siklus auditing


Siklus pengauditan di LP-PHPL PT.NUSA BHAKTI MANDIRI
Tahapan-tahapan dalam proses audit sertifikasi PHPL adalah sebagai berikut :
  1. Audit Sertifikasi Awal

   
1.1. Audit Tahap 1

           Tim Auditor melaksanakan audit tahap 1 dengan cara:
a.    mengaudit dokumentasi sistem manajemen klien;
b.    mengevaluasi lokasi dan kondisi lapangan klien yang spesifik dan melakukan diskusi dengan personel klien untuk menentukan kesiapan untuk audit tahap 2
c.    mengkaji status dan pemahaman klien berkenaan dengan persyaratan standar, terutama yang berkaitan dengan identifikasi kinerja utama  kerja atau aspek yang signifikan, proses, sasaran, dan operasi sistem manajemen.
d.    mengumpulkan informasi penting berkenaan dengan lingkup sistem manajemen, proses dan lokasi klien, dan aspek perundang-undangan dan hukum dan pemenuhannya  (sebagai contoh aspek hukum, lingkungan, dan mutu dari operasi klien, keterkaitan resiko, dsb)
e.    mengkaji alokasi sumber daya untuk audit tahap 2 dan persetujuan klien berkenaan dengan rincian audit tahap 2.
f.     memfokuskan perencanaan audit tahap 2 dengan mendapatkan pemahaman yang cukup tentang klien sistem manajemen dan operasi lapangan pada konteks aspek signifikan yang mungkin;
g.    mengevaluasi apakah internal audit dan kaji ulang manajemen telah direncanakan dan dilakukan, dan level implementasi dari substansi sistem manajemen menunjukan bahwa klien siap untuk audit tahap 2.
Tim auditor membuat laporan temuan audit tahap 1 dan mengkomunikasikannya kepada klien, termasuk identifikasi area yang menjadi perhatian yang dapat diklasifikasikan sebagai ketidaksesuaian selama audit tahap 2. Laporan tersebut diserahkan kepada Divisi Operasional. (LP-NBM-06.00.03)
Interval waktu antara audit tahap 1 dan 2 secara normal ditentukan dalam Tata Waktu Audit. Dalam menentukan interval antara audit tahap 1 dan audit tahap 2, Divisi Operasional dapat mempertimbangkan kebutuhan klien untuk menyelesaikan area yang menjadi perhatian yang teridentifikasi selama audit tahap 1.  Divisi Operasional juga dapat merevisi pengaturan yang diperlukan untuk audit tahap 2.
  1.2.  Audit Tahap 2
A.   Koordinasi dengan Instansi Kehutanan
Tim audit berkoordinasi dengan instansi kehutanan di tingkat Provinsi dan UPT Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan sebelum dan sesudah penilaian lapangan. Sebelum penilaian lapangan, tim menyampaikan rencana pelaksanaan penilaian dan meminta informasi tambahan terkait dengan kondisi auditi yang akan dinilai. Setelah selesai melaksanakan penilaian lapangan, tim melaporkan bahwa penilaian lapangan telah selesai dan menyampaikan kebutuhan  informasi yang kurang lengkap
B.   Konsultasi Publik
1)   Bentuk konsultasi publik dilakukan dengan mengumumkan rencana Penilaian Kinerja PHPL yang memuat antara lain nama dan alamat LPPHPL, nama dan alamat auditee, lokasi, serta waktu penilaian selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kalender dimuat dalam website LP-PHPL, website Departemen Kehutanan (www.dephut.go.id), di desa/kelurahan lokasi auditi dan/atau media masa, serta menyampaikan surat pemberitahuan kepada PI tentang rencana penilaian, meliputi jadwal dan tata waktu pelaksanaan kegiatan, tim audit, disertai profil singkat auditi.
2)  Sebelum melaksanakan penilaian lapangan Tim Audit mengadakan konsultasi publik dengan masyarakat yang secara langsung terkena dampak, instansi kehutanan setempat/kabupaten dan Pemantau Independen (PI), sekurang-kurangnya 1 (satu) kali.
3) Tim Audit wajib mendokumentasikan kegiatan konsultasi publik dalam bentuk Berita Acara dan disertai daftar hadir peserta.






C.   Pelaksanaan Audit Lapang
Tata cara pelaksanaan audit di lapangan mengacu kepada standar ISO/IEC 19011:2002 atau SNI 19-19011-2005 dan Peraturan Dirjen BUK No: P.8/VI-BPPHH/2012.
Tim Audit melakukan audit lapang untuk mengevaluasi implementasi, termasuk efektifitas sistem manajemen klien. 
Audit lapang dilaksanakan di lokasi klien, diawali dengan pertemuan pembukaan (open meeting), verifikasi dokumen dan observasi lapang, dan pertemuan penutupan (close meeting).
Audit mencakup minimal hal-hal berikut :
a).   informasi dan bukti tentang kesesuaian untuk seluruh persyaratan standar sistem manajemen yang berlaku atau dokumen normatif lainnya;
b). pemantauan, pengukuran, pelaporan, dan pengkajian kinerja dibandingkan dengan sasaran dan target  kinerja yang utama  (sesuai dengan harapan dalam standar sistem manajemen atau dokumen normatif lainnya yang berlaku.)
c).    sistem manajemen dan unjuk kerja klien terkait pemenuhan legal
d).    pengendalian operasional proses-proses klien
e).    internal audit dan kaji ulang manajemen
f).     Tanggung jawab manajemen untuk kebijakan klien
g).  Hubungan antara persyaratan normatif, kebijakan, sasaran dan target kinerja (sesuai dengan harapan dalam standar sistem manajemen atau dokumen normatif lainnya yang berlaku), setiap persyaratan legal yang berlaku, tanggung jawab, kompetensi personel, operasional, prosedur, data kinerja dan temuan internal audit dan kesimpulan.
Tim audit menganalisis seluruh informasi dan bukti audit yang diperoleh  selama audit tahap 1 dan tahap 2 untuk mengkaji temuan-temuan audit dan menyetujui kesimpulan audit. Kesimpulan audit disampaikan pada rapat penutupan audit.  
Informasi yang diserahkan oleh tim audit kepada Divisi Operasional untuk keputusan sertifikasi mencakup:
a).  laporan audit (Lampiran 4)
b).  keterangan pada ketidaksesuaian, dan jika tersedia, koreksi dan tindakan korektif yang dilakukan oleh klien (Lampiran 5)
c).  konfirmasi tentang informasi yang disediakan untuk lembaga sertifikasi yang digunakan dalam pengkajian permohonan
d).  rekomendasi diberikan atau tidak diberikannya sertifikasi, serta setiap kondisi atau observasi. (Lampiran 6)
LP-PHPL NBM membuat keputusan sertifikasi berdasarkan pada evaluasi temuan audit dan kesimpulan audit serta informasi sesuai lainnya (sebagai contoh informasi publik, keterangan pada laporan audit dari klien). Pengelolaan keputusan sertifikasi diatur dalam Prosedur Proses Sertifikasi.
 1.3. Penilaian Hasil Audit
1.    Penilaian Hasil Audit terhadap kinerja pemegang IUPHHK dilakukan oleh Tim Auditor LP-PHPL NBM berdasarkan Standard Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL). Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja PHPL tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal BUK Nomor: P.8/VI-BPPHH/2012
2.    Penilaian dari Tim Auditor divalidasi oleh Tim Pengambil Keputusan.
 1.4. Pelaporan
1.    Tim audit menyusun laporan hasil audit dengan merujuk kepada standar ISO/IEC 19011:2002 atau SNI 19-19011-2005, dengan mencakup sistematika sebagaimana Lampiran 3.9. Peraturan Direktur Jenderal BPK Nomor: P.8/VI-BPPHH/2012 dan disampaikan kepada LP-PHPL NBM, dilengkapi dengan Berita Acara penyerahan laporan.
2.    LP-PHPL NBM menyampaikan Laporan Hasil Penilaian/Audit (telah divalidasi dan diambil keputusan oleh PK) kepada auditee (pemegang izin atau pemegang hak pengelolaan) sebagaimana Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 joP.68/Menhut-II/2011 jo P.45/Menhut-II/2012. Dalam hal Auditi keberatan terhadap Hasil Keputusan Penilaian Kinerja PHPL, Auditi diberi kesempatan menyampaikan keberatan (BANDING) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya Keputusan Hasil Penilaian (Laporan Hasil Penilaian/Audit).
3.    Untuk menyelesaikan keberatan, LP-PHPL NBM membentuk Tim Ad-Hoc yang anggotanya harus independen, mewakili para pihak dan ahli dibidangnya; dan hasil keputusan diterima atau ditolaknya keberatan disampaikan kepada auditee selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kalender sejak diterimanya keberatan/banding.
4.    Dalam hal keberatan/banding diterima, LP-PHPL NBM melakukan perbaikan terhadap materi yang diajukan keberatannya di dalam Laporan Hasil Penilaian.
5.    Hasil penyelesaian keberatan oleh Tim Ad Hoc beserta laporan penilaian yang telah diperbaiki disampaikan kepada Pengambil Keputusan sebagai dasar penetapan keputusan penilaian.
6.    LP-PHPL NBM harus menyampaikan Laporan Hasil Penilaian dan Penetapan Keputusan Penilaian kepada Pemerintah c.q. Departemen Kehutanan.
7.    Dalam hal pembiayaan penilaian bersumber dari dana pemerintah, dan sampai dengan penetapan keputusan penilaian masih terdapat keberatan dari auditee, maka proses dan pembiayaan penyelesaian keberatan/banding selanjutnya menjadi tanggung jawab auditor.
8.    Waktu penyelesaian proses penilaian selambat-lambatnya 69 (enam puluh sembilan) hari kalender terhitung sejak dimulainya pelaksanaan penilaian dan observasi lapang, dengan rincian tahapan waktu sebagai berikut:
a) Diawali dengan Pertemuan Pembukaan, Verifikasi dan observasi lapangan dilakukan selambat-lambatnya selama 21 (dua puluh satu) hari kalender, dan diakhiri dengan Pertemuan Penutupan.  
b)  Penyampaian data dan dokumen auditee yang belum lengkap, pembuatan laporan, pengambilan keputusan dan penyampaian hasil keputusan penilaian selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak Pertemuan Penutupan.
c) Auditee diberi waktu untuk menyampaikan banding atas hasil keputusan penilaian selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak penyampaian hasil keputusan penilaian.
d) Dalam hal tidak terdapat banding, hasil keputusan penilaian diumumkan selambat-lambatnya 49 (empat puluh sembilan) hari kalender terhitung sejak dimulainya pelaksanaan penilaian dan observasi lapangan.
e) Dalam hal terdapat banding, penyelesaian dan keputusan banding dilaksanakan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kalender terhitung sejak diterimanya banding, dan hsail keputusan penilaian diumumkan selambat-lambatnya 69 (enam puluh sembilan) hari kalender sejak dimulainya pelaksanaan penilaian dan observasi lapangan.
 1.5. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan oleh Pengambil Keputusan yang memenuhi syarat:
1)    Personil tetap dari LP-PHPL yang bersangkutan.
2)    Memahami sistem Penilaian Kinerja PHPL.
3)    Dalam hal diperlukan, Pengambil Keputusan dapat membentuk tim pendukung yang terdiri dari tenaga yang kompeten dan/atau auditor yang tidak melakukan audit terhadap auditee yang bersangkutan.
Pengambilan keputusan penilaian didasarkan atas laporan hasil audit. Keputusan penilaian kinerja PHPL dilakukan dengan memberikan nilai akhir dengan nilai dan predikat “BAIK”, "SEDANG" atau “BURUK”. Pedoman Kelulusan Penilaian Kinerja PHPL adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan Nilai Akhir Kinerja PHPL minimal SEDANG (>59%).
2. Tidak ada verifier dominan yang bernilai BURUK.
3. Semua verifier VLK harus MEMENUHI.
Dalam hal auditee diputuskan mendapatkan sertifikat PHPL (berpredikat SEDANG atau BAIK) namun masih terdapat beberapa verifier co-dominan dengan nilai buruk, maka auditee diberikan kesempatan memperbaiki verifer yang buruk tersebut untuk diperiksa pada saat Surveilen/Penilikan.
Dalam hal auditee diputuskan tidak mendapatkan sertifikat PHPL (berpredikat BURUK), auditee diberikan kesempatan untuk memperbaiki indikator yang memiliki nilai buruk hingga Nilai Akhir Kinerja PHPLnya bernilai minimal SEDANG.
                 
   2. Audit Surveilen
1.    LP-PHPL harus memiliki prosedur penilikan dengan merujuk kepada standar ISO/IEC 17021:2006 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 joP.68/Menhut-II/2011  jo P.45/Menhut-II/2012, dengan ketentuan sekurang-kurangnya sebagai berikut:
ü  Penilikan dilakukan berdasarkan standar Penilaian Kinerja PHPL yang berlaku.
ü  Pelaksanaan penilikan diketahui oleh auditor.
ü  Rencana kerja penilikan harus diuraikan secara jelas (jenis indikator, metode penilaian, dan waktu pelaksanaan).
ü  Penilikan dilakukan melalui proses penilaian lapangan.
ü  Hasil penilikan dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan disampaikan kepada auditee.
2.    Dalam kondisi tertentu antara lain adanya masukan/rekomendasi dari Lembaga Pemantau Independen, LP-PHPL dapat melakukan percepatan/penambahan penilikan.
3.    Audit survailen dilaksanakan minimal satu kali setahun.  Waktu audit survailen pertama tidak lebih dari 12 bulan sejak tanggal diterbitkannya Sertifikat PHPL.
4.    Berdasarkan jadwal surveilen, Divisi Operasional merencanakan kegiatan surveilen dan menyusun tim auditor surveilen.
5.    Divisi Administrasi dan Keuangan mengirimkan surat pemberitahuan surveilen kepada klien selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum dilaksanakan audit surveilen.
6.    Organisasi klien menjawab surat pemberitahuan tersebut selambat-lambatnya 10 hari sebelum audit surveilen.
7.    Tim auditor melakukan audit surveilen sesuai perencanaan.
8.    Audit surveilen mencakup:
a.    internal audit dan kaji ulang manajemen
b.    tinjauan tindakan yang diambil terhadap ketidaksesuaian yang diidentifikasi selama audit sebelumnya
c.    penanganan keluhan
d.    efektifitas sistem manajemen untuk pencapaian sasaran klien tersertifikasi
e.    kemajuan dari aktifitas yang direncanakan untuk peningkatan berkelanjutan
f.     keberlanjutan pengendalian operasional
g.    tinjauan setiap perubahan, dan
h.    penggunaan logo dan/atau referensi sertifikasi lainnya.
9.    Tim Auditor melaporkan hasil kegiatan surveilen kepada LP-PHPL NBM.
10.  Divisi Operasional merekomendasi pemeliharaan sertifikasi klien didasarkan atas peragaan bahwa klien tetap konsisten terhadap persyaratan standar sistem manajemen. 
11.  Divisi Administrasi dan Keuangan mengirimkan surat pemberitahuan kepada klien bahwa sertifikasi telah terpelihara. 
 3. Audit Sertifikasi Ulang
1.    Divisi Operasional membuat rencana audit sertifikasi ulang.
2.    Divisi Operasional menetapkan waktu audit sertifikasi ulang.
3.    SK Tim Auditor dikirimkan oleh Divisi Administrasi dan Keuangan kepada organisasi klien selambat-lambatnya 2 minggu sebelum pelaksanaan audit.
4.    Kegiatan audit sertifikasi ulang mungkin membutuhkan audit tahap 1 bila  terdapat perubahan signifikan pada sistem manajemen, klien, atau konteks sistem manajemen yang sedang dioperasikan (sebagai contoh perubahan terhadap peraturan perundang-undangan).
5.    Organisasi klien menyetujui rencana audit  dan tanggal audit sertifikasi ulang.
6.    Tim audit melaksanakan audit berdasarkan rencana audit yang telah ditetapkan.
7.    Audit sertifikasi ulang mempertimbangkan kinerja sistem manajemen selama periode sertifikasi dan mencakup tinjauan atas laporan survailen sebelumnya.
8.    Audit sertifikasi ulang mencakup audit lapangan yang dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut:
ü  efektifitas sistem manajemen secara menyeluruh terkait dengan perubahan internal atau eksternal dan relevansi dan kemampuan pelaksanaanya untuk lingkup sertifikasi secara berkelanjutan
ü  menunjukkan komitmen untuk memelihara efektivitas dan peningkatan sistem manajemen untuk mencapai kinerja secara keseluruhan
ü  apakah pengoperasian sistem manajemen yang disertifikasi berkontribusi terhadap pencapaian kebijakan dan sasaran organisasi.
9.    Tim audit menganalisis seluruh informasi dan bukti audit yang diperoleh  untuk mengkaji temuan-temuan audit dan menyetujui kesimpulan audit. Kesimpulan audit disampaikan pada rapat penutupan audit. 
10.  Pada saat, selama audit sertifikasi ulang, ketidaksesuaian atau kurangnya bukti kesesuaian teridentifikasi, organisasi klien diberi batas waktu untuk koreksi dan tindakan korektif untuk diimplementasikan sebelum habisnya masa berlaku sertifikat.
11.  LP-PHPL PT. NUSA BHAKTI MANDIRI membuat keputusan untuk pembaharuan sertifikasi berdasarkan pada hasil dari audit sertifikasi ulang, begitupun dengan hasil kajian sistem selama periode sertifikasi dan keluhan yang diterima dari pengguna sertifikasi.







   4. Audit Khusus
4.1.   Perluasan ruang lingkup
1.    Organisasi pemohon dapat meminta untuk dilakukan perluasan ruang lingkup sertifikasi.
2.    LP-PHPL PT.NUSA BHAKTI MANDIRI, melalui Divisi Administrasi dan Keuangan mengirimkan Formulir Permohonan Perluasan Lingkup Sertifikasi kepada organisasi pemohon.
3.    LP-PHPL PT.NUSA BHAKTI MANDIRI merespon permohonan untuk perluasan ruang lingkup sertifikasi yang telah diberikan, melakukan suatu kajian terhadap permohonan dan menentukan kegiatan audit yang penting untuk memutuskan apakah perluasan diberikan atau tidak.
4.    Perluasan ruang lingkup ini dapat dilakukan bersamaan dengan audit surveilen.

4.2 Audit tiba-tiba ( short-notice)
Dapat dimungkinkan LP-PHPL PT. NUSA BHAKTI MANDIRI melakukan audit short-notice terhadap klien yang disertifikasinya untuk menginvestigasi terhadap keluhan dari pelanggan organisasi klien, atau berkaitan dengan perubahan-perubahan, atau sebagai tindak lanjut dari  klien yang dibekukan.  Dalam kasus-kasus yang demikian  :
a.   Divisi Administrasi dan Keuangan menjelaskan dan memberitahu terlebih dahulu kepada klien yang disertifikasinya mengenai persyaratan kunjungan tiba-tiba yang dilakukan.
b.  Divisi Operasional memberi perhatian lebih dalam penugasan tim audit karena kurangnya peluang bagi klien untuk berfokus pada anggota tim audit.
















PERENCANAAN AUDIT
Ada tujuh tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan audit, antara lan:
1. Memahami bisnis dan industri klien
2. Melaksanakan prosedur analitik
3. Mempertimbangkan tingkat materialitas awal
4. Mempertimbangkan risiko bawaan
5. Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertama
6. Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
7. Memahami pengendalian intern klien
Memahami bisnis dan industri klien
SA Seksi 318 mengenai Pemahaman atas Bisnis Klien memberikan panduan tentang sumber informasi bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien, yaitu:
- Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya.
Dalam audit ulangan, auditor dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang kekhususan bisnis klien dengan cara me-review kertas kerja audit yang disimpan dalam arsip permanen.
- Diskusi dengan orang dalam entitas .
Ada beberapa orang dalam entitas, seperti komite audit, direktur, dan personel operasi, yang dapat dijadikan sumber informasi bagi auditor dalam memahami bisnis entitas dan industrinya.
- Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan review terhadap laporan auditor intern.
Auditor intern merupakan sumber informasi untuk memahami kekuatan dan kelemahan pengendalian intern yang diterapkan dalam organisasi entitas dalam menjaga keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Review terhadap laporan auditor intern adalah cara yang efektif.
- Diskusi dengan auditor lain dan dengan penasihat hukum / penasihat lain yang telah memberikan jasa kepada entitas / dalam industri.
Auditor dapat berkomunikasi dengan auditor lain yang di tahun sebelumnya telah melakukan audit atas laporan keuangan entitas untuk memperoleh pemahaman tentang bisnis entitas. Disamping itu, auditor dapat berkomunikasi dengan penasihat hukum / penasihat lain untuk memperoleh informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan dalam bisnisnya.
- Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar entitas.
- Publikasi yang berkaitan dengan industri.
Pengetahuan mengenai industri yang menjadi tempat usaha klien dapat diperoleh dengan berbagai cara:
a. Meminta keterangan dari klien.
b. Berlangganan majalah yang dikeluarkan oleh organisasi industri yang bersangkutan.
c. Aktif berpartisipasi dalam perkumpulan berbagai industri / program-program latihan yang diselenggarakan oleh berbagai industri.
- Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas.
Dalam perencanaan audit, auditor perlu mempertimbangkan dampak berbagai peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berdampak terhadap bisnis klien, sehingga hal ini mempengaruhi prosedur audit yang akan dilaksanakan atas laporan keuangan klien.
- Kunjungan ke tempat / fasilitas pabrik entitas.
Sebelum memulai audit terhadap laporan keuangan kliennya, auditor perlu melakukan inspeksi ke pabrik dan kantor lain. Dari inspeksi ini auditor dapat memperoleh pengetahuan mengenai tata letak pabrik, proses produksi, produk-produk utama perusahaan, dan penjagaan fisik terhadap aktiva perusahaan.
- Dokumen yang dihasilkan oleh entitas.
Berbagai dokumen yang dihasilkan oleh entitas dapat digunakan sebagai sumber iformasi untuk memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industri entitas. Notulen rapat direksi merupakan dokumen yang sangat penting untuk memperoleh informasi tentang berbagai keputusan strategik yang dilakukan dalam bisnis entitas.
Melaksankan Prosedur Analitik
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaa audit adalah untuk membantu perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti tentang saldo akun atau jenis transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik dalam perencanaan audit harus ditujukan untuk :
a. Meningkatkan pemahaman auditor atau usaha klien dan transaksi atau pristiwa yang terjadi sejak tanggal audit yang terakhir.
b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit.
Prosedur analitik dapat mengungkapkan : (1) pristiwa atau transaksi yang tidak biasa, (2) perubahan akuntansi, (3) perubahan usaha, (4) fluktuasi acak, (5) salah saji
Tahap-tahap Prosedur Analitik
Prosedur analitik dilaksanakan melalui enam tahap berikut ini :
1. Mengidentifikasi perhitungan / perbandingan yang harus di buat
2. Mengembangkan harapan
3. Melaksanakan perhitungan atau perbandingan
4. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
5. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan tersebut
6. Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit
Mengidentifikasikan Perhitungan / Perbandingan yang Harus Dibuat
Kompleks atau tidaknya prosedur analitik yang digunakan oleh auditor ditentukan oleh besarnya dan kompleksnya bisnis klien, ketersediaan data, dan pertimbangam auditor. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.

Tipe perhitun gan dan perbandingan yang umumnya dibuat oileh auditor terdiri dari :
1. Perbandingan data absolut
2. Common-size income statements
3. Ratio analysis
4. Trend analysis
Mengembangkan Harapan
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Oleh karena itu, dalamk prosedur analitik, auditor perlu mengembangkan harapan sebagai dasar untuk membandingkan perhitungan dan ratio yang dibuat dalam prosedur analitik.
Berikut ini adalah contoh sumber informasi yang digunakan dalam mengembangkan harapan :
a. Informasi keuangan periode sebelumnya yang dapat diperbandingkan dengan memperhatikan perubahan yang diketahui.
b. Hasil yang diantisipasikan, misalnya anggaran atau prakiraan termasuk ekstrapolasi dari data intern atau tahunan.
c. Hubungna antara unsur-unsur informasi keuangan dalam satu periode.
d. Informasi industry tempat usaha klien, misalnya onformasi laba bruto.
e. Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan.
Melaksanakan perhitunagn/Perbandingan
Pada tahap ini, auditor mengumpulkan data yang akan dipakai dalam perhitungan perbedaan jum lah absolut atau persentase sekarang dibandingkan dengan jumlah atau persentase tahun yang lalu, perhitungan common-size financial statements, financial ratio, dan trend.
Menmganalisis Data dan Mengidentifikasikan Perbedaan Signifikan
Data yang telah dikumpulkan kemudian dibandingkan dengagn harapan yang dikembangkan oleh auditor untuk mengidentifikasi perbedaan signifikan yang terjadi.
Menyelidiki Perbedaan Signifikan yang tidak Terduga dan Mengevaluasi Perbedaan Signifikan
Perbedaan signifikan yang tidak terduga perlu diselidiki penyebabnya. Pertama kali auditor perlu mempertimbangkan kembali metode dan berbagai factor yang digunakan untuk mengembangkan harapan dan untuk meminta keterangan kepada manajemen. Kadang-kadanag informasi akan bermanfaat untuk memperbaiki harapan, dan sebagai akibatnya dapat menghilangkjan perbedaan yang terjadi. Sebelum auditor melakukan tindakan berdasarkan respon yang diberikan oleh manajemen, auditor harus mengumpulkan bukti penguat. Jika penjelasan atau perbedaan signifikan yang tidak terduga tidak dapat dip[eroleh auditor, auditor harus mempertimbangkan dampaknya terhadap perencanaa audit.
Menentukan Dampak Hasil Prosedur Analitik terhadap Perencanaan Audit
Perbedaan signifikan yang tidak terduga biasanya dipandang oleh auditor sebagai petunjuk meningktanya risiko salah saji dalam akun atau berbagai akun yang bersangkutan dengan perhitungan dan perbandingan. Dalam situasi seperti ini biasanya auditor merencanakan untuk merencanakan untuk melaksanakan pengujian yang lebih rinci terhadap akun atau berbagai akun yang bersangkutan. Dengan mengarahkan perhatian auditor ke bidang yang memiliki risiko lebih besar, prosedur analitik dapat bermanfaat dalam pelaksanaan audit yang efektif dan efisien.
Mempertimbangakn Tingkat Materialitas Awal
Pada tahap perencaan audit, auditor perlu mempertimbangkan materialitas awal pada dua tingkat ini : (1) tingkat laporan keuangan, (2) tingkat saldo akun. Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan perlu diterapkan oleh auditor karena pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan pada laporan keuangan sebagai keseluruhan. Materialitas awal pada tingkat saldo akun ditentukan oleh auditor pada tahap perencanaan audit karena untuk mencapai simpulan tentang kewajaran laporan keuangan sebagai keseluruhan, auditor perlu melakukan verifikasi saldo akun.
Mempertimbangkan Risiko Bawaan
Dalam keseluruhan proses audit, auditor perlu mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan tahap-tahap proses auditnya. Telah diuraikan bahwa proses audit terdiri dari 4 tahap : (1) penerimaan perikatan audit, (2) perencanaan audit, (3)pelaksanaan pengujian audit, (4) pelaporan audit. Tahap-tahap proses audit sejak perikatan audit diterima dapat dirinci lebih lanjut menjadi empat tahap : (1) perencanaan audit, (2) pemahaman dan pengujian pengendalian intern, (3) pelaksanaan dan poengujian substantive, (4) penerbitan laporan audit.
Sejak perencanaan audit sampai dengan penerbitan laporan audit, auditor harus mempertimbangkan berbagai macam risiko. Pada tahap perencanaan audit, auditor harus mempetimbangkan risiko bawaan (inherent risk) suatu risiko salah saji yang melekat dalam saldo akunatau asersi tentang saldo akun. Pada tahap pemahaman dan pengujian pengendalian intern, auditor harus mempertimbangakan risiko pengendalian (control risk), suatu risiko tidak dapat dicegahnya salah saji material dalam suatu saldo akun atau asersi tentang suatu saldo akun oleh pengendalian intern. Pada tahap pelaksanaan pengujian substantif, auditor harus mempertimbangkan risiko deteksi (detection risk), suatu risiko tidak terdeteksinya salah saji material dalam suatu saldo akun atau asersi tentang suatu saldo akun oleh prosedur audit yang yang dilaksanakan auditor. Pada tahap akhir proses audit, penerbitan laporan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit, suatu risiko kegagalan auditor dalam memodifikasi pendaoatnya atas laporan keuangan yang secara material disajikan salah.
Mempertimbangkan Berbagai faktor yang Berpengaruh Terhadap Saldo Awal, Jika perikatan Audit Merupakan Audit Tahun Pertama.
Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi sebagai berikut :
“bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan”
Laporan keuangan tidak hanya menyajikan posisi keuamngan dan hasil usaha tahun berjalan, namun juga mencerminkan dampak:
a. Transaksi yang dimasukkan dalam saldo yang dibawa ke tahun berikutnya dari tahun-tahun sebelumnya.
b. Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam tahun-tahun sebelumnya
SA seksi 323 Audit tahun pertama memberikan panduan bagi auditor berkenaan dengan saldo awal, bila laporan keuangan di audit untuk pertama kalinya atau bila laporan keuangan tahun sebelumnya diaudit oleh auditor independen lain. Auditor harus menyadari mengenai hal-hal bersyarat (contingencies) dan komitmen yang ada pada awal tahun.
Auditor harus memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk meyakini bahwa ;
a. Saldo awal tidak mengandung salah saji yang mempunyai dampak material terhadap laporan keuangan tahun berjalan
b. Saldo penutup tahun sebelumnya telah ditransfer dengan benar ke tahun berjalan atau telah dinyatakan kembali, jika hal itu smestinya dilkakukan
c. Kebijakan akuntansi yang semestinya telah diterapkan secara konsisten
Sikap dan lingkup bukti audit yang harus diperoleh auditor berkenaan dengan saldo awal tergantung pada:
a. Kebijakan akuntansi yang dipakai oleh entitas yang bersangkutan
b. Apakah laporan keuangan entitas tahu sebelumnya telah di audit, dan jika demikian, apakah pendapat auditor atas laporan keuangan tersebut berupa pendapat selain pendapat wajar tanpa pengecualian
c. Sifat akun dan risiko salah saji dalam laporan keuangan tahun berjalan
Auditor harus menentukan bahwa saldo awal mnecerminkan penerapan kebijakan akuntansi yang semestinya dan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan akuntansi atau penerapannya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa perubahan tersebut memang semestinya dilakukan, dan dipertanggunghjawabkan, serta diungkapkan.

Mengembangkan Strategi Audit Awal terhadap Asersi Signifikan
Tujuan akhir perencanaan dan pelaksanaan audit yang dilakukan auditor adalah untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang rendah, untuk mendukung pendapat apakah, dalam semua hal yang material, laporan keuangan disajikan secara wajar. Tujuan ini diwujudkan melalui pengumpulan dan evaluasi bukti tentang asersi yang terkandung dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Karena keterkaitan antara bukti audit, materialitas, dan komponen risiko audit (risiko bawaan, risiko pengendalian, danm risiko deteksi), auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit terhadap asersi individual atau golongan transaksi. Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor : (1) primarily substantive approach, dan (2) lower assessed level of control risk approach.
Me-review Informasi yang Berhubungan dengan kewajiban-kewajiban Legal Klien
Penyajian laporan keuangan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di in donesia mewajibkan klien untuk melaksanakan peraturan-peraturan pemerintah dan perjanjian-perjanjian legal yang lain. Jika material, informasi mengenai kewajiban legal klien, harus dijelaskan dalam laporan keuangan.
Sebelum memulai verifikasi dan analisis terhadap transaksi dan akun tertentu, auditor perlu memahami kewajiban-kewajiban legal dan perjanjian-perjanjian yang menyangkut klien. Informasi tersebut tercantum dalam dokumen-dokumen berikut ini:
1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
2. Perjanjian persekutuan (partnership agreement)
3. Notulen rapat direksi dan pemegang saham
4. Kontrak
5. Peraturan-peraturan pemerintah yang secara langsung menyangkut perusahaan klien
6. Arsip korespondensi
Tujuan auditor me-review informasi yang terdapat dalam dokumen-dokumen tersebut di atas adalah :
1. Untuk memperoleh gambaran ringkas kebijakan-kebijakan dan rencana pemilik dan para manajer, sehingga pada waktu audit berlangsung, auditor dapat menentukan apakah transaksi-transaksi yang tercantum dalam akun-akun telah di otorisasi dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan-kebijakan dan rencana pemilik dan manajer tersebut.
2. Untuik memperoleh background information yang akan sangat bermanfaat dalam menafsirkan akun-akun dan laporan-laporan klien.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Akte pendirian merupakan dokumenb yang membuktikan berdirinya secara legal perusahaan sebagai entitas yang terpisah. Dalam akte pendirian ini tercantum anggaran dasar perusahaan, yang berisi nama resmi perusahaan, tanggal pendirian. Bidang kegiatan usaha perusahaan, jenis dan jumlah modal saham perusahaan yang diizinkan untuk dikeluarkan.
Anggaran rumah tangga perusahaan berisi peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur yang ditetapkan oleh pemegang saham perusahaan. Sebagai contoh adalah dalam anggaran rumah tangga diatur mengenai frekuensi rapat pemegang saham setiap tahunnya, cara pemungutan suara untuk pemilihan direksi, tugas-tugas dan kekuasaan pimpinan perusahaan.
Perjanjian persekutuan
Dalam audit terhadap perusahaan yang berbentuk persekutuan (partnership), auditor harus me-review perjanjian persekutuan dengan cara yang sama seperti audit terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kliennya. Perjanjian persekutuan merupakan dokumen yang berisi kontrak diantara para pemilk persekutuan mengenai peraturan-peraturan yang diikuti dalam menjalankan perusahaan.
Pada audit yang pertama kali, informasi-informasi yang dikumpulkan oleh auditor dari dokumen perjanjian persekutuan adalah :
1. Nama resmi dan alamat perusahaan
2. Nama dan alamat setiap sekutu
3. Jumlah, tanggal, dan sifat investasi yang dilakukan oleh setiap sekutu
4. Ratio pembagian laba, gaji sekutu, bunga atas modal sekutu, dan batasan-batasan yang dikenakan terhadap penarikan diri sekutu.
5. Tugas, tanggungjawab, dan wewenang tiap-tiap sekutu
6. Peraturan persekutuan dan pembagian kekayaan persekutuan
Notulen Rapat Direksi dan Pemegang Saham
Notulen rapat merupakan catatan resmi mengenai tindakan-tindakan yang diputuskan dalam rapat direksi dan pemegang saham yang akan dilaksanakan dalam kegiatan usaha. Sebgai contoh tindakan yang diputuskan dalam rapat adalah pengeluaran atau pembelian kembali saham perusahaan, pembelian atau penjualan anak perusahaan atau aktiva perusahaan yang penting, pelanggan, penetapan gaji pimpinan perusahaan, perjanjian jangka panjang dengan pemasok, pelanggan dan lain-lain.
Dalam me-review notulen rapat tersebut auditor harus memperhatikan :
1. Tanggal penyelenggaraan rapat
2. Tercapai tidaknya quorum rapat
3. Hal-hal yang berakibat signifikan terhadap laporan keuangan klien atau kegiatan usahanya, atau berpengaruh terhadap pelaksanaan audit.
Informasi aygn diperoleh auditor dari notulen rapat akan berguna dalam menafsirkan informasi yang ditemukan dalam auditnya. Berikut ini diberikan contoh hubungan antara informasi yang tercantum dalam notulen rapat dengan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor.
1. Verifikasi Bank
a. Pembukuan dan penutupan akun-akun perusahaan di Bank memerlukan otorisasi dari dewan komisaris atau direksi
b. Wewenag untuk menandatangani cek diberikan pejabat tertentu dengan otorisasi dari dewan komisaris atau direksi
c. Penarikan kredit jangka panjang dari bank memerlukan persetujuan dari dewan komisaris
2. Verifikasi utang
a. Wewenang untuk mengumumkan dividen terletak sepenuhnya di tangan dewan komisaris atau pemegang saham
b. Penarikan kredit dengan cara pengeluaran obligasi untuk hipotik memerlukan persetujuan dari dewan komisrais
3. Verifiksai piutang
a. Penetapan penghapusan piutang memerlukan persetujuan dari dewan komisaris
4. Verifikasi modal sendiri
a. Emisi saham baru memerlukan persetujuan dari pemegang saham
b. Pembelian perusahaan lain memerlukan persetujuan dari pemegang saham
Kontrak
Pada awal auditnya, auditor harus meminta copy kontrak0kontrak besar yang ditandatangani oleh klien. Informasi yang diperoleh auditor dari analisis terhadap kontrak-kontrak tersebut akan sangat membantu auditor dalam menafsirkan akun-akun seperti : persekot dari pemasok, persekot kepada kontraktor., dan konstruksi dalam pelaksanaan
Dalam me-review suatu kontrak, biasanya auditor akan memperhatikan unsur-unsur berikut ini :
1. Nama kontrak yang tepat
2. Nama dan alamat pihak-pihak yang mendtangani kontrak
3. Tanggal berlakunya kontrak secara efektif, jangka waktu kontrak dan jika ada, jadwal pelaksanaanya
4. Tipe kontrak
a. Harga tetap
b. Kontraktor dibayar sebesar sejumlah biaya yang telah dikeluarkan ditambah contractor’s fee (cost reimbursement)
c. Incentive
5. Pasal-pasal yang mengatur penyelesaian jika terjadi perselisihan
6. Pasal-pasal yang mengatur mengenai audit catatan akuntansi untuk menentukan jumlah yang tyerhutang menurut kontrak
7. Dampak umum kontrak tersebut terhadap posisi keuangan dan hasil usahya klien
Peraturan Pemerintah yang secara langsung Menyangkut Klien
Meskipun auditor tidak memegang izin praktik untuk memberikan jasa dalam bidanbg hokum atau menafsirkan undang-undang Negara, namun ia harus mengenal undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah yang mempunyai akibat terhadap laporan keuangan kliennya. Auditor harus melakukan konsultasi dengan penasihat hukum klien dan jika perlu dengan penasihat hokum auditor, jika auditor berpendapat bahwa masalah hokum mempunyai dampak terhadap pelaksanaan audit atau memerlukan pengungkapan dalam laporan keuangan auditan.
Arsip Korespondensi
Dalam perusahaan terdapat berbagai macam arsip korespondensi. Oleh karena itu auditor tidak secara langsung memeriksa arsip korespondensi klien. Prosedur audit arsip korespondensi klien biasanya dilakukan sebagai berikut :
1. Pada waktu membaca notulen rapat, arsip kontrak, atau data lainyang memberikan petunjuk adanya korespondensi yang mengenai sesuatu yang di anggap penting oleh auditor, ia harus meminta klien untuk menyerahkan copy surat-surat yang bersangkutan.
2. Pada umumnya audistor akan me-review arsip korespondensi klien dengan bank dan lembaga kredit yang lain, penasihat hokum, dan instansi pemerintah.
PENGUJIAN AUDIT ( AUDIT TEST )
Dalam audit, auditor melakukan berbagai macam pengujian, yang secara besar dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1. Pengujian analitik ( analytical test )
2. Pengujian pengendalian ( test of control )
3. Pengujian substansi ( substantive test )
Pengujian Analitik
Seperti telah dijelaskan di atas, pengujian ini dilakukan oleh auditor pada tahap awal proses auditnya dan pada tahap review menyeluruh terhadap hasil audit. Pengujian ini dilakukan oleh auditor dengan cara mempelajari perbandingan dan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain. Pada tahap awal proses audit, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis kilen dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif.
Pengujian Pengendalian ( Test of Control )
Pengujian pengendalian merupakan prosedur audit yang dirancang untuk memverfikasi evektifitas pengendalian intern klien. Pengujian pengendalian terutama ditujukan untuk mendapattkan informasi mengenai :
1. Frekuensi pelaksanaan aktivitas pengendalian.
Dalam pengujian pengendalian, auditor memeriksa seberapa banyak transaksi pembelian diotorisasi dari pejabat yang berwenang dalam periode yang diperiksa. Kemungkinan dari 150 lembar order pembelian yang dibuat ole klien dalam april tersebut, auditor hanya menemukan :
a. 145 lembar, telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
b. 5 lembar, tidak berisi tanda tangan pejabat yang berwenang.
2. Mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian.
Otorisasi dari pejabat yang berwenang merupakan salah satu aktivitas pengendalian untuk mengawasi transakai pembelian. Di samping auditor berkepentingan terhadap frekuensi terjadnya pengendalian atas transaksi pembelian melalui otorisasi tersebut, dalam pengujian pengendalian auditor juga menguji mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian tersebut.

3. Karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian.
Pelaksanaan suatu aktivitas pengendalian sangat tergantung pada siapa yang melaksanakan aktivitas tersebut. Salah satu unsure pengendalian intern terhadap sediaan adalah dilakukannya secara periodic pencocokan jumlah fisik sediaan yang benar-benar ada di tangan perusahaan dengan jumlah sediaan yang terc antum dalam catatan akuntansi. Biasanya aktivitas pengendalian ini dilaksanakan oleh klien dengan penghitungan fisik sediaan.

Pengujian Substansi
Pengujian substansi merupakan prosedur audit yang dirancang untuk menemukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara langsung mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Kesalahan moneter yang terdapat dsalam informasi yang disajikan dalam laporan keuangan kemungkinan terjadi karena kesalahan dalam :
1. Penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
2. Tidak diterapkannya prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
3. Ketidakkonsistenan dalam penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
4. Ketidaktepatan pisah batas pencatatan transaksi
5. Perhitungan (penambahan,pengurangan,pengalian, dan pembagian )
6. Pekerjaan penyalinan, penggolongan dan peringkasan informasi
7. Pencantuman pengungkapan unsure tertentu dalam laporan keuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yang terbaik

No whatsapp jasa karya ilmiah Universitas Terbuka

Untuk no whatsapp nya ganti di 085293796340 Untuk testimoni ada di galeri. Untuk yg lain2 gak tak post krna sdh mulai di rame pembahasan ter...