MENGINDENTIFIKASI,
MENGUKUR DAN MENGHITUNG
RISIKO
Teman
–teman mahasiswa pada inisiasi I dan II kita sudah mengetahui pengertian risiko
dan fungsi amanjemen risiko. Untuk
selanjutnya pada inisiasi kita kali ini kita mencoba untuk mengidentifikasi
risiko, mengukur dan menghitung risiko.
Untuk mengindentifikasi risiko kita mencoba membahas melalui kasus yang
ada pada buku BPM yaitu PT Unggu Airline.
Adapun Ilustrasi yang ada pada perusahaan tersebut adalah sebagai
berikut:
PT Unggul Airlines
Unggul Airlines adalah
perusahaan penerbangan yang berdiri sepuluh tahun yang lalu. Perusahaan
tersebut didirikan oleh dua orang bersaudara, yang tertarik dengan bisnis
penerbangan. Mereka memperkirakan bahwa suatu saat akan terjadi deregulasi di
bidang penerbangan. Deregulasi tersebut memunculkan kesempatan bisnis, karena
salah satu komponen deregulasi adalah membolehkan perusahaan penerbangan baru
untuk terjun di bisnis tersebut. Antisipasi mereka ternyata benar, lalu PT
Unggul Airlines akhirnya berdiri.
Joko Muryanto merupakan staf
yang baru saja masuk. Dia lulusan program Magister Manajemen universitas
ternama di negeri ini. Atasannya meminta Joko untuk mengevaluasi risiko yang
dihadapi oleh perusahaan penerbangan Unggul Airlines, dan mengembangkan solusi
untuk menghadapi risiko tersebut. Secara spesifik, atasannya meminta Joko untuk
mengidentifikasi risiko strategis (strategic risks), yaitu risiko yang dianggap
secara signifikan mempengaruhi bisnis penerbangan PT Unggul Airlines.
Joko kemudian mencoba melakukan analisis yang
mendalam mengenai bisnis PT Unggul Airlines. Hasil dari analisis tersebut
diringkaskan sebagai berikut ini.
1. PT Unggul Airline menggunakan pesawat yang
lebih tua dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Pesawat tua tersebut
digunakan karena biaya sewa dan biaya pembelian (sebagian dibeli oleh PT Unggul
Airlines) lebih murah. Sayangnya pesawat tua tersebut lebih boros bahan baker.
Diperkirakan bahan bakar mencapai sekitar 30% dari komponen, sementara
persentase untuk pesaing adalah sekitar 15-20%. Dengan struktur biaya yang
semacam itu, PT Unggul Airlines menjadi lebih rentan terhadap kenaikan harga
bahan bakar pesawat. Untuk melihat seberapa besar pengaruh bahan bakar
tersebut, Joko memplot pengaruh perubahan harga bahan bakar terhadap EPS (Earning
PerShare) PT Unggul Airlines, seperti berikut ini.
Bagan 5.
Pengaruh Harga Bahan Bakar Terhadap EPS
Terlihat bahwa jika harga bahan bakar meningkat,
maka EPS perusahaan mengalami penurunan, dan sebaliknya. Untuk melihat seberapa
besar pengaruh tersebut, Joko kemudian mencoba membandingkan pengaruh harga
bakar terhadap EPS untuk PT Unggul Airlines dan perusahaan penerbangan lainnya.
Perbandingan tersebut bisa dilihat pada bagan berikut ini.
Bagan 6. Perbandingan Pengaruh Harga Bahan Bakar:
Unggul Airlines dan Penerbangan Lainnya
Bagan di atas menunjukkan bahwa EPS Unggul Airlines
lebih sensitive terhadap perubahan harga bahan bakar. Jika harga bahan bakar
rendah, maka EPS Unggul Airlines cenderung lebih tinggi dibandingkan EPS
perusahaan penerbangan lain. Tetapi jika harga bahan bakar bergerak naik, maka
EPS Unggul Airlines akan jatuh cukup signifikan. Analisis tersebut menunjukkan
bahwa Unggul Airlines mempunyai eksposur terhadap perubahan harga bahan bakar
yang lebih besar dibandingkan dengan pesaingnya.
2. PT Unggul Airlines mempunyai rute penerbangan
luar negeri (terutama ke Australia, Malaysia, Hongkong). Selama ini PT Unggul
Airlines lebih banyak mengandalkan wisawatan domestik atau pebisnis domestik
yang akan bepergian ke luar negeri untuk rute-rute tersebut. Yang menjadi
masalah, jika Rupiah melemah terhadap mata uang asing maka, harga tiket yang
biasanya ditetapkan dalam dolar Amerika Serikat ($) menjadi lebih mahal.
Penetapan harga dalam $ dilakukan karena PT Unggul Airlines harus membayar
biaya dalam $ untuk operasi luar negeri mereka. Sebagai contoh, biaya parkir
pesawat di airport, membayar tenaga kerja di Australia, Hongkong, dan lainnya,
menggunakan dolar. Jika Rupiah melemah terhadap dolar, maka biaya dalam Rupiah
(setelah dikonversi ke Rupiah) akan meningkat. Peningkatan biaya tersebut akan
menurunkan tingkat keuntungan perusahaan. Perusahaan dengan demikian menghadapi
masalah ganda jika Rupiah menguat, yaitu menurunnya daya beli masyarakat
Indonesia, dan meningkatnya biaya operasional rute luar negeri. Tabel berikut
ini mengilustrasikan efek depresiasi Rupiah terhadap dolar.
|
Harga tiket ($)
|
Kurs
|
Harga tiket (Rp)
|
Awal periode
|
$100
|
Rp10.000/$
|
Rp1.000.000
|
Akhir periode
|
$100
|
Rp20.000/$
|
Rp2.000.000
|
|
Biaya Operasional ($)
|
Kurs
|
Biaya Operasional (Rp)
|
Awal periode
|
$100
|
Rp10.000/$
|
Rp1.000.000
|
Akhir periode
|
$100
|
Rp20.000/$
|
Rp2.000.000
|
Panel A tabel di atas menunjukkan efek perubahan
kurs terhadap penumpang domestik. Misalkan harga tiket ditetapkan $100. Jika
kurs adalah Rp10.000/$, maka harga tiket dalam Rupiah adalah Rp1 juta. Jika
Rupiah terdepresiasi terhadap dolar, misal
menjadi Rp20.000/$, maka harga tiket sekarang menjadi Rp2 juta. Dengan kata
lain, harga meningkat hanya karena perubahan kurs. Peningkatan harga tersebut akan
menurunkan minat pemumpang domestik untuk bepergian ke luar negeri.
Panel B menunjukan efek perubahan kurs terhadap
biaya operasional rute luar negeri. Misalkan biaya operasional adalah $100.
Sebelum perubahan kurs, biaya tersebut dalam Rp adalah Rp1 juta. Jika Rupiah
melemah terhadap dolar, biaya tersebut akan meningkat menjadi Rp2 juta.
Rute penerbangan luar negeri
dengan demikian rentan terhadap perubahan kurs. PT Unggul Airlines mempunyai
eksposur terhadap perubahan kurs yang signifikan.
3. PT Unggul Airlines saat ini menggunakan hutang
yang cukup signifikan. Hutang tersebut terdiri dari dua tipe: (1) membayar
bunga secara tetap, dan (2) membayar bunga mengambang. Joko Muryanto kemudian
mencoba menganalisis efek perubahan tingkat bunga terhadap EPS PT Unggul
Airlines. Bagan berikut ini menyajikan efek tersebut.
Bagan 7. Pengaruh Hutang Bunga Mengambang
Terhadap EPS
Catatan: LIBOR adalah London Interbank Offering
Rate, tingkat bunga yang dijadikan patokan di pasar Eurodollar (Eropa)
Bagan 8. Pengaruh Hutang Bunga Tetap Terhadap EPS
Dari kedua bagan tersebut terlihat bahwa jika
tingkat bunga naik, EPS Unggul Airlines juga mengalami kenaikan. Analisis
selanjutnya menunjukkan bahwa tingkat bunga meningkat pada kondisi perekonomian
baik, dimana lebih banyak penumpang yang memanfaatkan jasa penerbangan (karena
pendapatan mereka meningkat). Karena itu meskipun biaya bunga naik, efek bersih
yang terjadi adalah kenaikan EPS. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa
pengaruh hutang dengan bunga tetap terhadap EPS ternyata lebih besar
dibandingkan pengaruh hutang dengan bunga variabel (mengambang). Sekilas
nampaknya hasil tersebut tidak masuk akal, karena bunga tetap membayarkan bunga
yang tetap, sementara bunga mengambang membayarkan bunga yang berubah. Dengan bunga mengambang, biaya
bunga bisa meningkat pada saat tingkat bunga meningkat. Tetapi analisis
lanjutan menunjukkan terjadinya ‘hedging’ secara alamiah dari hutang
mengambang. Pada saat kondisi ekonomi membaik, lebih banyak penumpang yang
memanfaatkan jasa penerbangan. Penjualan perusahaan akan meningkat dalam
situasi tersebut. Jika perekonomian meningkat, ancaman inflasi menjadi lebih
besar. Bank sentral biasanya tidak suka dengan peningkatan inflasi, karena
dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Bank sentral cenderung menaikkan
tingkat bunga dalam situasi tersebut, untuk mengendalikan inflasi. Dengan
demikian pada saat tingkat bunga meningkat, perusahaan sudah punya kas yang
lebih banyak, yang bisa digunakan untuk membayar hutang.
Pada akhirnya Joko Muryanto
menyimpulkan bahwa PT Unggul Airlines menghadapi tiga jenis risiko strategis
yaitu: (1) risiko kenaikan harga bahan bakar, (2) risiko perubahan kurs (Rupiah
melemah), dan (3) risiko perubahan tingkat bunga. Joko kemudian membuat laporan
ke atasannya untuk ditindaklanjuti.
Dari
kasus ini coba teman-teman bahas
mengenai hal berikut ini:
- Apa itu EPS
dan mengapa Joko menggunakan EPS sebagai ukuran
- Produk apa
yang ditawarkan PT Unggul Airline. Dan apa permasalahan yang mungkin
timbul dari masing-masing produk
terhadap perusahaan.
- Mengapa
permasalahan tersebut terjadi.
- Apakah ada
faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perusahaan baik dari segi
konsumen (pangsa pasar) maupun
pembiayaan finasial).
Dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita telah mempelajari bagaimana
mengindentifikasi suatu risiko yang mungkin timbul pada suatu unit usaha. Disamping idari kasus ini juga kita dapat
mempelajari bagaimana mengukur suatu risiko dan alat ukur apa yang dapat
digunakan.
Untuk
selanjutnya setelah teman-teman menjawab permasalahan diatas mari kita mencoba
mempelajari cara menghitung risiko yang lain yaitu denagn menggunakan nilai
uang. Mengapa nilai uang dapat menjadi
ukuran? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mengetahui bahwa pada dasarnya
suatu modal (uang) dapat menghasilkan laba seperti bila disimpan di bank akan
menghasilkan bunga. Namun perlu kita
sadari bahwa dalam berjalannya waktu nilai uang yang kita terima saat ini akan
berbeda dengan nilai uang pada tahun sebelumnya ataupun pada tahun-tahun
kemudian. Hal ini sebagai kaibat dari
pengaruh inflasi, deflasi ataupun perubahan nilai kurs mata uang dibandingkan
mata uang lain. Disamping itu hal lain
mengapa nilai uang sangat penting adalah berkaitan dengan terbukanya berbagai
peluang untuk mengahasilkan laba seperti disamping disimpan di bank, uang/modal
dapat juga digunakan untuk membeli saham yang pada dasarnya juga menjanjikan
suatu keuntungan.
Untuk
membandingkan mana yang lebih baik antara menyimpan uang di bank ataupun
membeli saham dapat digunakan perhitungan nilai uang. Baik yang dihitung pada kondisi saat ini
(Present value) maupun yang dihitung
pada beberapa tahun kedepan (future value).
Nilai akan datang (future value) dihitung dengan rumus
FV
r, n = P0 + P0r
=
P0
(1+ r)n
FV
r, n = nilai pada tahun ke n pada tingkat bunga r%
P0 = Pokok
atau nilai uang pada tahun ke 0
P0r = bunga
yang dihasilkan dalam rupiah pada bungan r%
r = suku bunga
n = jumlah tahun
sebagia
contoh bila tahun ke 0 kita mempunya uang Rp. 1000 dengan suku bunga yang berlaku 10% berapa uang yang kita miliki pada tahun ke 1, 2 dan
3.
Untuk
tahun ke 1 = 1.000 (1+0.1)1 = 1.000 x 1.1 = 1.100
Untuk
tahun ke 2 = 1.000 (1+0.1)2 = 1.000 x (1.1)2 = 1.000 x
1.210 = 1.210
Untuk
tahun ke 3 = 1.000 (1+0.1)3 = 1.000 x (1.1)3 = 1.000 x
1.331 = 1.331
Nilai sekarang
(present value) dihitung dengan rumus
FV
r, n = P0 (1+
r)-n
=
P0/ (1+r)
FV
r, n = nilai pada tahun ke n pada tingkat bunga r%
P0 = Pokok
atau nilai uang pada tahun ke 0
P0r = bunga
yang dihasilkan dalam rupiah pada bungan r%
r = suku bunga
n = jumlah tahun
sebagai
contoh bila tahun ke 0 kita mempunya uang Rp. 1000 dengan suku bunga yang berlaku 10%. Uang ini dapat kita gunakan membeli saham
yang apabila dijual pada tahun ke pertama
bernilai Rp. 1.210 apakah kita akan membeli saham tersebut.
Untuk
tahun ke 1 = 1.000 (1+0.1)1 = 1.000
X 1.1 = 1. 100 sedangkan yang dinajijkan harga saham adalah Rp. 1.210
. Jadi dengan konsep nilai akan datang
dapat diketahui membeli saham merupakan alternatif yang lebih baik.
Sedangkan
bilai kita gunakan perhitungan nilai sekarang adalah sebagai berikut:
Untuk
nilai sekarang dari saham tahun ke 1 adalah = 1.210 (1+0.1)-1 =
1.210 / 1.1 = 1.100
Sedangkan
nilai uang kita saat ini adalah Rp. 1.000.
Selamat
belajar
Untuk
tahun ke 2 = 1.000 (1+0.1)-2 = 1.000 / (1.1)2 = 1.000 /
1.210 = 1.210
Untuk
tahun ke 3 = 1.000 (1+0.1)-3 = 1.000 / (1.1)3 = 1.000 /
1.331 = 1.331
Tidak ada komentar:
Posting Komentar