Reviu Perencanaan Proses
Ada
beberapa hal yang terkait dengan perencanaan proses yaitu: 1) batas produksi
minimal, 2) persoalan beli atau buat komponen produk, 3)jika ada produk yang
terus menerus rugi maka perlu diputuskan apakah produk tersebut akan dihentikan
produksinya atau tetap diproduksi walaupun rugi, 4) apabila terdapat teknologi
baru, apakah perusahaan perlu segera menggantikan teknologi yang lama dengan
teknologi baru atau tidak.
Analisis
impas adalah analisis hubungan antara volume, biaya, dan keuntungan. Untuk
dapat melakukan analisis impas perlu diketahui berapa besarnya harga jual per
unit produk perusahaan. Selain itu seluruh biaya dalam perusahaan harus
dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya
tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada tingkat
kegiatan, di dalam batas kapasitas dan waktu tertentu. Biaya variabel adalah
biaya yang jumlahnya berubah sesuai dengan perubahan aktivitas. Terdapat tiga
macam biaya variabel yaitu biaya variabel progresif, biaya variabel proporsional,
dan biaya vriabel degresif. Untuk perhitungan dalam pembahasan, biaya variabel
yang digunakan adalah biaya variabel proporsional. Biaya variabel proporsional
adalah biaya variabel yang jumlahnya tetap sebanding dengan pertambahan besar
kegiatan. Biaya semi variabel yaitu biaya yang bukan merupakan biaya tetap dan
bukan biaya variabel.
Contoh
analisis impas untuk beberapa keputusan yang diperlukan untuk perencanaan
proses produksi. Untuk analisis digunakan data sebagai berikut. Harga jual
produk per unit adalah Rp2.500,00. Biaya tetap per periode sebesar seratus juta
rupiah. Biaya variabel per unit Rp1.700,00. Dari data tersebut kita menyusun
analisis impas untuk kepentingan perencanaan proses, yaitu produksi minimal,
target keuntungan, marjin pengaman, dan titik tutup usaha.
Produksi
minimal akan diketahui melalui titik impas. Titik impas dihitung dari biaya
tetap dibagi dengan kontribusi marjin atau marginal
income (MI). Kontribusi marjin adalah selisih antara harga jual per unit
dan biaya variabel per unit. Besarnya MI adalah Rp2.500,00. - Rp1.700,00 = atau
Rp 800,00 per unit. Besarnya biaya tetap per periode adalah seratus juta
rupiah. Jadi titik impas adalah seratus juta rupiah dibagi dengan delapan ratus
rupiah per unit atau sama dengan seratus dua puluh lima ribu unit untuk setiap
periode. Dengan mengetahui titik impas sebesar 125.000 unit per periode, maka
jika perusahaan tidak ingin menanggung kerugian, proses produksi yang dilakukan
oleh perusahaan minimal sebesar seratus dua puluh lima ribu unit per periode.
Pada
tingkat berapa seharusnya proses produksi dilakukan oleh perusahaan?
perhitungan target penjualan dihitung dengan cara menjumlahkan keuntungan yng
diinginkan dengan biaya tetap dibagi dengan kontribusi marjin. Biaya tetap per
periode adalah seratus juta rupiah. Misalnya keuntungan yang diinginkan adalah
empat ratus juta rupiah. Jumlah keduanya adalah lima ratus juta rupiah. Jumlah
ini dibagi dengan delapan ratus rupiah per unit (kontribusi marjin), maka
diperoleh angka enam ratus dua puluh lima ribu unit. Artinya untuk mendapatkan
keuntungan sebesar empat ratus juta rupiah, maka perusahaan dalam periode
tersebut harus mampu memproduksi dan menjual produk sejumlah 625.000 unit. Jika
kurang dari jumlah itu maka jumlah keuntungan yang diharapkan manajemen
perusahaan tidak akan tercapai.
Benarkah
jika perusahaan merencanakan proses produksi sebesar 125.000 unit benar-benar
tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian? Benarkah jika
perusahaan memproduksi produk sejumlah 625.000 unit perusahaan dapat memperoleh
keuntungan sebesar empat ratus juta rupiah sebagaimana diinginkan oleh
manajemen? Pendapatan di hitung dengan mengalikan jumlah unit dengan harga jual
per unit. Jumlah biaya merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah
biaya variabel merupakan perkalian antara jumlah unit dengan biaya variabel per
unit. Seperti terlihat pada tabel1.1.
Tabel 1.1. Pendapatan, Biaya, dan
Keuntungan
Volume
(q)
|
125.000 unit
|
625.000 unit
|
Harga
per unit (p) dalam rupiah
|
2.500,00
|
2.500,00
|
Pendapatan
(p x q)
|
312.500.000,00
|
1.562.500.000,00
|
Jumlah
biaya tetap (Rp)
|
100.000.000,00
|
100.000.000,00
|
Jumlah
biaya variabel (Rp)
|
212.500.000,00
|
1.062.500.000,00
|
Jumlah
biaya (Rp)
|
312.500.000,00
|
1.162.500.000,00
|
Keuntungan
(Rp)
|
000,00
|
400.000.000,00
|
Volume
sebesar 625.000 unit adalah jumlah yang ditargetkan perusahaan untuk dicapai,
artinya dapat diproduksi dan dijual oleh perusahaan.
Marjin
pengaman (margin of safety) atau MS.
Besarnya MS dihitung melalui selisih antara target penjualan dan titik impas,
kemudian dibagi dengan target penjualan. Jika target penjualan per periode
sebesar 625.000 unit sementara titik impas untuk periode tersebut adalah
sebesar 125.000 unit, maka selisih keduanya dapat dihitung sama dengan 500.000
unit. Apabila kita hitung 500.000 unit dibagi dengan 625.000 unit akan
diperoleh 0,80 atau 80%. Hal ini berarti apabila penurunan penjualan dari
target belum mencapai 80% maka perusahaan masih memperoleh keuntungan. Dengan
diketahuinya besarnya MS maka manajemen cukup mengetahui berapa penurunan
penjualan yang terjadi dibandingkan dengan target penjualan. Sejauh penurunan
itu tidak lebih besar dari pada MS maka perusahaan masih dapat memperoleh
keuntungan.
Untuk
menentukan apakah perusahaan akan di tutup atau tetap jalan terus walaupun
rugi, yang perlu diperhatikan adalah biaya tetap tunai. Titik tutup usaha
dihitung dengan rumus biaya tetap tunai dibagi dengan kontribsi marjin. Dengan
demikian titik tutup usaha sama dengan enam puluh juta rupiah dibagi dengan
delapan ratus rupiah per unit. Dari perhitungan sederhana tersebut diperoleh
hasil perhitungan bahwa TTU akan sama dengan 75.000 unit. Hal ini berarti
apabila perusahaan tidak mampu memproduksi dan menjual produk minimal sejumlah
75.000 unit setiap periodenya, lebih baik perusahaan tersebut ditutup saja dari
pada menderita kerugian yang lebih besar.
Keputusan
beli atau buat, perlu ditentukan dengan cermat. Sebagai ilustrasi Untuk
memproduksi sebuah komponen produk diperlukan biaya sebesar Rp10.000,00 per
unit komponen. Adapun biaya sepuluh ribu rupiah ini terdiri dari biaya bahan
baku per unit komponen produk seribu rupiah, tenaga kerja langsung per unit
komponen produk sebesar dua ribu rupiah, biaya pabrik tidak langsung (BOP)
variabel per unit komponen produk sebesar tiga ribu rupiah, dan BOP tetap per
unit komponen produk sebesar empat ribu rupiah. Persoalan yang dihadapi perusahaan
yang memerlukan komponan produk adalah, apakah akan tetap memproduksi sendiri
dengan biaya sepuluh ribu rupiah per unit ataukah akan membeli saja dengan
harga delapan ribu rupiah per unit dari perusahaan lain. Tabel 1.2 merupakan
ikhtisar alternatif keputusan yang dapat diambil oleh perusahaan.
Tabel 1.2. Ikhtisar Keputusan
Beli atau Buat Sendiri
Kondisi
|
Beli (Rp)
|
Buat (Rp)
|
Keputusan
|
Umur ekonomis sudah habis
|
8.000
|
10.000
|
Beli
|
UE belum habis, BOP bisa dialihkan
|
8.000
|
10.000
|
Beli
|
UE belum habis, BOP tidak bisa dialihkan
|
12.000
|
10.000
|
Buat sendiri
|
Jika
terdapat sebuah atau lebih produk perusahaan yang ternyata menimbulkan
kerugian, apakah tetap diproduksi ataukah dihentikan saja produksinya? Sebagai
contoh misalnya sebuah perusahaan memproduksi dan menjual tiga macam produk seperti
pada tabel 1.3.
Tabel 1.3. Harga dan Biaya/unit
Produk A, B, dan C
Produk
|
A
|
B
|
C
|
Harga
jual (Rp)
|
70.000
|
90.000
|
75.000
|
Bahan
baku (Rp)
|
11.000
|
17.000
|
16.000
|
Tenaga
kerja langsung (Rp)
|
10.000
|
14.000
|
15.000
|
BOP
variabel (Rp)
|
12.000
|
15.000
|
15.000
|
Besarnya
BOP tetap per periode adalah Rp90.000.000,00. Manajemen perusahaan mempunyai
kebijakan bahwa semua biaya BOP tetap akan dibagi rata kepada masing-masing
produk yang diproduksi. Oleh karena ada tiga macam produk yang diproduksi maka
setiap produk akan mempunyai beban BOP tetap sebesar sembilan puluh juta rupiah
dibagi tiga atau sama dengan tiga puluh juta rupiah. Jika rencana proses
produksi direncanakan sebesar seribu unit untuk masing-masing produk, maka
pendapatan, biaya, dan keuntungan akan terlihat sebagaimana dalam tabel 1.4.
Tabel 1.4. Pendapatan, Biaya, dan
Keuntungan Produk A, B, dan C
Produk
|
A
|
B
|
C
|
Total
|
Pendapatan
(Rp)
|
70.000.000
|
90.000.000
|
75.000.000
|
235.000.000
|
Bahan
baku (Rp)
|
11.000.000
|
17.000.000
|
16.000.000
|
44.000.000
|
Tenaga
kerja langsung (Rp)
|
10.000.000
|
14.000.000
|
15.000.000
|
39.000.000
|
BOP
variabel (Rp)
|
12.000.000
|
15.000.000
|
15.000.000
|
42.000.000
|
BOP
tetap (Rp)
|
30.000.000
|
30.000.000
|
30.000.000
|
90.000.000
|
Jumlah
Biaya (Rp)
|
63.000.000
|
76.000.000
|
76.000.000
|
215.000.000
|
Keuntungan
(Rp)
|
7.000.000
|
14.000.000
|
- 1.000.000
|
20.000.000
|
Dari
Tabel 1.4 terlihat bahwa jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah
sebesar dua puluh juta rupiah. Keuntungan diperoleh melalui produk A dan B
masing-masing tujuh juta rupiah dan empat belas juta rupiah, sementara produk C
menyumbangkan kerugian sebesar satu juta rupiah. Bagaimana jika produk C tidak
usah diproduksi saja, bukankah keuntungan keseluruhan akan dapat ditingkatkan
karena produk yang merugikan perusahaan telah ditinggalkan? Apakah benar
demikian halnya, marilah kita lihat seandainya produk C tidak diproduksi oleh
perusahaan tersebut.
Tabel 1.5. Pendapatan, Biaya, dan
Keuntungan Produk A, B, Tanpa C
Produk
|
A
|
B
|
C
|
Total
|
Pendapatan
(Rp)
|
70.000.000
|
90.000.000
|
0
|
160.000.000
|
Bahan
baku (Rp)
|
11.000.000
|
17.000.000
|
0
|
28.000.000
|
Tenaga
kerja langsung (Rp)
|
10.000.000
|
14.000.000
|
0
|
24.000.000
|
BOP
variabel (Rp)
|
12.000.000
|
15.000.000
|
0
|
27.000.000
|
BOP
tetap (Rp)
|
30.000.000
|
30.000.000
|
30.000.000
|
90.000.000
|
Jumlah
Biaya (Rp)
|
63.000.000
|
76.000.000
|
- 30.000.000
|
169.000.000
|
Keuntungan
(Rp)
|
7.000.000
|
14.000.000
|
- 30.000.000
|
- 9.000.000
|
Ternyata
dari contoh apabila produk C tidak diproduksi, kerugian perusahaan justru
bertambah besar, karena meskipun produk C merupakan produk rugi namun produk
tersebut telah memberikan kontribusi terhadap perusahaan. Sehingga apabila
produk tidak diproduksi maka kontribusi produk juga akan hilang dan ini akan
mengakibatkan kerugian perusahaan justru menjadi bertambah besar.
Apakah
sekarang sudah saatnya perusahaan melakukan penggantian teknologi? Sebagai ilustrasi,
mengunakan teknologi yang ada sekarang perusahaan beoperasi dengan mengeluarkan
biaya tetap per periode sebesar Rp10.000.000,00 per periode. Proses produksi
yang dilaksanakan perusahaan memerlukan biaya variabel, yang terdiri dari biaya
bahan baku, tenaga kerja langsung, dan BOP variabel, berjumlah Rp10.000,00 per
unit produk. Jumlah produksi dan penjualan per periode yang dilakukan
perusahaan berkisar antara 15.000 unit sampai dengan 20.000 unit produk.
Sebenarnya mesin dan peralatan produksi yang digunakan sekarang mampu untuk
berproduksi sampai dengan 35.000 unit produk per periode, namun karena masalah
pemasaran maka produksi hanya dilakukan dalam jumlah seperti disebutkan di
atas. Berhubung mesin dan peralatan produksi sudah saatnya diganti karena umur
ekonomis hampir habis, manajemen mempertimbangkan apakah akan mengguakan mesin
dan peralatan produksi dengan teknologi yang lebih baru ataukah sekedar
memperbaharui mesin dengan teknologi yang sama dengan mesin sebelumnya. Setelah
dilakukan analisis ternyata mesin dan peralatan produksi mampu memberikan
penghematan biaya variabel dengan jumlah yang sangat signifikan, yaitu dari
Rp10.000,00 apabila menggunakan teknologi lama menjadi Rp3.000,00 apabila
menggunakan teknologi baru. Tabel 1.6 menunjukkan perbandingan biaya operasional
kedua macam teknologi .
Tabel 1.6. Biaya Operasional
teknlogi Lama dan Teknologi Baru
Kapasitas
|
Teknologi Lama (Rp)
|
Teknologi Baru (Rp)
|
10.000 unit
|
110.000.000
|
180.000.000
|
15.000 unit
|
160.000.000
|
195.000.000
|
20.000 unit
|
210.000.000
|
210.000.000
|
25.000 unit
|
260.000.000
|
225.000.000
|
30.000 unit
|
310.000.000
|
240.000.000
|
35.000 unit
|
360.000.000
|
255.000.000
|
40.000 unit
|
410.000.000
|
270.000.000
|
45.000 unit
|
460.000.000
|
285.000.000
|
50.000 unit
|
510.000.000
|
300.000.000
|
Untuk
teknologi lama pada kapasitas 10.000 unit biayanya dihitung biaya tetap sebesar
Rp 10.000.000,00 ditambah dengan biaya variabel sebesar 10.000 unit dikalikan
dengan Rp10.000,00 per unit atau sama dengan Rp100.000.000,00 sehingga jumlah
biaya tetap dan biaya variabel sama dengan Rp110.000.000,00. Demikian pula
untuk kapasitas yang lain, yang berubah adalah biaya variabelnya. Untuk biaya
dengan teknologi baru juga dihitung dengan cara yang sama, biaya tetap ditambah
dengan biaya variabel pada masing-masing kapasitas. Dalam contoh di atas,
apabila perusahaan menggunakan kaasitas 20.000 unit per periode, biaya yang dikeluarkan
akan sama saja baik perusahaan menggunaan teknologi lama maupun perusahaan
menggunakan teknologi yang baru. Apabila perusahaan bergerak dibawah kapasitas
tersebut ternyata lebih menguntungkan beoperasi dengan menggunakan teknologi
lama. Sebaliknya apabila perusahaan beroperasi dalam jumlah besar, lebih dari
20.000 unit per periode lebih murah menggunakan teknologi baru. Keputusan ada
pada seberapa banyak rencana produksi dan penjualan produk per periode sehingga
manajemen dapat memilih sebaiknya menggunakan teknolgi lama atau yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar