Kebijakan Dividen (Dividend Policy)
a. Dividen
Menurut Rofelawaty (2006: 108) Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Dividen tersebut dapat berupa uang, skrip (script), saham perusahaan (berupa saham investasi atau barang lainnya). Dividen timbul setelah direksi mengumumkan akan membagikan dividen, dan kebijaksanaan pembagian harus berdasarkan persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). KUHD pasal 49 menyebutkan bahwa perusahaan boleh membagikan dividen kalau perusahaan tersebut memiliki laba, tetapi tidak setiap perusahaan yang memperoleh laba dapat membagikan dividen. Karena untuk membagikan dividen memerlukan uang atau aktiva lain. Puspita (2009: 34) menyatakan Dividen merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh laba. Laba yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah laba setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Karena dividen diambil dari laba bersih maka laba tersebut mempengaruhi besarnya dividen. Semakin besar laba yang diperoleh, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
b. Jenis-jenis Dividen
Dilihat dari bentuk dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, dividen dibedakan menjadi:
b. Jenis-jenis Dividen
Dilihat dari bentuk dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, dividen dibedakan menjadi:
- Dividen tunai (Cash Dividend), yaitu dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai (kas).
- Dividen Skrip (Script Dividend), yaitu dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk skrip (surat tanda hutang).
- Dividen saham (Stock Dividend), yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk modal saham perusahaan tersebut.
- Dividen Barang (Property Dividend), yaitu dividen yang dibagikan tidak berupa uang tunai atau modal saham tetapi dalam bentuk barang (aktiva tetap) atau investasi (surat-surat berharga).
- Dividen Likuidasi (Liquidation Dividend), yaitu dividen yang dibagikan sebagai akibat dilikuditaskannya perusahaan. dividen ini dibagikan dengan tujuan pengembalian modal penyertaan kepada para pemegang saham. Dividen yang dibagikan adalah selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.
Ada 3 macam tanggal yang relevan dengan dividen yaitu, tanggal pengumuman yaitu tanggal direksi mengumumkan akan membagikan dividen, tanggal pencatatan yaitu tanggal registrasi para pemegang saham, dan tanggal pembayaran yaitu tanggal pembayaran dividen.
c. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena mempengaruhi kesempatan investasi, harga saham, struktur finansial, arus pendanaan dan posisi likuiditas. Menurut Intan (2009 : 21) “kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan pihak manajemen untuk menentukan perlakuan terhadap earning after tax (EAT), apakah dibagikan sebagai dividen, diinvestasikan kembali, atau sebagian dividen, sebagian lagi diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan”. Pengalokasian laba yang tepat, sangat penting bagi suatu perusahaan sehingga pertumbuhan perusahaan (rate of growth) dan kesejahteraan para pemegang saham dapat terjamin. Aspek utama dalam kebijakan dividen adalah penentuan alokasi laba (earning) sebagai dividen atau laba ditahan (retained earning). Menurut Purwanti (2009: 2) “dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai. Dan laba ditahan adalah bagian dari laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa yang ditahan oleh perusahaan untuk diinvestasikan kembali (reinvestment) dengan tujuan untuk mengejar pertumbuhan perusahaan (rate of growth)”. Laba sebaiknya tidak dibagikan seluruhnya sebagai dividen, sebagian harus disisihkan atau ditahan.
d. Teori Kebijakan dividen
d. Teori Kebijakan dividen
a. Irrelevance theory
Irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Menurut teori ini, kebijakan dividen tidak mempengaruhi harga saham ataupun cost of capitalperusahaan. Oleh karena itu, kebijakan dividen menjadi tidak relevan (irrelevant). Teori ini dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961), yang menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh expected earnings dan risiko perusahaan. Nilai perusahaan hanya tergantung pada laba yang diekspektasikan dari aktiva, bukan dari pemisahan laba menjadi dividen dan laba ditahan. Teori ini menganggap bahwa kebijakan dividen tidak membawa dampak apa-apa bagi nilai perusahaan. Jadi, peningkatan atau penurunan dividen oleh perusahaan tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan.
b. Bird in the hand theory
Teori dari Lintner (1962), Gordon (1963), dan Bhattacharya (1979) menjelaskan bahwa investor menyukai pendapatan dividen yang tinggi karena pendapatan dividen yang diterima seperti burung di tangan (bird in the hand) yang mempunyai nilai yang lebih tinggi dan risiko yang kecil daripada pendapatan modal (bird in the bush) karena dividen lebih pasti dari pendapatan modal. Teori ini juga berpendapat bahwa investor menyukai dividen karena kas di tangan lebih bernilai daripada kekayaan dalam bentuk lain. Konsekuensinya, harga saham perusahaan akan sangat ditentukan oleh besarnya dividen yang dibagikan. Peningkatan dividen akan meningkatkan harga saham yang akan berdampak pula pada nilai perusahaan.
c. Tax preference theory
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka berpendapat bahwa karena adanya pajak, maka pendapatan yang relevan adalah pendapatan setelah pajak. Teori ini merujuk kepada pengenaan pajak yang diberlakukan bagi setiap investor yang mendapatcapital gain atau dividen. Pada umumnya besarnya pajak yang diberlakukan berbeda, dimana pajak untuk dividen lebih besar dibandingkan pajak untuk capital gain. Para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Sudah tentu present value(PV) pembayaran pajaknya akan turun. Dengan dua alasan ini (pajak lebih rendah serta dapat ditundakan) maka Litzenberger dan Ramaswamy menyatakan pandangan negatif dividen bagi nilai (value) perusahaan.
Meskipun tiga konsep tersebut dianggap sebagai teori-teori utama mengenai kebijakan dividen, perkembangan ilmu keuangan modern memunculkan pendekatan baru yang lebih relevan dan lebih mampu menjelaskan kebijakan dividen dalam dunia bisnis praktis, yaitu:
a. Signalling theory
Signalling theory is based on the assumption that information is not equally available to all parties at same time, and that information asymmetry is the rule. Information asymmetries can result in very low valuations or a suboptimum investment policy. Signalling theory states that corporate financial decisions are signals sent by the company’s managers o investors in order to shake up these asymmetries. These signals are the cornerstone of financial communications policy.
Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen. Tetapi ada argumen lain yang lebih masuk akal yaitu dividen itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan/penurunan harga, tetapi prospek perusahaan yang ditunjukkan oleh meningkat/menurunnya dividen yang dibayarkan, yang menyebabkan perubahan harga saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori signal atau isi informasi dari dividen (Information Content of Dividend). Menurut teori tersebut, dividen mempunyai kandungan informasi, yaitu prospek perusahaan di masa mendatang. Prinsip signalling ini mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung informasi. Hal ini disebabkan karena adanya asymmetric information. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal.
b. Teori Dividen Residual (Residual Theory of Dividends)
Menurut teori dividen residual, perusahaan menetapkan kebijakan dividen setelah semua investasi yang menguntungkan habis dibiayai. Dengan kata lain, dividen yang dibayarkan merupakan ‘sisa’ (residual) setelah semua usulan investasi yang menguntungkan habis dibiayai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar