu saja. Juga, pengusaha tidak boleh melarang karyawannya melaksanakan ibadah sesuai yang diyakininya itu. Pengusaha hanya perlu memfasilitasi dan mengatur agar pelaksanaan ibadah karyawannya tersebut dapat berjalan dengan baik dan tertib tidak mengganggu kelancaran kegiatan dan operasi perusahaan. Lebih baik lagi, bila melalui keyakinan dan agama karyawannya tersebut pengusaha dapat menumbuhkan motivasi kerja sehingga karyawan dapat bekerja lebih tekun, giat, dan produktif.

Saudara mahasiswa, selanjutnya akan membahas beberapa peraturan dan ketentuan dalam perundang-undangan ketenagakerjaan. 


Pengertian Hubungan Ketenagakerjaan
Hubungan Ketenagakerjaan (Labor Relations) merupakan hubungan yang terus-menerus antara kelompok karyawan tertentu (diwakili oleh serikat atau asosiasi pekerja) dengan pengusaha (Ivancevich, 1992). Hubungan tersebut meliputi negosiasi kontrak/perjanjian secara tertulis berkaitan dengan upah, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya serta interpretasi dan administrasi dari kontrak atau perjanjian tersebut selama periode waktu yang diperjanjikan.
Di Indonesia, istilah hubungan ketenagakerjaan sejak tahun 1974 diganti dengan istilah Hubungan Industrial Pancasila. Menurut Simanjuntak (1985), hubungan industrial merupakan keseluruhan hubungan kerjasama antara semua pihak (pengusaha, karyawan, pemerintah dan masyarakat) yang tersangkut dalam proses produksi di suatu perusahaan. Pengusaha memiliki kepentingan atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan karena ingin mencapai keuntungan yang sepadan dengan modal yang diinvestasikan. Karyawan dan serikat pekerja memiliki kepentingan terhadap perusahaan, yaitu sebagai sumber penghasilan dan penghidupan. Pemerintah dan masyarakat memiliki kepentingan terhadap perusahaan, karena sekecil apa pun perusahaan adalah merupakan bagian dari kekuatan ekonomi nasional yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya berbagai kepentingan berbagai pihak di atas, dan juga adanya keterlibatan mereka dalam proses produksi maka muncullah apa yang disebut “hubungan”, yaitu hubungan antar pengusaha, karyawan atau serikat pekerja, pemerintah maupun masyarakat. Dengan mengacu kepada pendapat Simanjuntak (1985) di atas maka dalam tutorial ini istilah hubungan ketenagakerjaan (Labor Relation) sama dengan hubungan industrial, karena kedua istilah tersebut mencakup pembahasan mengenai kondisi dan syarat-syarat kerja di tempat kerja. Salah satu bentuk hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja.

1.   Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara dua belah pihak, yaitu pihak pekerja dan pengusaha. Dilihat dari segi hukum, hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah (Soepomo dalam Manulang, 1990). Dari definisi di atas, ada 3 unsur yang harus dipenuhi dalam hubungan kerja, yaitu: 1) pekerja atau buruh; 2) pengusaha atau majikan; dan 3) perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha. Perjanjian kerja ini dapat mengambil bentuk perjanjian antara seorang pekerja dengan pengusaha dapat pula mengambil bentuk perjanjian antara organisasi/serikat pekerja dengan pengusaha atau yang disebut sebagai perjanjian perburuhan/ketenagakerjaan.

2.   Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (dalam hal ini pekerja), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak lainnya (yaitu pengusaha), dimana pihak lainnya tersebut mengikatkan diri untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah (Soekemi dkk., 1988).

Perjanjian kerja ini dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Hal-hal yang tercakup dalam peranjian kerja meliputi:
a.  macam pekerjaan yang dijanjikan;
b.  waktu berlakunya perjanjian kerja;
c.  upah pekerja yang berupa uang untuk setiap bulan;
d.  waktu istirahat;
e.  besarnya bagian keuntungan perusahaan yang menjadi bagian pekerja dan cara menghitungnya (jika ada);
f.  peraturan tentang pensiun atau penyediaan hari tua (jika ada);
g.  bagian upah lain yang menurut perjanjian menjadi hak pekerja.

Perjanjian Perburuhan adalah suatu perjanjian yang diselenggarakan oleh satu atau beberapa serikat buruh yang telah terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja/Perburuhan dengan seorang atau beberapa pengusaha/majikan, perkumpulan-perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat perburuhan/ketenagakerjaan yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja (Soekemi dkk., 1988).

Dasar Hukum dan Struktur Organisasi Pekerja/Buruh
Berbagai peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan organisasi pekerja/buruh di Indonesia telah banyak dikeluarkan oleh pemerintah, beberapa di antaranya adalah:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28.
Pasal 28 UUD 1945 ini memberikan hak kepada seluruh warga negara negara untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal ini banyak dipakai sebagai dasar oleh para buruh untuk mendirikan organisasi buruh/pekerja.
2.      Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pasal 29.
Pasal 29 UUDS 1950 ini menurut Husni (2001), pada dasarnya menentukan bahwa setiap orang berhak untuk mendirikan Serikat Sekerja dan masuk ke dalamnya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingannya. Jadi, ini sifatnya lebih khusus dibanding pasal 28 UUD 1945.
3.      Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO (International Labor Organization) Nomor 98 Tahun 1949.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 ini pada pokoknya memberi:
a.       Jaminan kebebasan kepada buruh untuk masuk serikat buruh.
b.      Perlindungan kepada buruh terhadap campur tangan majikan.
c.       Perlindungan serikat buruh terhadap campur tangan majikan dalam mendirikan, mengurus dan cara bekerja organisasi buruh.
d.      Jaminan penghargaan hak berorganisasi.
e.       Jaminan perkembangan serta penggunaan Badan Perundingan Sukarela untuk mengatur syarat-syarat dan kondisi kerja.
4.      Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja pasal 11.
Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 ini menyatakan:
a.       Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja.
b.      Pembentukan Perserikatan Tenaga Kerja dilakukan secara demokratis.
5.      Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 menyatakan bahwa:
a.       Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
b.      Serikat pekerja/serikat huruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh.
c.       Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

Hakikat Keberadaan Serikat Pekerja Dalam Perusahaan
Banyak persepsi yang kurang tepat tentang hubungan ketenagakerjaan antara para pekerja dan pihak manajemen perusahaan. Banyak yang beranggapan bahwa hubungan antara keduanya bersifat saling berlawanan. Adanya serikat pekerja/serikat buruh dalam perusahaan, misalnya, selalu dicurigai dengan hadirnya sederetan tuntutan. Sebaliknya, dari sisi pekerja/buruh mereka senantiasa memiliki persepsi bahwa pengusaha akan selalu mengeksploitasi dan memperlakukan pekerja/buruh secara tidak adil. Adanya persepsi yang demikian itu seringkali mengakibatkan terjadinya konflik antara pengusaha dan pekerja. Bagaimanapun kecilnya konflik antara pengusaha dan pekerja maka harus dikelola dengan baik.
Dalam dunia usaha, perlu adanya negosiasi antara pengusaha dan pekerja yang dilandasi oleh persepsi yang sama, dan itikad baik untuk menumbuhkan dan memelihara hubungan ketenagakerjaan yang serasi, harmonis dan seimbang. Pengusaha harus melihat pekerja sebagai mitra kerja (partner). Konsekuensi sebagai mitra ini adalah hak-hak para pekerja harus dipenuhi. Seorang pengusaha yang baik harus memahami apa yang menjadi hak-hak pekerjanya.
Dalam penjelasan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dinyatakan bahwa pekerja/buruh adalah warga negara yang memiliki persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh ini berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan haknya tersebut, pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan ketenagakerjaan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki rasa tanggung jawab atas kelangsungan perusahaan, dan  sebaliknya pengusaha harus memperlakukan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai mitra sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Mereka harus bersatu dan menumbuhkembangkan sikap profesional. Sebagai contoh, dalam praktik negosiasi (misalnya) seringkali terjadi masing-masing pihak (pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha) berusaha untuk memperkuat posisinya, ingin memperoleh konsesi dari pihak lain serta berusaha mengutamakan bidang negosiasi yang mereka unggul di dalamnya. Akan tetapi, jika diperkirakan dengan menonjolkan keunggulan itu tidak akan tercapai suatu penyelesaian yang baik, maka menurut Siagian (1993), kedua belah pihak harus mengusahakan paling tidak hubungan antara manajemen dan para pekerja/buruh tidak semakin memburuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yang terbaik

jasa joki UT dan karya ilmiyah segala jurusan jaminan lolos plagiat 0878 9797 9399

  Dampak Kenaikan Nilai Upah Minimum Terhadap Kondisi Keuangan Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19 (PT. AMTEK PRECISION COMPONENT BATAM) ...