NIM :
018680547
Pendapat Wajar dengan
Pengecualian
Laporan Auditor Independen
No. 230500 LSI HT SA
Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi
P.T. Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk
Kami telah mengaudit neraca konsolidasi P.T. Perusahaan Perkebunan London
Sumatra Indonesia Tbk dan anak perusahaan tanggal 31 Desember 1999 dan 1998,
serta laporan laba rugi, perubahan ekuitas dan arus kas konsolidasi untuk
tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah
tanggung jawab manajemen Perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada
pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. Kami tidak
mengaudit laporan keuangan Lonsum Finance BV, anak perusahaan yang dikonsolidasi
iuntuk tahun yang berakhir 31 Desember 1999, yang laporan keuangannya
mencerminkan jumlah aktiva sebesar 6,66% dari jumlah aktiva konsolidasi pada
tanggal 31 Desember 1999 dan rugi bersih sebesar Rp 83.913.507 untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut.Laporan keuangan anak perusahaan tersebut
diaudit oleh auditor independen lain dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.
Laporan auditor independen tersebut telah diserahkan kepada kami, dan pendapat
kami, sejauh yang berkaitan dengan jumlah-jumlah untuk Lonsum Finance BV,
didasarkan semata-mata atas laporan auditor independen lain tersebut.
Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan
melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas
dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan
dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi
yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta
penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin
bahwa audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut memberikan dasar
memadai untuk menyatakan pendapat.
Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 37 atas laporan keuangan konsolidasi,
Perusahaan belum mencatat tagihan oleh lembaga keuangan tertentu sebagai akibat
dari pemutusan dini kontrak berjangka valuta asing, kontrak swap extention
dengan opsi pembatalan dan kontra par forward komiditi, seluruhnya sejumlah US$
92.947.156 pada saat tagihan diajukan dan hasil rundingan tagihan terakhir yang
belum disepakati. Perusahaan telah merundingkan tagihan tersebut pada tahun 1998,
akan tetapi belum mencapai suatu kesepakatan sampai dengan saat ini. Menurut
pendapat kami, Perusahaan seharusnya mencatat kewajiban tersebut dalam laporan
keuangan tersebut dicatat, kewajiban dan defisit akan meningkat masing-masing
sebesar Rp 659.924.807.600 dan Rp 745.900.926.900 pada tanggal 31 Desember 1999
dan 1998.
Sebagaimana dijelaskan pada Catatan 12 atas laporan keuangan konsolidasi,
Perusahaan mempunyai piutang sejumlah Rp 142.446.772.308 dan wesel tagih
sejumlah Rp 27.554.212.500 kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
pada tanggal 31 Desember 1999. Pada tanggal 1 Desember 1999, Perusahaan telah
menjadualkan kembali piutang tersebut sehubungan ketidakmampuan pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa membayar piutang tersebut berikut bunganya.
Penjadualan kembali piutang tersebut tergantung hasil restrukturisasi
Perusahaan dan persetujuan para pemegang saham minoritas. Karena belum adanya
kepastian hasil restrukturisasi Perusahaan dan persetujuan para pemegang saham
minoritas, kami berpendapat, bahwa Perusahaan seharusnya mencatat penyisihan
atas kemungkinan tidak tertagihnya piutang tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.Bila penyisihan piutang diatas dicatat maka aktiva
akan menurun sebesar Rp 170.000.984.808 dan defisit akan meningkat dalam jumlah
yang sama pada tanggal 31 Desember 1999.
Dalam laporan kami bertanggal 27 April 1999, kami memberikan pendapat wajar
dengan pengecualian atas laporan keuangan konsolidasi tahun 1998, antara lain
karena tidak dibuatnya penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa yang timbul sehubungan dengan penggunaaan
deposito berjangka Perusahaan sejumlah Rp 20.000.000.000 sebagai agunan atas
hutang pihak yang mempunyai hubungan istimewa kepada bank, serta piutang kepada
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berjumlah Rp 249.506.049.125
yang berasal dari pencairan oleh bank tertentu atas deposito berjangka dan
rekening giro Perusahaan yang diagunkan. Sebagaimana dijelaskan pada Catatan 39
atas laporan keuangan konsolidasi, deposito berjangka dan piutang kepada
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut telah dialihkan kepada
pihak lain dan sebagai kompensasi pembayarannya, pihak lain tersebut melepaskan
hak dan kepentingan atas sebidang tanah sesuai dengan perjanjian pendahuluan
pelepasan hak dan kepentingan atas tanah. Dengan perjanjian ini, Perusahaan
memperoleh kuasa yang tidak akan berakhir oleh sebab apapun juga, untuk
melakukan tindakan-tindakan kepengurusan dan kepemilikan atas tanah tersebut.
Oleh karena itu pendapat kami sekarang atas laporan keuangan konsolidasi tahun
1998 mengenai penyisihan piutang ragu-ragu tersebut, berbeda dengan laporan
kami sebelumnya.
Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor
independen lain tersebut, kecuali untuk dampak belum dicatatnya kewajiban atas
tagihan lembaga keuangan pada tahun 1999 dan 1998 serta tidak dibuatnya
penyisihan piutang dan wesel tagih kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa untuk tahun 1999 sebagaimana dijelaskan pada paragraf ketiga dan
keempat sebelumnya, laporan keuangan konsolidasi yang kami sebut diatas,
menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan P.T.
Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan anak perusahan tanggal
31 Desember 1999 dan 1998, dan hasil usaha, perubahan ekuitas, serta arus kas
untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Sebagaimana dijelaskan dalam Catatan 2 atas laporan keuangan konsolidasi,
pada tahun 1999 Perusahaan dan anak perusahaan mengubah metode akuntansi pajak
penghasilan untuk disesuaikan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.
46, dan secara restrospektif, menyajikan kembali laporan keuangan konsolidasi
tahun 1998 atas perubahan tersebut.
Laporan keuangan konsolidasi terlampir disusun dengan anggapan bahwa
Perusahaan dan anak perusahaan dapat melanjutkan operasinya sebagai entitas
yang berkemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Catatan 38 atas
laporan keuangan konsolidasi berisi pengungkapan dampak kondisi ekonomi
Indonesia terhadap Perusahaan dan anak perusahaan. Tingginya kurs valuta asing
dan tingkat bunga pinjaman, ketatnya likuiditas dan kesulitan keuangan yang
dialami pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa berdampak buruk pada
kemampuan Perusahaan dan anak perusahaan untuk melunasi pokok pinjamannya.
Perusahaan dan anak perusahaan juga menangguhkan pembayaran sebagian besar
bunga pinjaman yang sudah jatuh tempo, tidak dapat memenuhi ketentuan
rasio-rasio keuangan yang disyaratkan dalam perjanjian pinjaman. Disamping itu,
Perusahaan juga mengalami ketidakpastian penyelesaian piutang kepada
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan belum mencapai kesepakatan
atas pembayaran tagihan lembaga keuangan seperti dijelaskan dalam paragraf
ketiga dan keempat sebelumnya. Hal-hal tersebut telah menimbulkan
ketidakpastian yang signifikan mengenai kemampuan Perusahaan dan anak
perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Rencana manajemen yang
konsisten dan lebih intensif sehubungan dengan masalah-masalah tersebut diatas
juga di uraikan dalam Catatan 38 atas laporan keuangan konsolidasi. Kemampuan
Perusahaan dan anak perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
tergantung pada keberhasilan manajemen untuk melakukan restrukturisasi pinjaman
dan keuangan Perusahaan secara keseluruhan, mencapai kesepakatan atas
pembayaran tagihan oleh lembaga keuangan tersebut diatas, dan menghasilkan arus
kas yang cukup dari kegiatan usaha dimasa yang akan datang.Laporan keaungan
konsolidasi belum mencakup penyesuaian-penyesuaian yang mungkin timbul dari
ketidakpastian tersebut.
HANS TUANAKOTTA & MUSTOFA
Izin usaha / Business License No. 98.2.0240
Izin usaha / Business License No. 98.2.0240
Drs. Henky Agus Tedjasukmana
Izin / License No. 98.1.0148
Izin / License No. 98.1.0148
23 Mei 2000 / May 23, 2000
Pendapat Wajar tanpa Pengecualian (Laporan Audit Baku)
Laporan Audit Independen
Kepada Yth.
Direksi
dan Dewan Komisaris
PT.
GUNADARMA
Jl. Margonda Raya No 100
Pondok Cina Depok
Kami telah mengaudit neraca PT. GUNADARMA per 31 Desember 2001
serta laporan rugi laba, laporan perubahan laba ditahan, dan laporan arus kas
untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah
tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami adalah pada pernyataan
pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami.
Kami
melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan
audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari
salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian,
bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan
keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas standar akkuntansi yang digunakan
dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap
penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami
memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.
Menurut
pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT. GUNADARMA per 31
Desember 2001, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir
pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kantor akuntan
Eliya Isfaatun, SE., MMSI
(Eliya Isfaatun, SE., MMSI)
Reg. Neg-D110369
Tanggal, 13 Maret 2002
Contoh Kasus Audit
Auditor gagal mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan yang disajikan
oleh klien yang diaudit.
Hal ini dapat disebabkan karena kekurangcermatan serta kurangnya kompetensi
auditor dalam mengaudit laporan keuangan kliennya. Contoh kasus nyata yang
terjadi adalah seperti yang terjadi pada PT KIMIA FARMA pada tahun 2002. milik
pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia
Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut
di audit oleh Hans Tuanakotta & Mu`stofa (HTM). Akan tetapi, Kementrian
BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002
laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru,
keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan
itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan
sebesar Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan
timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT
Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga
persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per
3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian
persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada
unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil
dideteksi. Jadi, pada kasus ini, manajemen PT. KIMIA FARMA terbukti menyalahi
etika dalam pelaporan keuangannya karena telah melakukan fraud, sedangkan
auditornya (HTM) kurang profesional karena tidak sanggup mendeteksi adanya
fraud yang dilakukan kliennya sehingga tidak berhasil mengatasi risiko audit
dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT KIMIA FARMA,
walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP dan tidak terlibat dalam fraud
tersebut. Oleh karena itu, PT KIMIA FARMA didenda besar Rp 500 juta, direksi
lama PT KIMIA FARMA terkena denda Rp 1 miliar, serta HTM yang selaku auditor
didenda sebesar 100 juta rupiah yang otomatis juga akan menurunkan
kredibilitasnya sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional.
G. Solusi
Terjadinya penyalahsajian laporan keuangan yang merupakan indikasi dari tindakan
tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak
dapat terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada
periode tersebut. Apakah hal ini merupakan kesalahan dari akuntan publik
tersebut ?
Padahal akuntan publik tersebut setelah diperiksa ternyata telah
melaksanakan prosedur audit yang sesuai dengan SPAP. Jika melihat dari SA Seksi
230 paragraf 12 yang menyebutkan:
(12) Oleh karena pendapat auditor atas laporan keuangan didasarkan pada konsep pemerolehan keyakinan memadai, auditor bukanlah penjamin dan laporannya tidak merupakan suatu jaminan. Oleh karena itu, penemuan kemudian salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang ada dalam laporan keuangan, tidak berarti bahwa dengan sendirinya merupakan bukti (a) kegagalan untuk memperoleh keyakinan memadai, (b) tidak memadainya perencanaan, pelaksanaan, atau pertimbangan, (c) tidak menggunakan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama, atau (d) kegagalan untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
(12) Oleh karena pendapat auditor atas laporan keuangan didasarkan pada konsep pemerolehan keyakinan memadai, auditor bukanlah penjamin dan laporannya tidak merupakan suatu jaminan. Oleh karena itu, penemuan kemudian salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang ada dalam laporan keuangan, tidak berarti bahwa dengan sendirinya merupakan bukti (a) kegagalan untuk memperoleh keyakinan memadai, (b) tidak memadainya perencanaan, pelaksanaan, atau pertimbangan, (c) tidak menggunakan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama, atau (d) kegagalan untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
Seorang akuntan publik dalam melaksanakan auditnya pada umumnya berdasarkan
kepada sampling, makanya ketika ditemukan di kemudian hari terdapat kesalahan
yang tidak terdeteksi merupakan hal yang wajar, karena menurut SA Seksi 110
paragraf 1 menyebutkan:
(1) Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
(1) Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dengan melakukan sampling, otomatis terdapat suatu risiko untuk tidak
terdeteksinya suatu kesalahan dalam laporan keuangan yang diaudit. Kalau begitu
mengapa akuntan publik tersebut dikenakan sanksi untuk membayar sebesar 100
juta karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma tersebut ? Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menurut UU Pasar Modal tahun 1995, begitu menemukan adanya kesalahan,
selambat-lambatnya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Maka jika akuntan publik yang tidak dapat mendeteksi
adanya kesalahan penyajian tersebut ternyata baru menyadari adanya kesalahan
yang tak terdeteksi tersebut setelah mengeluarkan opininya tetapi tidak segera
melaporkannya dalam periode tiga hari, maka pantaslah akuntan publik tersebut
dikenakan sanksi.
Berkaitan dengan sikap Skeptisme Profesional seorang auditor, sehingga jika
akuntan publik tersebut tidak menerapkan sikap skeptisme profesional dengan
seharusnya hingga berakibat memungkinkannya tidak terdeteksinya salah saji
dalam laporan keuangan yang material yang pada akhirnya merugikan para
investor.
Menurut pemaparan kasus diatas, akuntan publik tersebut setelah melalui
proses penyelidikan ternyata tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan untuk
membantu manajemen PT. Kimia Farma dalam penggelembungan keuntungan tersebut.
Maka hal ini berarti tidak adanya masalah yang berkaitan dengan independensi
seorang auditor, atau berarti auditor tersebut telah independen dalam melakukan
jasa profesionalnya.
Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah :
Pada setiap pendapat auditor mempunyai latar belakang yang berbeda,
misalkan pendapat wajar tanpa pengecualian berarti auditor tidak
menemukan suatu kejanggalan terhadap suatu laporan keuangan tersebut dan
laporan keuangan tersebut dilengkapi dengan bukti-bukti yang nyata misalnya Kuitansi,Faktur Penjualan,Faktur Pembelian,Nota Kontan,Nota
Debit,Nota Kredit,Bukti Penerimaan Kas/ Bukti Kas Masuk,Bukti Pengeluaran Kas/
Bukti Kas Keluar,Bilyet Giro,Cek,Voucher Kas Kecil,Bukti Memorial dll
Wajar dengan pengecualian dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara auditor
independen dan auditor dari akuntan publik tetapi auditor tidak menemukan
kejanggalan atau kecurangan yang berarti.
Jika dalam
prosesnya Auditor gagal mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan yang disajikan
oleh klien itu dikarenakan beberapa hal misalnya auditor kurang teliti,auditor
tidak memenuhi standar audit atau SPAP dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar